Oleh: Muhamad Satrya Pramudya
(Mahasiswa Prodi Manajemen Universitas Nusa Putra)
Kurs adalah harga mata uang suatu negara yang diukur dalam mata uang negara lain. Nilai kurs sangat penting, saat mengambil keputusan untuk berbelanja atau membeli barang dari luar negri, karena dengan kurs kita akan menerjemahkan harga-harga barang dari berbagai macam negara kedalam mata uang negara kita.
Kurs disebut juga sebagai perbandingan nilai dalam pertukaran mata uang berbeda. Jadi terdapat perbandingan nilai diantara kedua mata uang tersebut, dan perbandingan inilah yang disebut dengan Kurs. Jika harga Kurs atau harga valuta asing naik pada suatu negara, maka biasanya akan menyebabkan harga barang yang di import menjadi lebih mahal, jika mengalami penurunan maka harga barang yang di import biasanya akan murah.
Kurs rupiah memang tidak stabil. Kadang menguat, kadang melemah terhadap dolar. Pernah rupiah selemah-lemahnya berhadapan dengan dolar. Situasi tersebut terjadi saat Soeharto masih menjadi Presiden tahun 1998 dan kemudian lengser karena tak bisa menangani krisis ekonomi yang terjadi sebagai dampak dari anjloknya rupiah.
Strategi pemerintah untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dengan menaikan suku bunga dan menjaga disiplin APBN. Pemerintah akan mengatasi pelemahan rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat (AS). Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, Pemerintah bersama-sama Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas ekonomi dan menjaga mata uang rupiah kita.
Dampak yang terjadi apabila kurs melemah karyawan bergaji Dolar diuntungkan. Apabila kurs rupiah melemah, nilai dolar AS akan meningkat. Dengan begitu, mereka yang bergaji dolar AS akan diuntungkan. Sebab dolar yang didapat bila dikonversikan ke rupiah, jumlah rupiah yang didapat lebih banyak dari sebelum melemahnya rupiah.
Keuntungan eksportir dalam negeri meningkat. Akibat kurs rupiah melemah maka banyak permintaan dari luar terhadap produk-produk Indonesia. Meningkatnya pembelian produk-produk dalam negeri tentu saja meningkatkan keuntungan beberapa eksportir Indonesia, seperti eksportir mebel dan tekstil.
Kondisi ini adalah hal yang logis karena bila barang-barang dalam negeri dijual dengan mengacu pada rupiah, sudah tentu importir yang membelinya dengan mengonversi dolarnya ke rupiah akan mendapatkan barang dalam jumlah lebih besar daripada sewaktu rupiah menguat.keuntungan tersebut tidak dirasakan semua eksportir.
Bagi eksportir yang produksi produk-produknya mengandalkan bahan baku dari luar negeri, melemahnya rupiah justru memaksa mereka untuk menaikkan harga jual produknya. Naiknya harga jual produk yang sebanding dengan menguatnya dolar tidak membawa keuntungan bagi eksportir tersebut.
Barang impor menjadi mahal. Barang Lokal Kian Laris di Pasaran; Dampak yang sangat terasa dengan melemah kurs rupiah adalah harga produk impor yang semakin mahal. Naiknya harga barang impor akan membuat masyarakat beralih ke produk lokal yang harganya lebih terjangkau. Sebagai contoh, karena rupiah melemah, harga buah impor mengalami kenaikan. Masyarakat pun menjadi enggan untuk membeli buah impor dan memutuskan beralih mengonsumsi buah lokal.
Jika lebih banyak orang memilih buah-buahan lokal, buah-buahan impor akan surut jumlahnya. Situasi ini membuat importir buah mengalami penurunan omzet. Namun, saat yang bersamaan, petani dan pedagang buah lokal memperoleh keuntungan.
Suku bunga naik, resiko bagi pertumbuhan kredit. Melemahnya rupiah menjadi dilema bagi Bank Indonesia (BI) sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas urusan moneter dalam negeri. Bersama dengan Pemerintah, BI terus menstabilkan nilai rupiah yang turun dan menjaga rupiah agar tidak melemah.
Menaikkan suku bunga merupakan langkah yang mau tak mau harus dilakukan akibat melemahnya kurs rupiah. Lalu, apa dampak dari dinaikkannya suku bunga? Paling jelas adalah pertumbuhan kredit menjadi melambat. Orang-orang enggan untuk mengambil kredit sebab bunganya yang mahal.
Selain itu, bukan tidak mungkin meningginya kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) sebagai dampak dari kenaikan suku bunga. Melemahnya Rupiah Mengancam Obligasi dan Surat Utang Negara (SUN); Dampak negatif dari melemahnya kurs rupiah juga menyasar ke perdagangan obligasi dan Surat Utang Negara (SUN). Dengan mengacu pada lemahnya kurs rupiah, investor-investor akan menjual obligasi dan SUN yang telah mereka beli.
Situasi kian buruk jika tidak ada yang membeli obligasi dan SUN. Harga obligasi dan SUN nantinya bisa merosot dan dapat berakibat terhadap kurs rupiah. Karena itu, dalam situasi ini Bank Indonesia (BI) akan mengambil tindakan dengan membeli obligasi dan SUN yang dijual investor-investor asing. Hal ini bertujuan untuk menstabilkan pasar uang.
Dampak yang terjadi pada masyarakat Indonesia. Pertumbuhan ekonomi melambat, Pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat. PHK terjadi pada industri yang selama ini menggantungkan bahan baku dari impor. Buruh yang di PHK terus meningkat jumlahnya, seiring dengan terus melemahnya mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Pengangguran meningkat. Jumlah pencari kerja setiap tahun sekitar 2,5 juta orang. Dengan pertumbuhan ekonomi yang terjadi sebelumnya, maka banyak pencari kerja yang masih menganggur, sekarang ditambah lagi dengan buruh yang di PHK. Inflasi bahan pangan meningkat.
Meningkatnya inflasi dibidang sembako, sangat terkait erat dengan kebijakan masa lalu yang import minded. Kemiskinan meningkat. Kalau barang-barang terutama sembako meningkat harganya, penghasilan tidak meningkat bahkan tidak mempunyai penghasilan karena di PHK dan menganggur, maka otomatis kemiskinan meningkat.
Daya beli menurun. Konsekuensi logis meningkatnya harga-harga barang terutama sembako dan penghasilan tidak meningkat, bahkan penghasilan hilang karena di PHK dan menganggur, maka otomatis daya beli masyarakat menurun. Kesejahteraan masyarakat menurun. Dampak spiral selanjutntya ialah menururnnya tingkat kesejahteraan masyarakat (Kesmas).