Oleh: Dr. H. Mulyawan Safwandy Nugraha, M.Ag.,M.Pd.
Direktur Research and Literacy Institute (RLI) Perkumpulan Peneliti dan Pegiat Literasi
Jelang HUT RI ke-74 tahun 2019 ini, pemerintah mengusung tema: SDM Unggul, Indonesia Maju. Saya kok tertarik sekali membahas tema ini untuk artikel saya selanjutnya. Sepertinya, ada sebuah keinginan besar pemerintah untuk lebih mengedepankan SDM sebagai instrument kemajuan bangsa ini.
Investasi pada manusia adalah investasi yang mahal. Namun return (balikan)-nya pun tidak kecil. Itulah sebabnya, mewujudkan SDM yang unggul akan mengantarkan pada kemajuan bangsa Indonesia ke depannya.
Salah satu potensi SDM unggul yang dimiliki negeri ini adalah ASN atau Aparatur Sipil Negara. Dulu dikenal dengan istilah PNS atau Pegawai Negeri Sipil. Apakah mungkin ASN bisa berkembang dan unggul seiring dengan maraknya stigma negatif yang dilekatkan kepada jabatan seorang ASN?
ASN: Zaman old vs Zaman Now
Menjadi Aparatur Sipil Negara/ASN (atau sebutan popular dahulu PNS/Pegawai Negeri harus disyukuri. Saya ingat betul ketika Ayah mertua saya bercerita, bahwa pada sekitar era tahun 1960-1980-an, menjadi ASN atau PNS bukanlah sebuah profesi yang membanggakan. Apalagi jika yang dilihat adalah penghasilannya yang jauh dari kata “cukup”, atau “besar”. Hal tersebut jika dibandingkan dengan penghasilan profesi karyawan di perusahaan swasta.
Salah satu Sahabat saya yang masih aktif bertugas (mungkin 5 tahun lagi memasuki masa pensiun) bercerita, bahwa dirinya saat itu masih di PGA (Pendidikan Guru Agama) kelas 3, belum selesai sekolahnya, ijazah belum di tangan, tapi SK PNS sudah ada di rumah. Wuihhh.. saya sampai tertegun. Begitu ya kondisi menjadi ASN di masa lalu.
Di masa lalu, Kinerja seorang ASN berbeda dengan ASN dulu. Banyak menilai jika ASN dulu lebih bebas melanggar peraturan dibandingan dengan sekarang. Misalnya dari hal kecil, seperti datang terlambat, pulang belum waktunya, bolos kerja, jalan-jalan saat jam kerja dan masih banyak lagi. Hal tersebut dikarenakan dari pihak lembaga yang lemah akan kebijakan peraturan. Sehingga, citra ASN di mata masyarakat menjadi jelek atas sikapnya.
Dulu menjadi ASN merupakan sebuah kebanggaan tersendiri karena walau gaji kecil tapi penghormatan besar sekaligus ditakuti. Menjadi ASN berarti memiliki privilege tersendiri dan dapat menikmati fasilitas negara yang tidak dimiliki pekerja lain di sektor swasta. Jadi ASN juga merupakan jaminan masa depan cerah, sekaligus kenyamanan hidup karena susah dipecat dan dapat pensiun hingga setelah meninggal dunia
Saat ini, keadaannya sudah berbeda. Seratus delapan puluh derajat berbeda. Sekarang zamannya sudah berubah. Jika masih ditemukan ASN dengan pola pikir atau paradigma lama, maka tinggal siap-siap saja tersisisih dan terpinggirkan di tengah hiruk pikuk perubahan paradigma itu sendiri.
Walaupun animo masyarakat yang ingin jadi ASN semakin tinggi, namun bukan berarti suasananya masih seenak zaman dulu. Sekarang apa-apa yang dilakukan ASN selalu menjadi sorotan masyarakat. Telat masuk kerja sedikit langsung kena sidak dan diberitakan pula di koran. Ibu-ibu ASN yang kebetulan mampir ke pasar tiba-tiba disorot karena dianggap bolos kerja. Padahal para pekerja swasta juga ada yang berlaku sama, tapi tidak ada media yang menyorotnya. ASN sekarang juga tidak bisa lagi seenaknya bolos seperti dulu, karena absensi semakin ketat dan terpantau secara online. ASN akan dikenakan sanksi kalau enggak masuk berturut-turut atau 46 kali enggak masuk dalam setahun. ASN sekarang kedisiplinannya ditingkatkan, dulu ASN tidak bisa dipecat, sekarang bisa dipecat,
Zaman dulu orang berebut jadi pimpro karena menjadi lahan basah, sekarang orang berebut menghindar karena takut digelandang ke meja hijau. Dulu ASN harus kelihatan kaya dan terpandang di lingkungannya, sekarang lebih baik tampil sesederhana mungkin daripada jadi gosip di lingkungan masyarakat. Padahal penghasilan ASN sekarang jauh lebih besar dan resmi daripada zaman dulu.
ASN zaman now tidak bisa lagi berleha-leha seperti seniornya dulu. Semboyan: kerja, kerja, kerja membuat ASN harus siap bekerja tanpa jam kerja, 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, bahkan saat liburanpun tidak boleh mengambil cuti. Setiap mata akan memandang perilaku ASN, dan bila ketahuan menyimpang, misal menjadi pelakor atau menggunakan narkoba pasti akan menjadi sorotan media. Tak ada lagi ruang untuk sembunyi, semua sudah terang benderang dan mudah untuk dilacak di era digital ini.
ASN sudah seharusnya meningkatkan keunggulan pribadinya dengan meningkatkan kompetensi dalam bidangnya masing-masing. Hal tersebut merupakan ungkapan rasa syukur bahwa takdir seseorang menjadi ASN tidak semua orang bisa dapatkan.
Namun jangan lupa, kenikmatan apapun, termasuk menjadi ASN atau kemerdekaan RI sekalipun harus disyukuri dengan dengan sebaik-baiknya dengan terus melakukan peluasan social expediencies dan perbaikan kinerja secara berkesinambungan. Harus teradi perubahan dalam mindset seorang aASN bahwa menjadi ASN hakikatnya menjadi pelayan masyarakat.
ASN harus muncul menjadi SDM yang handal dan unggul, dapat diandalkan dan selalu mencoba berinovasi melakukan perbaikan dalam hal pelayanan sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Saat ini, sulit ditemukan ASN yang tidak memiliki kapasitas, kapabilitas, dan kompetensi. Hadirnya ASN-ASN baru yang direkrut dengan berbagai tahapan prosedur yang cukup panjang dan seleksi yang ketat, diharapkan melahirkan optimism bahwa ASN yang nantinya akan mengisi jabatan-jabatan strategis di negeri ini memiliki integritas dan komitmen terhadap pelayanan pada masyarakat secara sungguh-sungguh.
Bangsa ini membutuhkan sosok ASN yang memiliki kemapuan yang mumpuni, attitude yang baik, berkarakter, memiliki inovasi dan selalu berupaya untuk berinovasi. ASN memiliki seluruh perangkat untuk bisa meningkatkan kemampuan dirinya. Bisa melalui diklat, studi lanjut, pengembangan kompetensi secara berkelanjutan melalui uji kinerja dan lain sebagainya.
Penutup
Kado terindah dan berkesan, sesuai dengan tema di ulang tahun RI ke-74 yang bertepatan pada 17 Agutus 2019 ini adalah menjadi ASN yang penuh dengan dedikasi, kompetensi, berintegritas, dan mau bekerja dengan sepenuh hati dalam rangka mengabdi pada Allah SWT, tanah air dan masyarakat.
Semoga.