Oleh: MAHBUBILLAH ([email protected])
Tak bisa dibantah, Covid 19 telah menyisakan berbagai persoalan terhadap kelangsungan hidup manusia dan secara perlahan telah mengubah wajah dunia dalam skala yang tak terbayangkan sebelumnya. Guncangan sosial ini juga berdampak pada sistem kerja birokrasi pemerintahan. Penetapan pembatasan sosialberskala besar (PSBB) yang dilakukan Pemerintah Pusat telah membuat denyut birokrasi terasa kurang bergairah.
Keharusan untuk bekerja di rumah (WorkFrom Home) membuat banyak kegiatan harus ditunda atau bahkan dibatalkan. Dengan diberlakukannya kebijakan Work From Home (WFH) yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri PANRB Nomor 19 Tahun 2020 tentang PenyesuaianSistem Kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam UpayaPencegahan Covid-19 di Lingkungan Instansi Pemerintah ini tentu berimplikasi pada perubahan sistem kerja bagi para ASN.
Dalam SE tersebut disebutkan bahwa untuk mencegah dan meminimalisir penyebaran, serta mengurangi risiko Covid-19 di lingkungan instansi pemerintah pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya, maka kegiatantatap muka yang menghadirkan banyak peserta agar ditunda/dibatalkan. Selanjutnya,penyelenggaraan rapat dilakukan secara selektif sesuai prioritas dan urgensidengan memanfaatkan Teknologi Informasi (TI) dan media elektronik yang tersedia.
Apabila harus diselenggarakan rapat tatap muka karena urgensi yang sangat tinggi, maka perlu memperhatikan jarak aman antar peserta rapat (social distancing) dan tetap mematuhi protokol kesehatan. Di samping itu, Perjalanan Dinas Dalam Negeri dilakukan secara selektif sesuai skala prioritas dan urgensi, sedangkan Perjalanan DinasLuar Negeri agar ditunda atau dibatalkan.
Jika kondisi seperti ini terus berlanjut dan kita bersiap dengan situasi new normal, maka barang tentu wajah birokrasi Indonesia akan mengalami perubahanyang sangat cepat. Pertama, Covid 19 mengharuskan setiap pegawai untuk melakukan penyesuaian dengan pola komunikasi baru yang menghindari pertemuan secara langsung, baik antarpegawai atau denganmasyarakat luas. Penggunaan berbagai aplikasi komunikasi berbasis web tidak bisa dihindari.
Kedua, pola komunikasi baru ini telah mengubah pola pikir, pola gerak, serta menguji kecepatan pengambilan keputusan. Jarak tidak lagi menjadi persoalan dalam hal koordinasi dan konsultasi, terutama dalam halpercepatan pelayanan publik. Sistem atau teknologi pelayanan publik kedepannya tak lagi sebatas pertemuan fisik, namun pelayanan bisa dilakukan dari manapun.
Dan ketiga, penggunaan Teknologi Informasidan Komunikasi (TIK) dirasa akan semakin massif. Aplikasi kepegawaian,presentasi secara elektronik, validasi dan legalisasi secara digital, sistem informasi monitoring dan evaluasi berbasis web, hingga pengelolaan arsip secara digitalakan mewarnai wajah birokrasi ke depan. Penggunaan TIK di organisasi pemerintah dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya memang bukan hal baru.
Penerapan konsep e-government di instansi pemerintah telah dimulaisejak tahun 2001. Namun covid 19 telah memaksa pemerintah untuksemakin menggencarkan penerapannya di berbagai sektor.Akan tetapi, tantangan yang dihadapi Pemerintah dalam mengubah wajah baru birokrasi ini juga harus dibarengi dengan penyiapan kualitas dan kompetensi ASN yang semakin mumpuni, inovatif, kreatif, dan berdayasaing tinggi, dalam rangka terlaksananya tata kelola pemerintahan moderndan tentunya akselerasi dalam pelayanan publik yang handal dan akuntable.
Penulis adalah Staff Subag Komunikasi Pimpinan Pada Sekretariat Daerah Kabupaten Sukabumi