Oleh : Rozak Daud
Ketua DPC Serikat Petani Indonesia (SPI) Sukabumi
Pemerintah cuek disaat petani di kriminalisasi pada awal bulan Maret ini, dua kejadian kriminalisasi petani oleh perusahaan perkebunan BUMN dan swasta, yaitu PTPN VIII goalpara Kecamatan Purabaya dan PT. Tutu Kekal Miramontana Kecamatan Purabaya.
Perbuatannya sama, yaitu merusak dan mencabut tanaman milik petani penggarap. Kejadian ini menambah panjang catatan kriminalisasi petani di awal Tahun 2020, hal ini menunjukan bahwa Kabupaten Sukabumi sedang tidak ramah perjuangan reforma agraria, sebab dinginnya respon dan upaya pemerintah sebagai perwakilan negara untuk hadir dalam menyelesaikan persoalan petani.
Petani bertumpangsari itu sebagai sumber kehidupan keluarga secara turun temurun, sementara perusahaan perkebunan itu dalam rangka investasi mencari keuntungan. Alih-alih membuka lapangan pekerjaan, nyatanya masyarakat dipekerjakan tidak manusiawi dari sisi upah dan hak-hak sebagai karyawan tidak terpenuhi, karena hanya sebagai buruh harian lepas.
Kita mendesak pemerintah harus cepat respon, karena masalah konflik tanah itu berkaitan dengan hajat hidup manusia. Sebab kalau dibiarkan maka akan menjadi konflik sosial. Dan selama ini pemerintah selalu tumpul kepada perusahaan yang mengabaikan kewajiban, tetapi reaktif ketika petani dianggap salah oleh perusahaan, petani selalu berada diposisi terabaikan.
Konflik itu terjadi karena pemerintah tidak hadir untuk memberikan kepastian hak atas tanah kepada petani sebagai sumber utama kehidupan. Hal yang mendesak saat ini perlu ada evaluasi kerja Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Kabupaten Sukabumi, jangan hanya sekedar dibentuk untuk menggugurkan amanat Perpres 86 Tahun 2018 saja, tidak pernah melaksanakan tugas utamanya yaitu penataan, pemetaan untuk memberikan usulan dan merekomendasikan tanah-tanah sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Coba minta saja satu lokasi TORA yang sudah diusulkan dalam satu tahun usia GTRA? kan belum ada, kalaupun eks HGU PT. Sugih Mukti Warungkiara, itu proses yang sudah lama finalisasi saja, bahkan jadi berkurang dari usulan awal rekomendasi awal tahun 2014 dari 420 HA berkurang menjadi 320 HA.