Oleh: Shella Fujiawati
(Mahasiswi Prodi Manajemen Universitas Nusa Putra Sukabumi)
Dalam beberapa waktu terakhir, rencana Omnibus Law nyatanya masih dibahas oleh DPR ditengah Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia saat ini. Familiarnya istilah Omnibus law sendiri berawal pada bulan Oktober 2019 lalu, ketika Presiden Joko Widodo menyampaikan sebuah pidato pelantikan presidennya.
Adapun RUU Omnibus Law ini diantaranya ada UU Cipta Lapangan Kerja, UU Pemberdayaan UMKM dan UU Perpajakan yang kemudian RUU tersebut seharusnya ditargetkan pada bulan Januari 2020 lalu.
Sejak munculnya rencana Omnibus Law ini sebenarnya telah menuai banyak masalah yang memicu timbulnya perdebatan. Dari rencana tersebut khusus RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja inilah yang tengah menuai banyak polemik pada tingkat nasional.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebut isi omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, khususnya dalam bab ketenagakerjaan jelas-jelas merugikan pekerja. "Memperdalam eksploitasinya (pekerja). Isinya jelas-jelas merugikan," kata Penelitian Pusat Peneliti Politik LIPI Fathimah Fildzah Izzati beberapa waktu lalu.
RUU Cipta Kerja juga disebut merugikan dikarena secara eksplisit menunjukkan liberalisasi ekonomi,disebabkan adanya deregulasi yang mengurangi hak-hak dasar para buruh. Misalnya yaitu adanya penghilangan upah lembur pada sektor-sektor tertentu serta penghilangan pembayaran upah disaat cuti bagi para pegawai wanita, seperti yang sedang menstruasi, hamil, melahirkan, serta beribadah.
Maka pada akhirnya hal tersebut akan menjadi sebuah masalah yang kemudian dijadikan dalih oleh para pengusaha untuk menghilangkan kewajiban membayar utang lembur. Selain itu membahayakan kesehatan buruh perempuan karena saat perempuan mengalami haid tubuhnya berada dalam keadaan rentan.
Ada hal lain yakni, para Pekerja kantoran terlihat 'cuek' dalam menyikapi RUU Cipta Kerja. Alasannya karena ada yang menganggap RUU itu hanya berdampak ke buruh manufaktur, lalu karena tak ada wadah untuk bersuara, dan memang karena ada yang tidak peduli.
RUU Omnibus Law Cipta Kerja memunculkan penolakan yang berujung aksi demonstrasi di kalangan kelompok pekerja 'kerah biru' atau yang bekerja di sektor manufaktur. Di sisi lain, belum terlihat ada reaksi dari pekerja kerah putih atau kantoran, yaitu pekerja terdidik.
Padahal, jika RUU itu disahkan, semua jenis dan kelas pekerjaan akan terdampak langsung. Di sisi lain Pengamat dari Universitas Sumatera Utara (USU) Wahyu Ario Pratomo mengatakan, RUU Omnibus Law Cipta Kerja harus dilihat dampaknya secara jernih. Dia menilai RUU itu memiliki banyak dampak positif bagi perekonomian Indonesia.
Akan tetapi, dibalik banyaknya polemik tersebut benarkah jika rencana tersebut terealisasikan akan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia? Dari data yang ada 7,05 juta pengangguran, 2,24 juta angkatan kerja baru, 8,14 juta setengah penganggur, serta ada 28,41 juta orang bekerja paruh waktu. Maka dari itu ada sekitar 45,84 juta atau 34,4 persen angkatan kerja yang bekerja tidak penuh.
Dengan Tingginya Kondisi angkatan kerja yang tidak atau belum bekerja maupun tidak penuh itulah yang tengah menjadi pertimbangan. Dengan perubahan ekonomi global yang sangat cepat pada saat ini maka perlu sekali dibutuhkannya regulasi, sebagai solusi RUU Cipta Lapangan Kerja inilah yang diharapkan akan menjadi solusi permasalahan tersebut.
Dimana perubahan struktur ekonomi diharapkan akan meningkat pada angka diatas 5,7 persen. RUU Cipta Lapangan Kerja sendiri terdiri dari 15 Bab dan 174 Pasal. Lalu, RUU ini pun mempertimbangkan kondisi perlambatan ekonomi global dan juga kondisi ketidakpastian.
Dimana dengan adanya perang dagang, ketegangan di Timur Tengah hingga Pandemi Covid-19 yang sedang menyerang Indonesia dan juga dunia ini sangat berpengaruh terhadap ekonomi dunia juga ekonomi Indonesia.
Meskipun begitu, RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini dirancang untuk menciptakan lapangan pekerja yang luas serta merata di Indonesia, yakni salah satnya dengan cara mendorong investasi melalui penyederhanaan dan juga penyelarasan regulasi perizinan.
Pakar Ekonomi, Surya Vandiantara juga menyebutkan bahwa Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dapat membuka peluang investasi. Menurutnya investasi tersebut diperlukan untuk meningkatkam pertumbuhan ekonomi sebuah Negara.