Oleh: Dewek Sapta Anugrah - Wakil Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kabupaten Sukabumi
Setelah perjalanan panjang akhirnya pemerintah menetapkan 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila, sebagaimana Kepres no 24 tahun 2016. Tentu ini menjadi kebanggaan bagi kader-kader Nasionalis, Soekarnois, dan Marhaenis seluruh Indonesia. Pasalanya dengan ditetapkannya 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila, maka menempatkan Bung Karno sebagai Bapak Bangsa yang utuh.
Kita ketahui bersama bahwa dinamika kebangsaan yang selama ini terjadi telah menghilangkan akar sejarah Indonesia dari buku-buku sejarah yang kita dapatkan, dari sejak bangku sekolah dasar hingga menengah, dan hal tersebut tentu ditunjang oleh suprastruktur politik yang berusaha menghilangkan narasi sejarah kebangsaan bagi para generasi penerus.
Kita tahu bahwa dinamika tahun 65 menyerat nama bung Karno pada pusaran politik yang tidak baik, semua ini karena gerakan kudeta merangkak yang dilakukan oleh kaum kontra revolusi untuk mengambil alih kekuasaan secara tidak wajar dengan cara-cara yang memilukan. Bahkan sampai saat ini menjadi tabir yang sulit diungkap ibarat bola salju yang terus menggulung.
Gerakan 65 yang tidak ketahui secara gamblang dan jelas mengakibatkan paranoid tersendiri bagi generasi saat ini. Tentu hal itu menjadi suatu masalah yang harus kita tuntaskan bersama agar sejarah bangsa ini bisa di luruskan secara empiris dan tidak menjadi duka bagi generasi penerus bangsa Indonesia kedepan.
Tidak bisa kita tapikan bahwa pasca lengsernya bung Karno dari kekuasaannya pada tahun 1965 atas desakan kelompok-kelompok tertentu telah membawa nama bung Karno pada titik hitam. Dimana ada sebagian kelompok yang mengatakan bahwa bung Karno merupakan pelindung organisasi terlarang yakni PKI. Padahal bila kita membaca secara utuh narasi sejarah yang ada tidak seperti itu, tapi biarkan tinta emas sejarah menjadi saksi atas perjuangan beliau Bung Karno sebagai bapak Proklamator Indonesia.
Pasca tahta kekuasaan bung Karno kala itu, rezim orde baru di bawah Soeharto berusaha menegasikan Bung Karno dari bangsa dan republik ini, karena berbagai argumentasi rezim orde baru atas Supersemar nya.
Tetapi sampai saat ini, kebenaran akan Supersemar juga menjadi catatan hitam sejarah bangsa yang belum terkuat secara utuh. Walaupun dalam beberapa buku yang banyak kita temui di beberapa perpusataan atau toko buku banyak menyajikan atau membahas akan persoalan ini, yang di tulis oleh pakar dan para ahli sejarah berdasarkan analisa dan kajian yang yuridis. Tetapi tentu hal itu tidak cukup mudah untuk menjadi narasi perlurusan bangsa ini, namun hal tersebut bisa menjadi salah satu referensi yang perlu kita ketahui guna mengetahui apa yang sebenernya terjadi pada saat itu.
Kini kita telah masuk pada bulan Juni dimana Juni merupakan bulan Bung Karno yang dimana lahirnya Pancasila yang beliau tawarkan pada sidang BPUPK telah merumuskan Pancasila sebagai dasar di bentuknya sebuah negara indonesia yang merdeka dari kolonialisme.
Tidak hanya itu, 4 Juli 1927 Bung Karno mendeklarasikan Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan azas Marhenismenya untuk menopang pergerakan kebangsaan kala itu, dan pada 6 Juni Bung Karno Lahir di dunia dari pasangan Soekami Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai yang lahir pada saat fajar menyongsong.
Maka tak ayal sebutan Bung Karno putra sang fajar menjadi ciri khas dari sosok beliau, tentu di bulan Juni juga bung Karno menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Juni yang di semayamkan di Blitar Jawa Timur setelah perjalanan panjang beliau berjuang melawan sakitnya.
Sehingga bulan Juni merupakan bulan kebanggan bagi kaum Nasionalis, Soekarnois, dan Marhaenis Indonesia karena di bulan Juni lah seluruh romantika, dinamika, dan dialektika tentang perjalanan beliau tergambar pada bulan Juni ini.
Apa yang perlu kita insyafi atas peringatan 1 Juni 2020 yang harus kita lakukan sebagai suatu bangsa dan negara yang merdeka saat ini? Tentu ini menjadi pertanyaan kita semua, kini kita ketahui bahwa situasi global sedang mengalami pandemi Covid-19. Dimana atas pandemi ini kita dihadapkan pada situasi baik secara sosial, politik, ekonomi, dan budaya mengalami perubahan besar karena semua harus berperang melawan pandemi.
Apa yang perlu kita lakukan ditengah peringatan hari lahir Pancasila di tengan kondisi sosial yang kian bergeser? Tentu kita perlu sama-sama mempraktikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila agar prinsip dari Nasionalisme Indonesia sebagai Nasionalisme yang didirikan atas Tamansari Internasionalisme mampu kita wujudkan.
Apa Internasionalisme itu? Internasionalisme adalah prinsip kemanusiaan yang tidak saling mengenal batas ragam, Agama, dan suku yang dimana kemanusiaan lebih luhur diatas kepentingan apapun, karena sebagaimana yang di sampaikan oleh salah satu sahabat Rossululloh "kita tidak sahabat dalam iman, tapi kita bersahabat dalam kemanusiaan" sesungguh nya itu adalah nilai humanisme yang di gariskan dalam Islam yakni habbluminnanas.
Ditengah pandemi Covid-19 yang kian bergerak pada kurva yang mengkhawatirkan dimana setiap hari mengalami peningkatan, dan ini telah masuk pada angka yang sangat mengkawatirkan. Dan untuk itu kita perlu saling menopang satu dan lain nya untuk sama-sama saling bahu membahu membantu mengurangi penyebaran virus Covid 19 ini. Tentu ini bukan hal yang mudah tapi ini harus kita lakukan sebagai bangsa dalam entitas gotong royong, karena ini bukan hanya menjadi tanggung jawab negara semata melainkan tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia.
Adapun hal-hal yang bisa kita lakukan untuk sama-sama menangani ditengah pandemi Covid-19 ini ada banyak cara dan banyak langkah, dan itu kita kembalikan pada diri kita masing-masing hal apa yang bisa kita lakukan. Sehingga tugas kemanusiaan ini menjadi ciri dari berbudaya nya kita sebagai bangsa Indonesia.
Hal tersebut d iatas, merupakan esensi yang sejatinya adalah cara mempraktikan Pancasila di dalam kehidupan. Karena Bung Karno sendiri dalam beberapa pidato politiknya selalu mengobarkan semangat gotong sebagai budaya Indonesia yang harus terus dijaga dan di lestarikan.
Mengapa hal tersebut harus tetap kita lakukan di tengah arus liberalisme yang telah masuk dalam ruang-ruang kehidupan manusia modern, karena dengan hal tersebut kita sejatinya telah melaksanan konsepsi persatuan dan kesatuan sebagai pilar berbegara. Oleh karenanya, kita perlu mengilhami semangat bung Karno yang tidak pernah surut dan tidak pernah larut untuk terus mewujudkan cita-cita proklamasi 17 Agustus sebagai cita Revolusi Indonesia.