Oleh: Rahmi Rahmawati Sayyidah
(Mahasiswa Prodi Manajemen Universitas Nusa Putra Sukabumi)
Pengangguran adalah angkatan kerja yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, sedang menunggu proyek pekerjaan selanjutnya, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak.
Menurut Badan Pusat Statistik angkatan kerja adalah jumlah penduduk yang bekerja dan yang tidak bekerja berumur lebih dari 15 tahun, penentuan umur ini berbeda-beda di tiap negara. Negara Indonesia sendiri mengklasifikasikan umur angkatan kerja dengan batas umur lebih dari 15 tahun.
Pengangguran adalah suatu hal yang tidak dikehendaki, namun suatu penyakit yang terus menjalar di beberapa Negara, dikarenakan banyak faktor – faktor yang mempengaruhinya. Di Indonesia sendiri pengangguran sudah sangat merajalela, bahkan Indonesia menempati peringkat ke-2 dengan jumlah pengangguran tertinggi se-Asia Tenggara.
Mengacu data dari Badan Pusat Statistik (BPS), saat ini jumlah penduduk produktif di Indonesia yang menganggur mencapai angka 5,01 persen.
Angka pengangguran tersebut memang menjadi angka terendah dalam sejarah Indonesia, tetapi tetap menjadi yang tertinggi kedua di Asia Tenggara. Terbukti dari data BPS jika dibandingkan dengan dua negara Asia Tenggara lainnya yaitu Laos dengan 0,60 persen dan Kamboja dengan 0,10 persen, tulis (SPN News) Jakarta.
Indonesia merupakan Negara yang memiliki sumber daya manusia yang banyak, namun sumber daya manusia yang banyak tidak menjamin memiliki sumber daya manusia yang kompeten. Salah satu faktor banyaknya pengangguran adalah sedikitnya angkatan kerja yang berkopeten.Budaya malas juga menjadi salah satu faktor makin meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia.
Dampak dari pengangguran berimbas pada menurunnya tingkat perekenomian Negara. Ditinjau dari segi Ekonomi Pengangguran akan meningkatkan jumlah kemiskinan. Karena banyaknya yang menganggur berdampak rendahnya pendapatan ekonomi mereka.sementara biaya hidup terus berjalan. Ini akan membuat mereka tidak dapat mandiri dalam menghasilkan finansial untuk kebutuhan hidup para pengangguran.
Untuk mengatasi hal tersebut, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo atau Jokowi mengeluarkan kebijakan untuk menurunkan angka kemiskinan yang di sebabkan oleh pengangguran melalui lapangan pekerjaan yang direalisasikannya dengan mengeluarkan kartu baru yang disebut “Kartu Pra Kerja”.
Jokowi mengungkapkan para pemegang kartu tersebut akan diberikan akses untuk mengikuti pelatihan kerja. Jika dalam satu hingga dua tahun setelah mendapatkan kartu Pra Kerja masih belum mendapatkan pekerjaan, maka mereka akan memperoleh gaji atau tunjangan dari pemerintah.
Tidak bisa dipungkiri, kartu prakerja yang menjadi program presiden tersebut mengundang Pro Kontra dari sejumlah pihak. Sejumlah pihak menilai program ini tidak masuk akal dan akan menghabiskan banyak biaya, disisi lain program ini juga dinilai mampu mendorong pemerataan ekonomi.
Di kutip dari Detik Finance direktur Center Of Reform On Economics, Mohammad Faisal menilai program presiden ini tidaklah dibutuhkan para lulusan SMK, Faisal mengatakan bahwa yang dibutuhkan para lulusn SMK adalah lapangan pekerjaan yang bisa diserap, salah satu yang bisa dilakukan pemerintah untuk membuka lapangan kerja adalah dengan membenahi kurikulum pembelajaran di masa SMK. Oleh karena itu program ini dinilai belum efektif untuk menekan angka pengangguran khususnya lulusan SMK.
Wakil ketua DPR Fadli Zon ikut mengkritik program presiden ini, di kutip dari Detik.com Fadli Zon menyebutkan program tersebut sangat politis. Menurutnya kartu pra kerja dinilai memberikan impian kosong.melalui kartu pra kerja pengangguran lulusan SMK akan diberikan gaji yang uangnya akan dibebankan pada APBN. Menurutnya memberikan gaji pada pengangguran bukanlah solusi. Justru solusinyaadalah menciptakan lapangan kerja yang mudah.
Program memberikan Gaji atau tunjanganbagi pengangguran sebenarnya bukanlah kebijakan baru. Karena faktanya, di negara-negara lain di dunia sudah pernah ada yang memberlakukan kebijakan ini dan berjalan dengan sukses.
Pertanyaannya apakah Indonesia akan sukses?
Negara-negara lain memakai kebijakan ini, karena skala jumlah penduduk mereka kecil sedangkan kapasitas keuangan mereka besar. Salah satu negara yang sudah dan masih memberikan tunjangan bagi warganya yang menganggur adalah Finlandia.
Finlandia adalah negara pertama di Eropa yang memberlakukan kebijakan ini. Jumlah penganggurannya hanya 181 ribu, Sementara di Indonesia mencapai 7 juta orang. Pengangguran di negara Finlandia diberi gaji yang lebih besar dari UMR di Jakarta yaitu sebesar 697 Euro atau sekitar 11 juta rupiah perbulan.
Jika dibandingkan dengan Indonesia yang jumlah penganggurannya mencapai 7 juta orang yang tidak bekerja, Angkanya jauh begitu tinggi jika dibandingkan negara yang sudah berhasil memberikan tunjangan untuk para penganggurannya. Sementara anggaran kita masih defisit, terakhir bahkan angkanya lebih dari 40 triliun rupiah. hal ini harus dijadikan dasar apakah kartu pra-kerja ini akan cocok diterapkan di Indonesia atau tidak.
Kartu Pra-Kerja dinilai bukan solusi untuk mengurangi tingkat pengangguran. Yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah terbukanya lapangan pekerjaan yang luas, yang bisa diakses oleh semua kalangan. Bukan sekedar pelatihan dan tunjangan pra kerja yang hanya bisa diakses oleh segelintir orang saja.
Pemerintah harus terus mengkaji seberapa besar angka kesesuaian kartu pra kerja dengan target penurunan angka pengangguran dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Hanif Muhammad meminta pemerintah untuk lebih mengoptimalkan keberadaan Balai Latihan Kerja (BLK), ketimbang harus mengeluarkan kartu pra-kerja yang menelan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) cukup banyak, yakni mencapai Rp10,3 triliun. Sebab, menurut dia, kartu pra-kerja memiliki risiko kegagalan yang lebih banyak dari pada optimalisasi BLK.