oleh : Irwan Kurniawan
(Mantan Jurnalis)
Sebagai seorang mantan jurnalis, sudah barang tentu saya terbiasa bermain dengan pilihan diksi corak kalimat dan ragam kata yang dinilai menarik untuk mengharfiahkan isi buah pikir dalam setiap tulisan termasuk tulisan celotehan-celotehan saran dan kritikan di postingan akun medsos yang saya miliki.
Tetapi, kebiasaan saya bermain diksi kalimat yang dipilih, rupa-rupanya dalam beberapa hari terakhir ini memaksa saya sedikit agak terpaksa tapi harus banyak ikhlas, menjelaskan kepada pihak-pihak tertentu perihal kalimat Jajan-jajan yang saya tulis lalu saya posting pada Jumat 5 Juli 2019 sekira pukul 20.35 WIB lalu di beranda akun medsos facebook saya (Irwan Kurniawan).
Tahap rasa ikhlas saya untuk menjelaskan maksud atau tujuan diksi Jajan-jajan mulai naik manakala saya pada hari yang sama di tanggal berbeda atau tepatnya di Jumat, 12 Juli 2019, saya menerima surat panggilan dari Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Sukabumi.
Salah satu isi rujukan pihak Satreskrim Polres Sukabumi dalam melayangkan surat panggilan kepada saya salah satunya antara lain berdasar pada Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang nomor 11 tahun 2008 atau UU ITE adalah UU yang mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik.
Perihal dalam surat panggilan dari Satreskrim Polres Sukabumi itu, saya dimintai klarifikasi soal postingan Jumat 5 Juli 2019 tersebut, yakni postingan "Didoakeun sing salamet di perjalanan ka Australia na. Uwih deui bari hasil nu dimaksud sanes sakadar "Jajan-jajan"."
Tepat sesuai jadwal di surat panggilan pada hari Senin 15 Juli 2019 pukul 10.00 WIB saya ditemani sejumlah rekan yang bersimpati kepada saya memenuhi panggilan.
Di ruang unit 2 Satreskrim Polres Sukabumi, kurang lebih selama dua jam kurang sedikit saja, saya menjalani introgasi dari penyidik Satreskrim Polres Sukabumi.
Ada 20 pertanyaan yang dicecar penyidik kepada saya sekaitan postingan tersebut. Dari 20 pertanyaan itu ada dua hingga tiga pertanyaan yang saya anggap menarik untuk dijawab.
Pertama, kalau tidak salah karena saya sedikit lupa sesuai Berita Acara Perkara (BAP) yaitu pertanyaan soal ke siapa postingan itu ditujukan. Saya jawab postingan itu ditujukan kepada Bupati Sukabumi.
Kedua, soal apa maksud atau tujuan penggalan kalimat sanes Sakadar (bukan sekedar) Jajan-jajan yang dibubuhi juga dengan tanda kutip pada kalimat Jajan-jajannya.
Dan, yang ketiga adalah pertanyaan dari penyidik yang saya rasa agak secuil mengingatkan memori saya tentang perjalanan hubungan emosional saya dengan sosok pejabat yang saya sebutkan saat proses introgasi itu.
Untuk pertanyaan itu, saya jawab pernah ada hubungan emosional, puncaknya pada perhelatan Pilkada 2015 lalu. Selebihnya merupakan pertanyaan-pertanyaan biasa seperti pertanyaan buat apa dan digunakan untuk apa fasilitas medsos facebook yang saya miliki selama ini.
Dengan enteng sayapun menjawab kalau persentase medsos facebook saya manfaatkan untuk mencari teman, menghimpun kembali pertemanan dengan teman masa kecil masa sekolah sampai teman masa kuliah, sarana publikasi keceriaan dengan keluarga, termasuk medsos facebook saya fungsikan pula untuk menjadi sarana menyampaikan aspirasi, saran dan kritik terhadap kinerja pemerintah terutama pejabat pemerintah daerah yang ada.
Tak bisa dipungkiri, suasana separuh tegang setengah santai saya rasakan saat proses introgasi. Tetapi secara garis besar, perlakuan dan pelayanan pihak penyidik kepada saya saat introgasi cukup berkesan. Senyum ramah dari penyidik dan segelas kopi hitam disuguhkan kepada "tamu istimewa"nya ini. Sesekali sayapun meminta izin untuk membakar batang rokok yang saya bawa karena saya mengaku masih belum bisa pensiun alias masih setia jadi penikmat candu rokok, dan alangkah bahagianya karena penyidikpun mempersilahkan.
Dihadapan penyidik dan tentu disaksikan oleh dzat yang maha mengetahui hati dan pikiran saya, Allah SWT. Saya jawab serta jelaskan jika diksi Jajan-jajan yang saya tafsirkan saya harfiahkan, perspektifkan atau bila memakai metode interpretasikan, saya artikan diksi Jajan-jajan yang saya pilih ketika menulis dalam postingan itu tidak lain adalah apabila seorang atau rombongan pejabat manapun melakukan kunjungan dinas apalagi kunjungan dinas ke mancanegara, tentu harus menghasilkan sesuatu untuk perkembangan dan kemajuan daerahnya.
Atau dalam arti makna yang lain, perspektif saya tentang kalimat Jajan-jajan yang saya pilih ialah sinonim dari kata Jalan-jalan. Jelasnya bukan sekadar Jalan-jalan tapi harus bisa menghasilkan bukan sekadar belanja-belanja cendramata atau pula menikmati keindahan alam di negeri berjuluk negari Kangguru tersebut.
Nyatanya, tafsir harfiah saya dengan kalimat Jajan-jajan, secara tidak langsung buktinya sudah dijawab Bupati Sukabumi Marwan Hamami.
"Waktunya sangat padat, tidak ada waktu neangan oleh-oleh, neangannana oge hese (mencari oleh-oleh, mencarinya saja susah), dari pagi sampai sore," demikian kata Bupati Marwan Hamami seperti dikutip di detiknews.com, Selasa 16 Juli 2019.
Dari respon Bupati Marwan Hamami soal postingan saya itu bisa diambil benang merahnya. Di mana Bupati Marwan Hamami sendiri menjawab kalau diksi Jajan-jajan sebagaimana yang saya tulis saya posting, bisa saya atau kita yang berpikir positif diartikan sendiri oleh yang bersangkutan sebagai makna Jajan-jajan atau belanja-belanja oleh-oleh cendramata, pernak-pernik atau aksesoris asal Australia. Persoalan sebenarnya sudah selesai karena sudah dijawab langsung Bupati Sukabumi Marwan Hamami.
Namun, permasalahannya muncul lantaran sebelumnya justru saat ada pihak yang melaporkan akun facebook saya kepada pihak Satreskrim Polres Sukabumi karena postingan saya dengan kata Jajan-jajan seperti ditafsirkan dikonotasikan negatif oleh si pelapor saya yang sampai detik inipun saya tidak mengetahui identitas siapa pelapor saya sebenarnya.
Meski sempat terdorong rasa kepo, alias ingin tahu banget identitas pelapor. Tetapi, atas saran rekan saya yang kebetulan berpropesi sebagai dosen ilmu hukum sekaligus pengacara. Saya diarahkan untuk lebih fokus kepada proses penyidikan yang saya sendiri belum tahu pasti apakah proses setelah pemanggilan kemarin perihal permintaan klarifikasi dari penyidik akan berlanjut atau tidak. Wallahualam.
Nah sekarang jikalau kalimat Jajan-jajan yang dikontroversialkan oleh yang mempolemikkan ke Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pun, saya tetap akan berpegang teguh pada teks dan konteks tafsir harfiah atau perspektif konotasi positif saya dengan mengambil arti kata Jajan di KBBI.
Sama seperti di pikiran awal saya saat menulis dan memposting. Di KBBI juga makna arti Jajan atau Jajan-jajan ya membeli. Beli di sini beli makanan atau apapun yang bisa dimakan dan jadikan kenang-kenangan, bukan pilihan kata jajan yang lain yang diperspektifkan seperti diarti berjajan berkonotasi negatif.
Lalu ada pertanyaan juga kenapa dalam kata Jajan-jajan ada tanda kutip atau tanda petik. Lagi-lagi saya tegaskan berdasar ke kamus KBBI, tanda kutip hanya sebagai tanda untuk menandai atau penegasan kalau penggalan kata Jajan-jajan yang saya beri tanda kutip itu harus jadi perhatian apabila dinas ke luar negeri bagi pejabat manapun tidak sekedar "Jajan-jajan".
Kembali ke persoalan kata Jajan-jajan yang seolah sedang dipaksakan berkonotasi negatif oleh si pelapor kepada diri saya ini. Saya sendiri tidak akan memaksa apalagi bersusah payah menjelaskan kalau perspektif saya tentang diksi Jajan-jajan tetap bertafsir harfiah positif bukan negatif, maslahat bukan maksiat.