Oleh: Restu Delani
(Mahasiswa Prodi Manajemen Universitas Nusa Putra Sukabumi)
Sejak Coronavirus Disease 2019 atau lebih sering dikenal dengan COVID-19 menjadi wabah di hampir seluruh negara di dunia, persediaan masker, larutan pembunuh kuman, dan alat pelindung lainnya mengalami kelangkaan. Hal ini disebabkan oleh penimbunan yang dilakukan oleh oknum masyarakat dalam rangka mencegah penularan virus tersebut.
Tidak hanya itu, bahan makanan dan sembako juga banyak diborong oleh masyarakat setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya dua WNI positif virus Corona pada 2 Maret lalu. Akibatnya, harga alat kesehatan termasuk masker dan hand sanitizer alami kenaikan yang signifikan hingga berkali-kali lipat.
Penimbunan barang yang dilakukan oleh masyarakat ketika terjadi sesuatu yang dianggap darurat atau gawat dikenal dengan istilah panic buying. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartanti mengatakan, perilaku ini dipicu oleh faktor psikologis terjadi akibat informasi tidak sempurna atau menyeluruh yang diterima oleh masyarakat.
Pada akhirnya, masyarakat menjadi khawatir sehingga timbullah respons berupa belanja secara masif dalam upaya menyelamatkan diri. Dalam ekonomi, terdapat teori permintaan dalam penawaran. Ketika permintaan terhadap suatu barang tinggi karena jumlahnya yang sedikit, penawaran terhadap harga barang juga mengalami kenaikan. Dengan kata lain, harga akan meroket akibat permintaan dari masyarakat yang tinggi disertai dengan barang yang langka. Inilah yang kemudian terjadi akibat panic buying tersebut.
Indonesia menjadi salah satu negara yang sering menerima tamu dari China, baik manusia maupun barang, sehingga tentu jika pemerintah sudah menegaskan akan menghentikan pergerakan apa pun dari China ke Indonesia dan sebaliknya, ekonomi Indonesia sedikit banyak akan terkena getahnya.
Sejak awal, kita sudah terdempak khususnya melalui gejolak di sektor keuangan dan sektor pariwisata, di sektor keuangan, turun drastis dan nilai tukar rupiah mengalami depresiasi. Hal itu disebabkan sentimen negatif yang muncul di tengah kekhawatiran virus Corona. Kekhawatiran dan sentimen negatif itu terbentuk karena diyakini virus Corona akan berdampak negatif menurunkan pertumbuhan ekonomi global.
Salah satu penyebab virus Corona mudah menyebar di Indonesia adalah karena Indonesia merupakan negara dengan sektor pariwisata. Sektor pariwisata merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia dan memiliki kontribusi devisa terbesar kedua di Indonesia setelah devisa hasil ekspor kelapa sawit.
Sektor pariwisata memiliki dampak jangka pendek dan jangka panjang pada perekonomian Indonesia. Dampak jangka pendek dapat di rasakan secara langsung, sedangkan dampak jangka panjang dapat dilihat dengan bertambahnya pendapatan nasional, namun dengan adanya Covid-19 semuanya tidak lagi sama.
Sektor pariwisata yang sekarang mengalami kelesuan sehingga daya beli menurun secara drastis karena berkurangnya pengunjung baik turis lokal maupun turis mancanegara, yang secara otomatis pendapatan devisa yang di hasilkan dari sektor pariwisata semakin menurun.
Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan pemerintah pada 18 Maret 2020, segala kegiatan di dalam dan di luar ruangan di semua sektor yang terkait pariwisata dan ekonomi kreatif ditunda sementara waktu demi mengurangi penyebaran Corona.
Hal ini mengakibatkan sektor pariwisata menjadi lumpuh sementara, sehingga pengangguran semakin bertambah karena pariwisata merupakan salah satu wadah yang memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar tempat wisata maupun masyarakat dari luar.
Contohnya, Aston Bogor Hotel & Resort melakukan penutupan yang dimulai pada tanggal 22 Maret 2020 serta 120 karyawan dipulangkan karena adanya penurunan bisnis yang di akibatkan oleh pandemi dari virus Corona ini.
Bukan hanya sektor pariwisata yang mengalami kelumpuhan sementara, tetapi para karyawan dari jenis perusahaan lainnya ikut merasakan dampak dari pandemi Covid-19. Yang dimana pekerjaan atau kegiatan yang biasanya dilakukan di luar rumah secara langsung sekarang terpaksa harus dilakukan di dalam rumah.
Serta ada banyak pula karyawan yang terancam pemberian hak kerja (PHK) karena banyak pekerjaan yang tidak memungkinkan untuk dikerjakan di rumah, seperti halnya kegiatan produksi yang bergantung pada mesin yang berada di tempat produksi.
PHK ini juga dilakukan karena kurang pembelian dari konsumen dan dibatasinya ekspor ke negara tertentu sehingga akan menghambat ekspor dan mengurangi pendapatan perusahaan, bahkan perusahaan bisa mengalami kerugian.
Adapun penyebab lain dari di PHK para karyawan yaitu karena kelangkaan bahan baku untuk di produksi yang di impor dari negara luar seperti dari negara Tiongkok sehingga akan menghambat kegiatan industri.
Perusahaan yang berhenti beroperasi dari peningkatan jumlah angka pengangguran dapat menghambat dan mengurangi produk domestik bruto (PDB) serta menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.