Oleh : Damar Rizki
(Pemuda Sukabumi)
Persoalan buruh adalah hal yang sangat pelik, kenapa demikian? Karena lembaga yang berwenang untuk hal ini sama - sama baru "melek" dari tidur panjangnya. Minggu lalu kita telah di berikan kejutan oleh seorang pencari kerja yang bernama Yun yang suratnya tengah viral di berbagai lini massa sosial media dan media online. Pencari kerja tersebut begitu sulit bersaing dengan pekerja yang memiliki kekuatan orang dalam.
“BAPAK PRESIDEN, DI SUKABUMI MEMANG TIDAK ADA ASAP. TAPI MATA KAMI PERIH KETIKA MELIHAT MEREKA DITERIMA KERJA KARENA PUNYA ORANG DALAM"
Begitulah kutipan dari pejuang loker tersebut.
Kemarin postingan yang tengah viral tersebut mendapatkan respon dari pihak Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi dan Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi. Para pejabat yang berwenang ini sangat progresif dan responsif dalam menyampaikan suatu idenya. (Namun sayangnya setelah viral).
Misalnya Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengetahui bahwa pungli dalam perekrutan tenaga kerja sudah menjadi rahasia umum, ini seperti paradoksal bagi saya (pembiaran pelanggaran hukum). Karena kalaupun Disnakertrans sudah mengetahui akan hal itu, kenapa harus dibiarkan dan tidak langsung ditindak.
Dan itupun harus menunggu adanya laporan terlebih dahulu, lantas kalau seperti ini fungsi dari monitoring “Cacat” alias tidak inisiatif dalam melakukan tindakan preventif. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi diberi kewenangan untuk mengawasi atau memonitoring secara penuh.
Masalah ada atau tidak adanya laporan itu merupakan masalah normatif, yang penting Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi sudah melaksanakan tugasnya secara optimal. Disatu sisi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi pun saya apresiasi dengan peluncuran aplikasi Ayo Kita Kerja dan suatu pelayanan berbasis online/daring, namun apakah aplikasi ini hanya sebagai Lips Service saja, artinya kenyataannya tidak sesuai ekspetasi pekerja.
Semoga dengan adanya aplikasi tersebut dapat menjawab persoalan pekerja. Mengenai masalah pemasangan banner/baliho yang besar di depan perusahaan pun (memuat pengumuman tidak adanya pungli terhadap pekerja) saya akui itu hal yang bagus untuk dilaksanakan serta harus ada legal standingnya juga untuk hal itu.
Walaupun Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi tidak diberi hak eksekutor dalam ketenagakerjaan ini setidaknya masih bisa duduk bersama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk menjawab persoalan pekerja ini. Bila perlu khusus untuk masalah ketenagakerjaan di kabupaten sukabumi ini diterbitkan suatu produk hukum lokal. Urgensinya adalah untuk memastikan mengenai sistem pengawasan perekrutan oleh perusahaan dan perlindungan yang optimal bagi Pekerja.
Walaupun mengenai perlindunan pekerja sudah diatur secara eksplisit oleh UU Ketenagakerjaan No 13/2003 tidak ada salahnya juga Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Sukabumi membuat regulasi lokal yang tentunya harus sesuai dengan hierarki Peraturan Perundang - undangan yang ada. Karena masalah ketenagakerjaan di kabupaten sukabumi bukan hanya masalah perekrutan saja, melainkan perhatian hak - hak pekerja oleh perusahaan.
Seperti halnya salah satu contoh mengenai status dari Pekerja, banyak para pekerja yang tidak mengetahui statusnya sebagai pekerja. ntah itu PKWT/Kontrak dan PKWTT/Tetap bahkan tentang status Pekerja Harian Lepas yang harusnya memiliki batas waktu menurut Kepmenakertrans nomor 100/2004. Yang menjadi persoalan disini yakni adalah ketidaktahuan pekerja tentang hak - hak yang mereka dapatkan.
Karena para pekerja ini, yang ia ketahui hanya menerima upah dan bekerja tentu ini akan menjadi persoalan yang baru bagi pekerja karena sering mengalami dicurangi oleh perusahaan. Resikonya yakni mereka (pekerja) “teriak”, hilang sudah mata pencaharian mereka ini. Tentu ini harus menjadi fokus yang sangat krusial juga bagi pemangku kebijakan.
Memang harus ada pula suatu wadah untuk mereka (pekerja) yang ingin menyampaikan keluh kesahnya tanpa ada rasa takut atau intimidasi dari pihak lain dan ini tugas Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Sukabumi untuk memberikan suatu pemahaman tentang hak hak Pekerja yang dimiliki, disisi lain perlu adanya public education terhadap pekerja artinya bukan hanya persoalan skill atau keahliah pekerja saja yang diasah namun intelektual mereka pun perlu diberi pemahaman tentang hak hak yang mereka miliki.
Sudah seharusnya kedua lembaga ini saling bersinergi, jangan hanya masalah materiilnya saja yang difokuskan seperti pelatihan pekerja dan lain lain, tapi masalah formilnya pun harus berjalan juga, dari aspek hukum yang harusnya ditegakan dan perlu perhatian lebih juga agar 3D ini tidak terhegemoni di kabupaten sukabumi. Catatan terakhir yang saya sampaikan yakni, Apakah berani Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan DPRD Kabupaten Sukabumi melakukan Sidak ke berbagai Perusahaan yang berada dalam "yurisdiksi" kabupaten Sukabumi ??? tentu sidaknya bukan hanya sebatas pencitraan saja ya!