Oleh: Hersubeno Arief
(Pengamat Politik)
Pengumuman kabinet Jokowi Jilid II mengirim satu pesan penting : Jokowi bukan lagi petugas partai, seperti pernah dinisbahkan oleh Ketua Umum PDIP Megawati.
Jokowi telah menjadi Presiden yang “mandiri.” Tidak mau didekte oleh partai, maupun ormas pengusungnya.
Dia menyusun kabinet berdasarkan kepentingan taktis dan strategis politiknya. Tentu tetap mengakomodasi kepentingan partai pendukung, dan akuisisi terhadap lawan politik. Pesan tegas itu sangat terlihat bila kita mencermati komposisi kabinet yang baru saja diumumkan Jokowi, Rabu (23/10).
Pertama, Jokowi memperkokoh posisinya sebagai Presiden dengan ditopang oleh dua kekuatan utamanya: Geng Luhut Binsar Panjaitan dan profesional dengan pilar utama geng alumni Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebelum pembentukan kabinet banyak rumor dan spekulasi yang menyebutkan kemungkinan Luhut, tangan kanan Jokowi tidak akan masuk kabinet. Megawati tidak menyukainya.
Spekulasi kian kencang seiring menguatnya peran Kepala BIN Budi Gunawan. Dia berhasil mempertemukan Prabowo dengan Jokowi, dan kemudian dengan Megawati. Alih-alih tergusur, Luhut tetap menduduki posisi lamanya sebagai Menko Maritim. Perannya kian besar karena ditambahi bidang investasi.
Dengan peran baru itu posisi Luhut akan menjadi semakin kuat dan penting. Apalagi dikaitkan dengan kian besarnya investasi Cina yang masuk ke Indonesia. Bersama Luhut masuk juga seorang sekondan lamanya Jenderal (TNI) Fahrul Razi sebagai Menteri Agama.
Pria Aceh ini satu angkatan dengan Luhut di Akabri 1970. Dalam dua kali pilpres, aktif sebagai ketua tim Bravo-5, tim pemenangan Jokowi yang dibentuk Luhut. Fahrul juga menjadi salah satu petinggi perusahaan milik Luhut PT Toba Sejahtera.
Pilar lain pendukung Jokowi adalah para profesional. Erick Tohir yang menggantikan Rini M Soemarno sebagai Menteri BUMN. Kepala KSP Moeldoko, Menkop/UKM Teten Masduki, Menteri Investasi/BKPM Bahlil Lahadalia, Mendikbud/Dikti Nadiem Makarim, Menkes Mayjen TNI Dr Terawan AP, Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro, Menteri Pariwisata Wisnuthama.
Masuk dalam barisan ini adalah mantan Kapolri Tito Karnavian yang ditunjuk sebagai Mendagri. Tito pantas menduduki posisi sangat penting dan berpengaruh itu. Di bawah komandonya Polri punya andil besar dalam kemenangan Jokowi.
Sementara sejumlah nama profesional yang masuk dalam geng alumni UGM adalah Menteri PUPR Basoeki Hadimulyono, Menhub Budi Karya Sumadi, Menlu Retno LP Marsudi, dan Mensesneg Pratikno. Dalam barisan ini juga bisa ditambahkan nama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Kedua, benar PDIP menjadi partai terbanyak mendapatkan kursi di kabinet seperti diinginkan Megawati. 5 kursi. Namun beberapa diantaranya tidak cukup prestisius.
Pramono Anung dan Yasona Laoly tetap dalam posisi semula sebagai Mensekab dan Menkumham. Dua wajah baru Juliari P Batubara sebagai Mensos, IG Ayu Bintang Darmawati sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak.
Sementara Mantan Mendagri Tjahjo Kumolo posisinya terdowngrade jauh. Dia hanya menjadi Menpan. Sebuah kementrian yang anggaran tahunannya kalah jauh dibanding dengan satu direktorat jenderal di Kemendagri.
Anggaran Kemenpan tahun 2020 yang disetujui DPR hanya sebesar Rp 304, 310 miliar. PDIP masih dapat tambahan “satu pos baru” tapi secara tidak langsung. Jaksa Agung ST Baharuddin adalah adik kandung politisi PDIP TB Hasanuddin yang semula disebut-sebut disiapkan sebagai Menhan.
Nama Kepala BIN Budi Gunawan yang semula diperkirakan akan menjadi orang kuat baru secara mengejutkan tidak muncul di kabinet. Kemungkinan dia tetap di pos semula. Tetap bermain di belakang layar.
Dengan komposisi ini PDIP tidak menempati satu pun pos triumvirat (Menhan, Menlu, dan Mendagri). Ketiga pos ini menjadi sangat penting manakala terjadi kekosongan kekuasaan.
Ketiga, Jokowi memberikan pos Menteri Pertahanan kepada Prabowo, namun menolak memberikan pos Menteri Pertanian kepada Waketum Gerindra Edhie Prabowo. Pos tersebut diberikan kepada Syahrul Yasin Limpo dari Nasdem. Edhie dipindahkan menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan.
Jauh-jauh hari Gerindra memberi syarat hanya akan bergabung ke dalam kabinet bila mendapatkan pos di bidang pertahanan dan ketahanan pangan. Bila tidak, lebih baik di luar kabinet. Dengan hanya dua pos menteri, maka akuisisi politik terhadap Prabowo biayanya sangat murah.
Keempat, Jokowi bisa tetap memaksa Nasdem dalam kabinet dengan kompensasi Menteri Pertanian yang semula diincar Gerindra. Nasdem juga mendapat jatah dua menteri lainnya, yakni Menkominfo Johny G Plate dan Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya.
Bandingkan dengan posisi Nasdem sebelumnya. Mendapat jatah Jaksa Agung dan Menteri Perdagangan. Dua posisi sangat strategis yang disebut-sebut ikut menjadi penentu naiknya perolehan suara Nasdem pada Pemilu 2019. Sebelumnya Nasdem juga pernah mendapat pos sebagai Menteri Agraria.
Kelima, Jokowi berani melanggar pakem baku yang selama ini disediakan untuk dua ormas terbesar NU dan Muhammadiyah. Pos Kemenag yang biasanya menjadi jatah NU diberikan ke seorang jenderal. Pos Mendikbud yang secara tradisional menjadi jatah Muhammadiyah diberikan ke bos Gojeg.
Representasi NU cukup diwakili oleh PKB yang mendapat jatah tiga menteri: Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Menaker Ida Fauziah, dan Menteri Desa Abdul Halim Iskandar.
Nama-nama tokoh NU seperti Yenny Wahid, Ketua Umum GP Anshor Yaqut Cholil Qoumas, dan Ipang Wahid tidak masuk kabinet. Padahal mereka ikut berkeringat. Pasang badan bela Jokowi.
Ketua PB NU Said Agil Siradj juga sudah menyatakan siap menyetorkan sejumlah nama. Mungkin termasuk namanya sendiri. Sementara Muhammadiyah hanya kebagian satu pos, yakni Menko PMK Muhajir Effendy. Posisi tinggi tapi tanpa portofolio.
Keenam, beberapa partai pendukung Jokowi yang tidak lolos parlemen gigit jari. Hanura, PSI, Perindo, PKPI, dan PBB Yusril tidak mendapat jatah.
Termasuk dalam posisi ini Partai Demokrat dan PAN. Mereka tidak diajak masuk dalam kabinet. Kemungkinan kalau beruntung mereka akan mendapat jatah wakil menteri, kepala badan, atau jabatan-jabatan lain di luar kabinet.
Dari komposisi tersebut Jokowi sudah menunjukkan posisinya. Para partai pendukung --termasuk PDIP-- boleh mengusulkan nama. Jadi tidaknya yang menentukan Jokowi dan orang dekat dalam lingkar kekuasaannya.
Apakah mereka puas dan bisa menerima pembagian jatah di kabinet itu? Waktu yang akan berbicara. Satu pesan penting yang perlu diingat. Yang sudah masuk kabinet, jangan terlalu gembira. Yang belum masuk jangan terlalu sedih berlebihan. Apalagi sampai memaki-maki.
Toh masih ada reshufle kabinet. Banyak berdoa saja. end