Oleh : Aswarini Puspa Arnas, S.Pd
(Mahasiswa Pascasarjana Eotvos Lorand University, Budapest, Hongaria)
USTR atau Kantor perwakilan dagang AS di WTO mengeluarkan Indonesia dari daftar negara berkembang. Update rilis USTR ini dirilis pada 10 Februari 2020 lalu di laman website USTR. Indonesia tidak sendiri, beberapa negara lainnya juga didepak dari daftar negara berkembang, yang artinya USTR menganggap negara-negara tersebut termasuk Indonesia sebagai negara maju.
Sebelumnya Cina menolak dengan tegas dan sangat tidak setuju jika negaranya dikategorikan sebagai negara maju. Ada apa ? Bukankah jika berstatus negara maju adalah hal baik, tentu Cina tidak akan menolak.
Ternyata berubahnya status dari negara berkembang menjadi negara maju juga akan mengubah perlakuan terhadap negara tersebut di WTO atau World Trade Organization.
WTO adalah sebuah organisasi internasional yang menaungi upaya untuk meliberalisasi perdagangan yang dibentuk pada tahun 1995.
WTO yang beranggotangan 164 negara ini memberikan aturan dasar dalam perdagangan internasional, menjadi wadah perundingan konsesi dan komitmen dagang bagi para anggotanya. Mekanisme dalam WTO ini mengikat para anggotanya secara hukum.
Nah, apa saja dampak dari perubahan status tersebut ? Yang pertama, Indonesia berpotensi kehilangan fasilitas subsidi sebagaimana yang diatur dalam WTO termasuk kehilangan insentif GSP (Generalized System of Preferences).
GSP adalah sistem tarif preferensial yang memberikan pengurangan tarif pada berbagai produk pada negara-negara berkembang. Dampak yang kedua yaitu, AS dapat dengan mudah menggelar investigasi terkait praktik perdagangan. More and more intervene.
Sebenarnya, apa standar sebuah negara disebut negara maju? Jika merujuk ke alasan USTR, Indonesia layak menjadi negara maju karena kontribusi ekspornya terhadap global sudah diatas 0.5% tepatnya sudah 0.9