Oleh: Seskia Pietyana Dewi Senewe
(Mahasiswa Prodi Akuntansi Universitas Nusa Putra Sukabumi)
Nilai tukar adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian hari, antara dua mata uang masing-masing negara atau wilayah.
Nilai tukar mata uang atau yang sering disebut dengan kurs adalah harga satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik atau dapat juga dikatakan harga mata uang domestik terhadap mata uang asing.
Sebagai contoh nilai tukar (NT) Rupiah terhadap Dolar Amerika (USD) adalah harga satu dolar Amerika (USD) dalam Rupiah (Rp), atau dapat juga sebaliknya diartikan harga satu Rupiah terhadap satu USD.
Apabila nilai tukar didefinisikan sebagai nilai Rupiah dalam valuta asing dapat diformulasikan sebagai berikut yaitu, IDR/USD sama dengan Rupiah yang diperlukan untuk membeli 1 dolar Amerika (USD).
Salah satu dampak dari melemahnya nilai tukar rupiah yang pertama adalah, Melakukan Impor dan Menggunakan Jasa dari Luar Negeri. Melemah atau menguatnya rupiah tergantung dari kebutuhan dan ketersediaan mata uang itu sendiri.
Seperti contoh, jika orang-orang lebih banyak yang menggunakan dolar ketimbang rupiah, maka sudah pasti nilai tukar rupiah akan melemah. Karena itu, impor barang dan penggunaan jasa dari luar negeri juga dapat menjadi penyebab rupiah melemah. Impor barang yang tinggi juga dapat menyebabkan permintaan Dolar meningkat.
Apabila kita minim melakukan import dan menggunakan jasa dari luar negeri tentu dapat membuat Rupiah lebih stabil. Bahkan bukan tidak mungkin membuat rupiah menguat terhadap nilai tukar terhadap Dolar. Karena itulah, kita harus mengurangi penggunaan produk impor dan menggunakan produk dalam negeri.
Yang kedua, Memiliki Utang yang Berlebihan, selain melakukan import dan penggunaan jasa atau produk luar negeri. Hal lain yang menjadi penyebab rupiah melemah adalah banyaknya utang yang dimiliki oleh negara tersebut.
Saat melakukan pembayaran utang pun biasanya Dolar AS kembali menjadi mata uang yang dipilih dalam pembayarannya. Maka, rupiah yang dikumpulkan untuk melakukan pembayaran utang beserta bunganya tersebut juga akan mempengaruhi ekonomi dalam negeri, karena permintaan dolar pun naik dan rupiah justru melemah.
Namun, melakukan pembayaran utang ini juga bukan perkara mudah. Sebab apabila kita mengatasinya dengan mencetak rupiah lebih banyak, lalu ditukar dengan Dolar untuk membayar utang, maka dapat menyebabkan inflasi karena semakin banyak mata uang tercetak dan beredar dapat membuat inflasi. Cara terbaik untuk mengatasinya adalah melakukan pembayaran secara bertahap.
Yang ketiga, Menguatnya Ekonomi AS. Inilah aspek yang mungkin tidak bisa kita kendalikan. Apabila ekonomi Amerika Serikat sedang kuat maka wajib untuk diwaspadai. Karena menguatnya ekonomi Amerika Serikat, akan berimbas menguatnya nilai Dolar dan dapat menyebabkan rupiah melemah. Jika, ekonomi Indonesia juga sedang kuat dan lebih baik dibanding AS, maka setidaknya kita dapat sedikit menekannya.
Yang keempat, Melemahnya Ekonomi Tiongkok. Negara kita adalah salah satu mitra ekonomi Tiongkok. Tingginya permintaan dari negeri tirai bambu itu terhadap barang-barang dari Indonesia tentu akan membuat penguatan terhadap nilai rupiah.
Namun, situasi tersebut dapat berubah apabila ekonomi dari Tiongkok mengalami penurunan. Tiongkok juga akan menurunkan impor dari negara-negara lain, termasuk Indonesia. Akibatnya, penukaran Yuan ke Rupiah akan menurun. Dari beberapa penyebab yang sudah disebutkan di atas, pelemahan Rupiah juga dapat menimbulkan beberapa dampak seperti, Barang-barang impor yang menjadi mahal.
Berkurangnya minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia, Cadangan devisa yang tergerus karena digunakan untuk kembali menstabilkan Rupiah, Nilai utang luar negeri yang semakin meningkat dan Suku bunga acuan Bank Indonesia naik.
Meski demikian, pemerintah nampaknya belum ambil sikap untuk menstabilkan nilai tukar rupiah yang jeblok. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto di Kantornya, "Semua ikuti mekanisme pasar dulu, kita lihat saja. Itukan Bank Indonesia (BI). Inikan juga terjadi di berbagai negara," ujarnya.
Di sisi lain, Menko Airlangga juga tidak mengungkapkan bagaimana upaya yang seharusnya pemerintah lakukan untuk menekan impor dan meningkatkan produktivitas dalam negeri. Yang pasti, impor bahan baku akan menggeliat, seperti rencana impor Gula yang mencapai 438.802 ton untuk memenuhi supply dalam negeri hingga Juni 2020.
Airlangga juga belum menyebut bakal ada kebijakan fiskal yang dapat menyokong kebijakan moneter saat ini. Sementara itu, BI hari ini sudah memangkas suku bunga acuannya sebanyak 25 basis points (bps) dari 4,75 persen menjadi 4,5 persen.
Kamis hari ini (19/3/2020) kurs rupiah pasar spot ditutup ke level Rp 15.913 per dollar AS atau turun 4,53 persen. Ini semakin dekat dengan posisi rupiah saat krisis moneter tahun 1998 silam. Kala itu, rupiah ada di level Rp 16.650 per dolar AS.
Namun, sehari berikutnya, tepatnya pada 18 Juni 1998, rupiah bangkit dan berada di level Rp 14.500 per dolar AS. menembus level terendah sejak 17 Juni 1998 silam. Tingginya inflasi menyebabkan kenaikan harga. Dengan harga yang semakin tinggi, otomatis nilai tukar rupiah juga terdampak.
Cara mengatasi inflasi untuk menghindari makin melemahnya nilai tukar rupiah yaitu. 1) Kebijakan yang bersifat untuk mengurangi jumlah uang beredar, 2) Tidak mengimpor barang dari negara yang Sedang mengalami inflasi, 3) Menetapkan harga maksimum.