Oleh: M Tahsin Roy, Ketua PLP Sukabumi.
Kecanduan pada kekuasaan adalah hal yang biasa bagi seorang pemimpin. Tetapi kecanduan yang tidak menimbulkan imajinasi pada rakyat, adalah kecanduan seorang pemimpin medioker.
Akibatnya, kecerdasan tidak tumbuh didalam lingkar kekuasan itu, sehingga arah peradaban bangsa yang berkulitas tak dapat dibayangkan dalam suatu psikologi harapan. Gangguan akal sehat semacam inilah yang secara cepat akan dimanfaatkan oleh politik "Aing" untuk menebar hegemoni moral mayoritas.
Bahwa didalam masyarakat moderen, harusnya kita tidak akan menemukan lagi sistem kekuasaan semacam itu. Akan tetapi pada kenyataannya si penguasa itu terus mengimajinasikan dirinya sebagai "Tuan Pembesar" dan itu kita rasakan didalam kepemimpinan politik kita hari-hari ini.
Mulai dari diskursus bahasa tubuh, dalam idiom-idiom tatakrama. Dan didalam simbol-simbol karikatur. Pelan tapi pasti kita mulai menyaksikan elite menunggangi kebodohan dan kepatuhan komunal demi berebut status-status publik.
Karena itu, argumen ini harus kita ajukan untuk memastikan bahwa sumber kebudayaan dan politik distribusi itu bisa dilaksanakan sesegera mungkin, maksimal ditahun kabisat mendatang, karena kalau tidak maka kita telah mengumpankan diri pada otoritarianisme teokratis. Kendati begitu, nampaknya kekuasan itu kini mulai kehilangam keseimbangan.
Mencoba berdiri diatas politik uang dan politik arogan. Bertahan atau tergelincir didalam lumpur yang dalam. Mari kita saksikan!