Oleh: Yuditya Kharisma | Bendahara Umum PMII Komisariat STKIP PGRI Sukabumi
Produksi secara keseluruhan terbagi menjadi tiga kelas, antara para pemilik tanah (Sewa), Kaum Kapitalis (Laba) dan Kaum Pekerja (Upah). Ketiga kelas ini tidak bisa dipisahkan.
Jika nilai tukar sebuah produk adalah sama dengan waktu kerja yang dikandungnya, maka nilai tukar satu hari kerja adalah sama dengan Produknya. Atau upah itu mesti sama dengan produk kerja itu, sedangkan kenyataannya adalah yang sebaliknya.
Kesadaran moral massa menyatakan suatu kenyataan ekonomi tidak adil, sebagaimana telah dilakukan perbudakan atau kerja perhambaan. Itu adalah bukti bahwa kenyataan itu sendiri telah lewat masa hidupnya, bahwa fakta ekonomi lainnya telah muncul. Dan oleh karena fakta ekonomi sebelumnya menjadi tidak tertanggungkan dan tidak dapat dipertahankan lagi.
Karena itu, suatu kandungan ekonomikal yang benar sekalipun mungkin tersembunyi dibalik ketidakbenaran ekonomikal formal. Disini bukan tempatnya untuk mempersoalkan secara lebih cermat arti penting mengenai teoriti nilai lebih.
Salah satu dari ketiga kelas itu telah runtuh dan yang ditumbalkan hanya Kaum Pekerja (Upah). Perbedaan kelas menjadi sorotan ketidakadilan.
Nilai jual apa yang diberikan kepada Kaum Pekerja? Ketika kehilangan pekerjaannya, para pemilik tanah (Sewa) dan Kaum Kapitalis (Laba) mereka akan mendapatkan lebih dengan mencari subjek produksi baru. Sedangkan nasib yang diderita Kaum Buruh (Upah) hanya ada dua pilihan, Menahan Lapar atau pulang ke kampung halaman.