Oleh: Lestari
(Mahasiswa Universitas Nusa Putra Sukabumi)
Inflasi mungkin masih terdengar asing di telinga sebagian dari kita, namun inflasi seringkali terjadi dikehidupan kita tanpa kita sadari. Kita tentu pastinya pernah merasakan harga kebutuhan pokok di pasar melonjak atau naik hingga harga yang tak bisa, apalagi di saat-saat tertentu seperti memasuki bulan Ramadhan, dan saat kondisi alam tidak baik seperti kemarau panjang, mengapa bisa demikian? itulah yang dinamakan inflasi.
Jadi apa yang di maksudkan dengan inflasi?
Dalam ilmu ekonomi inflasi di kenal sebagi suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus berkaitan dengan mekanisme pasar. Tidak berbeda dari pengertian ilmu ekonomi, menurut Bank Indonsia inflasi secara sederhana di artikan kenaikan harga secara umum yang terjadi terus menerus dalam jangka waktu tertentu.
Menurut Badan Pusat Statistika inflasi sebagai kecendrungan naiknya harga pada umumnya yang terjadi terus menerus. Kenaiakn harga ini bukan hanya terjadi pada barang pokok kebutuhan rumah tangga saja, tapi juga pada harga jasa.
Jika kenaikan harga barang dan jasa meningkat maka akan terjadi inflasi di negara tersebut. Dari ketiga pengertian terkain inflasi di atas dapat diartikan inflasi sebagai penurunan nilai uang terhadap niai barang.
Bagaimana cara mengetahui apakah ekonomi kita sedang dalama masa inflasi, selain dari harga barang dan jasa yang kita rasa naik, ada beberapa cara untuk menghitung inflasi. Salah satunya adalah dengan cara menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK).
Cara ini mengukur harga harga rata-rata dari barang yang di beli oleh konsumen. Di Indonesia lembaga yang mengumpulkan data dan perhitungan data IHK adalah Badan Pusat Statistika (BPS) dan lembaga yang menggunakan data BPS adalah Bank Indonesia. Untuk merumuskan kebijakan terkait moneter Bank Indonesia banyak mengunakan data dari BPS.
Lalu bagai mana dengan data inflasi Indonesia saat ini?
Menurut data inflasi pada Desember 2019 tercatat 0,34 persen dan secara keseluruhan tahun lalu 2,72 persen atau terendah dalam 20 tahun terakhir. Dan tahun 2020 diperkirakan masih terkendali di kisaran target Bank Indonsia 2-4 persen.
Direktur departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Muhamad Nur mengatakan infalasi yang berada dalam sasaran target inflasi BI tahun 2019 sebesar 2,5 persen-4,5 persen adalah pencapaian positif.
Mengapa dapat terjadi demikin, karena Bank Indonesia menjaga konsistensi dan kestabilan harga, sementara itu asumsi inflasi APBN 2019 sebesar 3,5 persen, dan pada APBN 2020 di harapakan lebih rendah yakni 3,1 persen.
BI mencatat, inflasi atas Dasar Indeks Harga konsumen (IHK) 2019 tercatat menurun dari 2018 sebesar 3,13 persen. Kondisi ini di pengaruhi oleh inflansi inti yang tetap terjaga pada level rendah 3,02 persen.
Selain itu, permintaan agregat terjaga terkelola dengan semestinya, dan nilai tukar yang bergerak sesuai dengan fundamentalnya, serta juga pengaruh positif harga global yang miniml.
Selain itu juga karena terjaganya pasokan pangan ditengah gangguan cuaca pertengahan tahun lalu inflasi volatile food tetap terkendali pada level 4,30 persen begitu juga dengan inflasi administered prince tercatat rendah hanya sebesar 0,51 persen.
Badan Pusat Statistika (BPS) mencatat inflasi bulan Maret 2020 sebesar 0,10 persen lebih rendah dari inflasi pada bulan Febuari sebesar 0,28 persen. Suhariyanto menatakan dari 90 kota indeks harga konsumen, 43 kota mengalami inflasi dan 47 kota mengalami deflasi.
Inflasi tertinggi terjadi di Lhokseumawe 0,64 persen dan terendah di Surabaya,Surakarta dan Pekanbru sebesar 0,01 persen. Sementara itu kota yang mengalami deflasi tertinggi di Timika -1,91 persen dan deflasi terendah di Tangerang -0,01 persen.
Ada beberapa Kasus inflasi dalam sejarah Indonesia antara lain, Hiperinflasi Indonesia tahun 1959-1965 yang terjadi pada akhir masa Orde Lama, dengan latar belakang ambisi proyek mercusuarnya, Presiden Indonesia Soekarno mencetak rupiah hingga inflasi mencapai 600 persen sehinnga pemerintah pada 13 Desember melakukan pemotongan nilai rupiah dari 1000 rupiah menjadi 1 rupiah.
Krisis atau inflasi yang paling terkenal dan membekas di ingatan adalah krisis pada tahun 1997-1998 saat itu adalah krisis multidimensi yang berasal dari kerisis keuangan dan merambat ke krisis social politik. Hingga terjadi perubahan yang sangat dramatis, saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 13 persen dan menjadikan banyaknya pengangguran.
Saat itu juga banyaknya pegawai bank yang di PHK karena banyak bank yang tutup. Kondisi Indonesia saat itu tidak terkendali karena inflasi yanfg mencapai 70 persen. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sangat tinggi pada kisaran Rp 2.000 – Rp 17.000 dalam beberapa bulan dan perekonomian Indonesia terguncang hebat.
Kejadian tersebut menjadi pengalaman bagi Indonesia, setelah itu Indonesia pun tetap mengalami inflsi namun dapat juga mengatasinya. Adapun beberapa upaya yang dapat dilakukan agara inflasi suatu negara tetap terjaga stabilisasinya.
Cara yang di ambil oleh Bank Indonesia mempertahankan kebijakan moneter yang bersifat pencegahan (pre emptive) dan ahead the curve setelah menaikkan bunga acuan 175bps sejak awal tahun.
Lalu perluasan pengembangan UMKM dengan fokus pada pengendalian inflasi dan penurunan deficit transaksi berjalan, akselerasi pendalaman pasar keuangan terus di dorong untuk mendukung efektivitas kebijakan Bank Indonesia, menempuh juga kebijakan makro prudensial yang akomodatif untuk mendorong intermediasi perbankan dalam pembiayaan ekonomi.