Oleh : Defa Afniar
(Mahasiswa Prodi Manajemen Universitas Nusa Putra Sukabumi)
Setelah Virus Covid-19 masuk negara Indonesia, permasalahan ekonomi mulai bermunculan. Khususnya pada nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) yang semakin hari semakin melemah. Penyebab melemahnya rupiah terhadap dollar AS, disebabkan karena adanya aksi jual di bursa saham oleh investor asing dan terjadinya kepanikan global.
Oleh karenanya, kepanikan di masyarakat semakin menjadi karena menyebabkan harga-harga barang kebutuhan menjadi naik, namun tak diimbangi dengan adanya gaji yang cukup dari pemerintah untuk para pegawai. Dengan adanya kasus ini, jumlah pengangguran di Indonesia semakin meningkat karena banyak perusahaan yang mulai menghentikan kegiatannya sementara, sehingga para pegawai tidak bekerja.
Setelah beberapa waktu yang lalu rupiah melemah, kini rupiah semakin menguat, kemarin rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan apresiasi signifikan 1,06 persen di hadapan dolar AS. Meski sempat jadi yang terbaik di Asia, rupiah harus puas finis di urutan ketiga.
Bank Indonesia (BI) mencatat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat ke level Rp 16.100 pada perdagangan. Rupiah menguat tajam yaitu 1,08 persen pada Rabu (1/4/2020) dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Yang lebih istimewa lagi, mayoritas mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS pada hari ini. Hanya rupiah yang menguat tajam dan yen Jepang yang mencatat penguatan moderat.
Penguatan rupiah ini dipicu membaiknya sentimen terhadap risiko pelaku pasar setelah Pemerintah dan Senat AS telah mencapai kata sepakat untuk mengucurkan stimulus jumbo senilai US$ 2 triliun. Stimulus terbesar sepanjang sejarah tersebut digunakan untuk menghentikan pandemi virus corona (COVID-19) dan meminimalisir dampaknya ke perekonomian.
Rupiah hari ini menghijau atau mengalami kenaikan harga terdorong oleh penguatan bursa saham AS. Banyak saham-saham mengalami kenaikan harga dan ini juga menunjukan bahwa kondisi kepanikan global mereda, dan apa yang kita alami dipasar keuangan Indonesia tidak terpisah dari pasar keuangan dunia.
Di pasar Obligasi pemerintah, BI mencatat terjadi juga sejumlah investor asing melakukan pembelian khususnya di pasar sekunder. Outflow mengalami penurunan dan ini menunjukan kondisi ekonomi dipasar keuangan baik pasar valuta asing, pasar saham, maupun pasar obligasi semakin membaik.
Indeks saham AS yang menguat cukup besar kemarin karena optimisme stimulus pemerintah AS sebesar USD 2 triliun untuk meredam dampak negatif wabah Corona terhadap perekonomian AS, bisa memberikan sentimen positif juga ke aset berisiko hari ini, termasuk ke rupiah.
Senat AS sendiri sudah menyetujui proposal stimulus tersebut, tinggal DPR AS yang dikuasai oleh Partai Demokrat yang akan memberikan persetujuan hari ini.
Sementara itu, DPR AS diperkirakan juga akan langsung menyetujui paket stimulus tersebut. Rupiah berpotensi bergerak menguat ke arah 16.000 per dolar AS, dengan potensi resisten di 16.305 per dolar AS hari ini.
Selama tertahan di atas support tersebut, rupiah sebenarnya masih rentang berbalik melemah, menuju rekor tertinggi sepanjang masa Rp 16.800/US$ sampai ke level psikologis Rp 17.00/US$.
Hanya penembusan secara meyakinkan ke bawah US$ 16.200/US$ yang dapat memicu penguatan rupiah lebih lanjut, dalam jangka pendek setidaknya menuju Rp 16.000 sampai Rp 15.900/US$. Dan kondisi ekonomi Indonesia saat ini mungkin masih belum sama seperti sebelum Covid-19 masuk Indonesia, tetapi perlahan pemerintah khususnya Meteri keuangan dan berbagai pihak terkait seperti Bank Indonesia, OJK dan yang lainnya akan melakukan stabilisasi makro ekonomi, stabilisasi sistem keuangan di Indonesia dan tentunya akan menangani dampak negative dari Covid-19 ini.
Dengan hal ini ekonomi di Indonesia memiliki kemungkinan besar untuk bisa kembali pada kondisi ekonomi sebelumnya dan nilai tukar rupiah kembali normal.