Oleh : Yusup Maulana (Mahasiswa Prodi Manajemen Universitas Nusa Putra Sukabumi)
Nilai tukar (kurs) adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau kemudian hari. Nilai tukar (kurs) di seluruh dunia di pergunakan sebagai alat tukar menukar, pada dasarnya kurs atau mata uang adalah nilai tukar yaitu harga mata uang suatu Negara di dalam mata uang Negara lain.
Menurut Paul R Krugman dan Maurice yaitu seorang ahli dalam bidang ekonomi dia menyatakan bahwa kurs merupakan harga suatu mata uang yang dinyatakan dalam mata uang lain. Di Indonesia sendiri nilai tukar (kurs) disebut dengan Rupiah. Kurs ini dapat mengalami dua jenis perubahan yaitu apresiasi dan depresiasi.
Apresiasi disini adalah mata uang tersebut mengalami peningkatan dibanding mata uang lainnya, sehingga hal ini mengakibatkan ekspor menjadi lebih mahal dan impor menjadi lebih murah. Dan sebaliknya, depresiasi terhadap mata uang suatu Negara berarti nilai mata uang Negara tersebut mengalami penurunan dibanding mata uang lainnya, hal ini mengakibatkan ekspor menjadi murah dan impor menjadi mahal.
Kurs dalam bisnis dirasa penting dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor karena kurs menjadi alat tukar menukar barang dan jasa yang dilakukan antar Negara.
Sebagai contoh, jika Indonesia ingin mengimpor barang dari Tiongkok , maka Tiongkok tidak ingin menerima bayaran dengan mata uang Indonesia, yaitu rupiah, mereka menginginkan bayaran dalam Yuan. Di situlah kurs berperan dalam bisnis sebagai alat tukar dan pembayaran internasional.
Dalam ilmu ekonomi ada yang dinamakan defisit dan surplus. Defisit adalah situasi dimana kuantitas yang diminta melebihi kuantitas yang ditawarkan, diambil dari buku Kebijaksanaan Fiskal dan Moneter (1933) karya Umar Basalim, secara umum defisit adalah situasi pengeluaran lebih besar dibandingkan pemasukan dalam hal keuangan, baik dalam lingkup suatu organisasi maupun Negara.
Surplus adalah kebalikan dari defisit yaitu situasi dimana kuantitas yang ditawarkan memlebihi kuantitas yang diminta. Jika disederhanakan bahwa defisit termasuk hal negatif yang bisa merugikan suatu organisasi atau Negara, dan surplus termasuk hal positif yang bisa menguntungkan karena pendapatan melebihi pengeluaran.
Keadaan defisit suatu Negara bisa ditutupi dengan memaksimalkan berbagai sumber keuangan Negara, baik itu dari intern maunpun ekstern. Faktor terjadinya defisit dalam keuangan suatu Negara diantaranya rendahnya daya beli masyarakat terhadap produk maupun jasa untuk kebutuhan sehari-hari, lemahnya nilai tukar mata uang, pembiayaan pembangunan dalam suatu Negara, adanya inflasi, realisasi rencana dimana program suatu Negara tidak berjalan dengan semestinya dikarenakan pemasukan Negara tidak sesuai target.
Defisit anggaran mampu memberikan dampak buruk bagi suatu Negara dampak tersebut diantaranya adalah naiknya harga kebutuhan pokok atau inflasi, tingkat suku bunga, konsumsi dan tabungan disini dengan keadaan inflasi mampu mengurangi pendapatan rill masyarakat hal ini membuat masyarakat mengurangi tingkat konsumsi dan tabungannya karena peran penting tabungan adalah untuk mendorong investasi.
Yang terakhir adalah pengangguran. Dari situs resmi Kementrian Keuangan Republik Inonesia, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan rasio pajak dan tingkat kepatuhan pajak di Indonesia bisa menghindari atau mengatasi defisit anggaran jika rasionya tinggi.
Faktor terjadi melemahnya nilai tukar atau mata uang rupiah diantaranya faktor intern dan ekstern, faktor internal yang membuat melemahnya nilai tukar rupiah yaitu defisit transaksi berjalan sangat besar ketimbang transaksi modal untuk menutupinya.
Faktor ekstern ini diantaranya adalah utang terhadap luar negeri yang akan membuat melemahnya nilai tukar rupiah, menguatnya ekonomi Amerika Serikat, impor meningkat namun ekpor menurun, terjadinya inflasi yang tidak stabil, pengaruh polotik, resesi atau krisis moneter di Indonesia maupun luar negeri.
Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang sejak tahun 1977 hingga sekarang. Sistem nilai tukar mengambang adalah sistem nilai tukar yang bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran mata uang yang terjadi di pasar.
Jadi, nilai tukar akan menguat bila terjadi kelebihan penawaran valuta asing dn sebaliknya nilai tukar mata uang domestic akan melemah jika terjadi kelebihan permintaan valuta asing.
Bank Indonesia menerbitkan data pada kamis pagi menempatkan kurs rederensi Jisdor di level Rp16.741 per dolar AS, melemah 328 poin atau 2 persen dari posisi Rp16.7431 pada Selasa (31/3/2020).
Dalam paparannya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry mengungkapkan aliran dana masuk dari lelang surat utang akan membawa pergerakan rupiah ke level Rp15.000 pada akhir tahun.
Perry mengungkapkan capital inflow atau aliran dana masuk baik dari lelang SBN dan SBSN, serta tambahan valas akan memperkuat stabilitas nilai tukar.
Pada Portofolio balance Model atau jasa bisa disebut Asset-market Approach, nilai tukar dapat dipengaruhi ole asset-aset financial, baik dalam negeri maupun luar negeri. Seperti uang dalam negeri, obligasi dalam negeri, dan obligasi luar negeri.
Dalam pendekatan ini, nilai tukar ditentukan dari proses mencapai ekuilibrium dalam setiap finansial market. Dari dampak pandemi COVID-19 kurs rupiah menjadi salah satu yang terkena dampaknya.
Rupiah mencapai angka 16.000 lebih per dollar Amerika Serikat, dan akan masih mengalami perubahan. Situs Bloomberg mencatat bahwa rupiah menjadi mata uang dengan performa paling buruk di Asia pada bulan Maret 2020.
Hal ini dikarenakan aksi jual beli saham Negara dan obligasi yang dilakukan para investor Sebagai akibat dari pandemic COVID-19. Nilai tukar rupiah melemah, salah satu dampaknya terjadi terhadap sektor industri di Indonesia.
Pertanyaannya adalah bagaimana pengaruh turunnya nilai tukar rupiah terhadap sektor industri di Indonesia?, pengaruhnya sangat besar terhadap impor dan ekspor yang dilakukan para industri di Indonesia, neraca perdagangan dan nilai tukar berjalan beriringan dimana perubahan pada nilai tukar akan menyebabkan perubahan pada neraca perdagangan, dan sebaliknya perubahan neraca perdagangan akan berakibat pada naik atau turunnya nilai tukar suatu Negara.
Dampak terjadinya apresiasi nilai tukar mata uang negara eksportir yang menyebabkan harga pokok negara tersebut menjadi lebih tinngi. Peningkatan harga tersebut menyebabkan menurunnya permintaan ekspor dikarenakan pasar dunia mengharapkan harga yang rendah.
Pihak industri di Indonesia perlu mengimpor barang yang dibutuhkannya karena tidak semua kebutuhannya terpenuhi di Indonesia, mereka memerlukan bahan baku lain untuk memenuhi kebutuhan produksinya.
Jikalau terjadi penurunannya nilai rupiah, sektor industripun akan mengalami defisit dalam keuangannya, maka yang diingkan para industri di Indonesia adalah kestabilan terhadap nilai tukar rupiah karena para industri tidak ingin adanya defisit dalam keuangannya.
Solusi atau cara untuk menangani turunnya nilai rupiah adalah membatasi impor barang-barang pokok dan meningkatkan di sisi ekspor agar terjadinya keseimbangan dalam kegiatan ekspor dan impor. BI dan pemerintah akan menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dengan cara menyesuaikan suku bunga acuan BI 7-day reverse repo rate.
Langkah lain adalah BI meningkatkan volume intervensi di pasar valuta asing (valas), dan juga meningkatkan kerja sama dengan pemerintah lewat Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Tujuannya untuk memastikan nilai tukar tetap stabil sesuai harapan. Cara para pengusaha untuk mengatasi melemahnya nilai rupiah terhadap AS, menurut Benny Soetrisno ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) saat ini pengusaha lokal khususnya yang melakukan kegiatan ekspor dan impor memiliki strategi khusus dalam mengatasi menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Beliau mengatakan salah satu caranya adalah tidak lagi menggunakan dollar Amerika Serikat dalam setiap transaksi ekspor dan impor dengan negara lain, selain Amerika Serikat. Jadi misalkan anda membeli produk atau barang di Eropa, jangan pakai dollar AS, tapi gunakan mata uang EURO.
Dengan cara seperti ini, perlahan-lahan pengusaha dapat mengurangi ketergantungannya terhadap dollar AS, sehinga efek penguatan dollar akan sedikit tertekan. Adanya kebijakan yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pengusahapun tertolong, terutama pada empat kebijakan pada sektor Industri Keuangan Non-Bank (IKNB).
Menurut Benny ketika pengusaha debitur memiliki potensi penurunan kreditnya. OJK telah memperbolehkan kreditur melakukan restrukturisasi.
Selain itu, OJK juha membantu sektor usaha UMKM dengan menurunkan tingkat suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR). BI dan pemerintah akan terus menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dengan kebijakan yang telah dikeluarkannya.