Oleh: R. E. Febrianti, S. AP
Pembina Komunitas Akhwat Peduli, Mabdai & Cerdas (Khimar) IPB
Akhir-akhir ini, ramai diperbincangkan mengenai protes warga masyarakat Desa Pada Beunghar, Kecamatan Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi. Mereka menunjukan kekesalannya dengan memasang bendera kuning, membuat sebuah kuburan dan membakar ban di tengah jalan yang rusak. Luapan kekesalan ini, akibat jalan di desanya rusak dan tak kunjung diperbaiki. Kondisinya dipenuhi lubang dan begelombang. Hal ini disebabkan oleh banykanya kendaraan pabrik yang bermuatan diluar kapasitas. Sehingga jalan tidak mampu menahan beban.
Dalam waktu yang beriringan, Sekda Kabupaten Sukabumi membahas tentang usulan PT Sarana Marga Semesta yang menggagas dibangunnya konektivitas jalan, yakni jalan tol Cibadak-Pelabuhanratu. Hal itu tentu disambut baik oleh pihak pemerintah, karena dirasa akan mempercepat pembangunan daerah berbasis kawasan dan menarik investor untuk pengembangan Geopark Ciletuh.
Melihat dua fakta di atas, dapat kita cermati. Pertama kepentingan yang mendominasi. Kedua, keberpihakan pemangku jabatan. Jalanan rusak di Desa Pada Beunghar, sudah dibiarkan selama lima tahun. Aksi potes wargapun bukan hal yang pertama dilakukan. Waga desa sangat mengharapkan follow up dari pemerintah ataupun CSR pabrik yang seharusnya bertanggung jawab atas rusaknya jalan akibat kendaraan yang mengangkut produknya.
Jalan raya dilihat dari faktanya, dalam Islam adalah bagian dari harta milik umum, dimana semua anggota masyarakat berkepentingan atasnya, sehingga memang tidak layak dimiliki oleh individu atau sekelompok orang. Dengan demikian, asal pembentukannya juga terlarang diserahkan kepada pihak swasta. Namun ketika pembangunannya diserahkan kepada pihak swasta atau bahkan pihak asing, maka masyarakat kehilangan kebebasan atas penggunaan jalan tersebut. Para investor dengan leluasa menentukan kebijakan pembangunan jalan sesuai dengan kepentingannya.
Dari fenomena di atas, semestinya pemeintah bercermin kepada sikap Khalifah Umar bin Khattab yang pernah berkata bahwa jikalau ada kondisi jalan di daerah Irak yang rusak karena penanganan pembangunan yang tidak tepat kemudian ada seekor keledai yang terperosok kedalamnya, maka ia (Umar) bertanggung jawab karenanya.
Terlihat sekali, bahwasanya Umar bin Khattab sangat memerhatikan kebutuhan umat hingga dalam lingkup yang terkecil sekalipun. Jika keselamatan hewan saja sangat diperhatikan, apalagi keselamatan manusia.
Dengan SDA yang berlimpah, tentu ironi jika melihat kondisi ini. Dalam Islam, kepemimpinan itu amanah, tidak saja menyangkut siapa orangnya tapi juga dengan apa ia akan memimpin. Karena setiap diri adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya.
Dari Nabi Shallallahu alaihi wassalam bahwa beliau bersabda: Ketahuilah! Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin. Andai saja Pemerintah saat ini tau, betapa beratnya hisab di akhirat atas amanah kepemimpinannya, niscaya tidak akan ada fenomena jalan rusak yang telah dibiarkan bertahun-tahun. Wallahu alam bi shawwab.