Oleh: Alvi Hadi Saputra - Koordinator Aksi Kamisan Sukabumi
Rangkaian krisis moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 menerjang Indonesia begitu deras kala itu, semakin memperparah kondisi bangsa yang sedang sangat lemah kala itu. Menambah luka bangsa yang sedang menganga selama orde baru berkuasa hampir 30 tahun, luka yang disebabkan oleh tindak kekerasan dan represi negara terhadap gelombang protes rakyat yang dipimpin oleh mahasiswa harus dibalas dengan hilangnya nyawa putra putri terbaik bangsa kala itu.
Jawa semakin membara memasuki tahun 1998, harga bahan pokok, bahan bakar, serta sandang tak lagi dalam genggaman kendali rezim Soeharto kala itu, tentu saja rakyat kehilangan kepercayaan. Peristiwa demi peristiwa terus terjadi dan terekam dalam sejarah dari mulai penjarahan, rasisme terhadap warga tionghoa, pemerkosaan, penembakan mahasiswa, penculikan aktivis pro demokrasi terus mewarnai hari-hari di Jawa, terutama Jakarta yang menjadi pusat gerakan perlawanan rakyat.
Gelombang protes kian membesar, hingga akhirnya memasuki pertengahan bulan Mei 1998, mahasiswa dan rakyat tak lagi punya cukup kesabaran untuk menghadapi pemerintah serta DPR/MPR yang tetap ngotot menyusun kabinet hasil pemilu terbaru, yang oleh seluruh rakyat dianggap cacat moral pada prosesnya, namun dianggap suci oleh elit orde baru. Trisakti berdarah, mahasiswa berguguran, klender membara mahasiswa dibakar.
21 Mei 1998, akhirnya apa yang jadi harapan gerakan perlawanan telah sampai pada saat yang berbahagia dengan tidak selamat sentosa. Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan sebagai Presiden RI dan meruntuhkan mitos stabilitas nasional yang dirinya sendiri sematkan pada dia dan kroninya. Sekilas kita merawat ingatan dengan mengingat salah satu peristiwa paling penting dari perjalanan bangsa Indonesia pasca kemerdekaan.
Reformasi dimulai setahun pasca Soeharto lengser dan digantikan Presiden Habibie yang mulai melakukan demokratisasi di segala bidang yang selama ini dianggap sebagai sarang dari korupsi, kolusi dan nepotisme dikala rezim fasis Soeharto memimpin.
Tahun ke tahun, hari ke hari, waktu ke waktu, presiden ke presiden, pemilu ke pemilu silih berganti lima tahun sekali secara terbuka. Reformasi yang dulu memakan banyak korban untuk meraihnya cenderung dilupakan bahkan oleh orang yang dulu memperjuangkannya.
Apa yang jadi tuntutan reformasi kita dahulu, hingga hari ini belum tercapai dengan sempurna?
Demokrasi yang dahulu bersama dicita citakan sebagai jalan bersama untuk menuntaskan revolusi Indonesia, kini nasib demokrasi Indonesia telah kehilangan arah dan terombang-ambing ditengah samudera keputusasaan. Dahulu kita meruntuhkan rezim otoriter menuntut demokratisasi agar tak ada lagi praktik korupsi yang bersembunyi dibalik ruang-ruang gelap tak demokratis.
Nahas sekali kembali pil pahit harus diterima rakyat Indonesia. Bahwa pada realitanya demokrasi hanya memindahkan praktik korupsi dari bawah meja menjadi di atas meja hingga hari ini bisa disaksikan dengan mata telanjang.
Tahun ini adalah tahun terburuk pasca lengsernya rezim Soeharto. KPK yang menjadi anak kandung dari buah perjuangan para aktivis telah dikebiri dan diperkosa habis habisan oleh negara, bukan oknum. Tapi lembaga negara yang telah menjadi sponsor utama matinya KPK.
Praktik korupsi bahkan ada dalam iklim yang sangat buruk hari ini. Praktik jual beli jabatan, kolusi dan nepotisme kembali menjadi-jadi tak ubahnya kita sedang hidup pada orde baru 30 tahun lalu.
Revisi UU KPK yang membawa lembaga kepercayaan rakyat ini pada akhir hayatnya, transisi kepemimpinan KPK telah mengembalikan indonesia pada masa kelam orde paling baru.
Alangkah sedih tentunya melihat reformasi yang harus begitu banyak menjatuhkan korban kini dikhianati oleh para elit negara. Seakan nyawa yang telah binasa dilupakan begitu saja, perjuangan para pahlawan reformasi tidak ada harganya didepan elit penguasa hari ini.
Sebagai seorang mahasiswa yang tak buta sejarah, tentu menuntaskan reformasi adalah sebuah panggilan sejarah dan tanggung jawab moral yang tak bisa dihindari sama sekali. Melihat kenyataan hari ini bahwa negara telah mengkhianati apa yang jadi dasar tuntutan para aktivis 22 tahun lalu. Tidak ada lagi semangat reformasi di tubuh pemerintah yang berkuasa hari ini.
Mengingat sebuah peristiwa tentu penting, tetapi yang jauh lebih berharga adalah penghormatan kita kepada para pejuang yang telah gugur. Reformasi telah dibajak dan dikorupsi, maka penghormatan kita haruslah dibuktikan dengan menuntaskan reformasi tersebut. Dengan melanjutkan perjuangan agar demokratisasi segera terwujud, korupsi segera dientaskan, kemiskinan dihapuskan, dan militerisme dihilangkan.
Kita menolak lupa, dan tak lupa terus menolak.
Sumpah mahasiswa Indonesia
Kami mahasiswa Indonesia bersumpah. Bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan
Kami mahasiswa Indonesia bersumpah. Berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan
Kami mahasiswa Indonesia bersumpah. Berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan
Hidup rakyat Indonesia!