Oleh: Vini Silviani Mahasiswi
(Mahasiswa Prodi Manajemen Universitas Nusa Putra Sukabumi)
Nilai rupiah saat ini sudah menyentuh angka Rp.16.000, dan menjadi yang terlemah dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Pelemahan rupiah tentu membawa banyak dampak terhadap roda perekonomian di Indonesia.
Nilai tukar rupiah saat ini lebih di dorong oleh psikologis pasar yang terganggu akibat penyeberan virus corona atau Covid-19. Pasar khawatir penyebaran akan semakin meluas dan akan menekan pertumbuhan ekonomi.
Jika pengawasan tidak serius dan kurang cepat, bisa berdampak terhadap psikologis pasar lebih besar untuk menghindari rupiah, jadi rupiah juga bisa melemah lebih dalam lagi. Padahal, pada awal tahun rupiah berhasil mencatatkan kinerja yang baik menjadi mata uang Asia dengan penguatan terbesar melawan dolar AS pada januari.
Bahkan, pada awal tahun rupiah juga berhasil stabil bergerak di kisaran Rp 13.000 per dolar AS. Depresiasi rupiah akan berdampak pada pembayaran utang yang berdominasi dolar AS, baik utang pemerintah maupun swasta.
Selain itu, operasional pelaku usaha yang bergantung pada impor dan jasa luar negeri akan semakin meningkat. Oleh karena itu, rupiah tidak dapat diatasi secepat mungkin akan berbahaya dan potensi rupiah menuju ke level Rp 16.000 per dolar AS pun semakin terbuka lebar.
Rupiah masih berpotensi tertekan karena kekhawatiran penyebaran virus corona atau Covid-19, tetapi AS bisa membantu menahan pelemahan rupiah, karena mampu mengangkat sebagian pelaku pasar.
Saat ini pemerintah AS masih bernegosiasi dengan senat untuk menggelontarkan paket yang lebih besar. Pasar panik akibat corona virus yang menyebar secara global. Diketahui, Covid-19 kini telah menyebar ke lebih dari 100 negara dan telah merenggut lebih dari 8 ribu jiwa. Kondisi itu memicu kepanikan pasar global.
Ibrahim mengungkapkan fundamental ekonomi Indonesia masih kuat menghadapi level nilai tukar rupiah saat ini. Ia menyebut pelemahan tersebut murni akibat kepanikan pasar yang tidak terpengaruh kebijakan penurunan suku bunga bank sentral.
Walaupun rupiah ke Rp 16.000 per dolar AS, fundamental Indonesia masih kuat, ini murni karena panik saja, penurunan suku bunga saat ini kecil pengaruhnya.
Jika bahan baku atau barang yang didapat merupakan impor, makan akan berdampak pada harga jual. Berarti untuk menutup biaya produksi, maka harga jualnya harus naik. Ketika naik, apakah daya beli masyarakat ada? Jika daya beli masyarakat rendah atau bahkan tidak ada, maka barang tersebut tidak laku. Inilah yang akan mempengaruhi pergerakan ekonomi kita, selain itu akan banyak sektor-sektor yang rugi.
Salah satunya sektor yang umumnya menggantungkan bahan baku dari luar negeri, seperti industri manufaktur, sektor farmasi, dan sektor pakan ternak. Dilain sisi, ada pihak yang juga diuntungkan, misalnya industri mebel dan batu bara yang melakukan ekspor ke luar negeri, dan membuat pendapatan mereka meningkat.
Ibrahim menyebut, terdapat dua cara untuk menguatkan kembali mata uang garuda. Cara pertama, adalah penemuan vaksin virus yang dapat membuat pasar global kembali tenang dan tidak panik. Sementara cara kedua, adalah melakukan upaya lainnya untuk meminimalisir kepanikan investor global.
Supaya rupiah tidak anjlok, ya investor jangan panik. Ini susahnya, karena yang panik pasar global. Harus ingat 90 persen saham yang listing di bursa di kuasai asing. Kepanikan global akan berpengaruh di pasar dalam negeri.
Sementara itu, upaya dari bank sentral tidak berdampak meredam kepanikan pasar secara global ataupun domestik. Apabila keadaan Indonesia masih seperti ini, Covid-19 belum segera teratasi saya memprediksikan bahwa nilai rupiah bisa melebihi angka Rp 16.000.
Melihat hal tersebut saya berpesan kepada masyarakat agar tidak melakukan aksi pendapatan atau dugaan yang tidak berdasarkan kenyataan atau tindakan yang bersifat untung-untungan. Seperti panik membeli dan panik penjualan, agar nilai tukar rupiah tidak semakin merosot.