Oleh : Oksa Bachtiar Camsyah
Beberapa hari ini, viral berita mengenai proyek kandang ayam yang dituding menjadi penyebab mengeringnya aliran sungai di wilayah Gegerbitung, Kabupaten Sukabumi. Pasalnya, proyek yang berada di Desa Sukamanah, Kecamatan Gegerbitung ini, disebut dibangun di kawasan hulu sungai Cimandiri, yang notabene hulu sungai tersebut menjadi sumber pengairan bagi pesawahan warga. Walaupun memang, perlu dibuktikan secara ilmiah, apakah pembangunan proyek tersebut betul menjadi penyebab mengeringnya aliran sungai atau tidak, tentu harus dikaji dan disesuaikan dengan dokumen lingkungan hidup yang disusun dan dinilai oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sukabumi. Namun, setidaknya, kita telah mendengar, bagaimana jeritan rakyat terhadap kondisi kekeringan tersebut.
Bahkan, salah seorang petani yang berada di Desa Gegerbitung, salah satu Desa yang diduga terkena dampak pembangunan proyek kandang ayam tersebut, mengaku, mengalami gagal panen akibat kekeringan yang berlebih di kawasan itu. Daday namanya, petani berusia 50 tahun ini mengaku, mengalami gagal panen akibat kekeringan yang dialaminya. Dari 50 are sawah yang ia garap, biasanya ia dapat menghasilkan 3 ton gabah. Namun sekarang, ia hanya menghasilkan 5-8 kwintal gabah. Tentu ini menjadi persoalan yang harus dipandang serius oleh seluruh pihak, mengingat sektor pertanian adalah sektor yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Bahkan, seorang Tamsil Linrung, memasukkan pembahasan ini di salah satu BAB bukunya yang berjudul Politik Kemanusiaan. Artinya, sektor pertanian sangat berpengaruh terhadap situasi kemanusiaan, baik saat ini maupun masa yang akan datang. Dan itu selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Ibnu Khaldun soal food security, bahwa kebutuhan pangan akan menjadi sesuatu yang menentukan keberlangsungan hidup umat manusia. Petani menjerit, dan kemanakah rakyat harus mengadu ?
Usut demi usut, investasi proyek kandang ayam tersebut telah masuk ke wilayah Gegerbitung pada sekitar tahun 2015, namun saat itu sempat mengalami penolakan dari masyarakat. Lalu kemudian, pada Oktober 2016, digelar forum pertemuan, antara pihak perusahaan, yaitu PT. Male, dengan perwakilan masyarakat, yang saat itu diwakili oleh Forum Komunikasi Gegerbitung Bersatu (FKGB). Dalam pertemuan tersebut, disepakati sembilan poin perjanjian, yang akhirnya proyek kandang ayam itu kembali dilanjutkan. Tidak diketahui persis sembilan poin tersebut berisi apa saja. Dan ketika pertemuan tersebut digelar, proses izin pendirian bangunan, sedang diproses oleh pihak perusahaan, dengan luas lahan yang dimohonkan adalah 20 Hektare.
Yang menjadi persoalan hari ini adalah, ketika Izin Mendirikan Bangunan (IMB) proyek kandang ayam tersebut belum keluar, namun pihak perusahaan telah melakukan aktivitas fisik berupa cut and fill pada 8 Hektare lahan. Dapat kita saksikan, 8 Hektare lahan di lokasi tersebut sudah gundul. Pihak Kecamatan pun mengaku, sudah memberikan dua kali surat peringatan kepada pihak perusahaan, agar nenghentikan aktivitas fisik berupa apapun itu, selama IMBnya belum keluar. Surat peringatan itu dikeluarkan oleh pihak Kecamatan pada sekitar bulan Januari atau Februari 2019.
Isu yang mengatakan perusahaan tidak memilikinya izin dalam pembangunan proyek kandang ayam tersebut, dibenarkan oleh anggota Komisi I DPRD Kabupaten Sukabumi, Fraksi PAN, Asep Suherman. Ia mengatakan, perusahaan tersebut diketahui memang belum memiliki izin, hal itu diketahuinya setelah dilakukan pengecekkan ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sukabumi. Lagi lagi, kemanakah rakyat harus mengadu ? Dimanakah peran negara dalam kasus ini ? Hutan ditebas tanpa izin, dan masyarakat yang menjerit.
Ada sesuatu yang membuat saya merasa sedih, dimana Bupati Sukabumi, Marwan Hamami, justru hanya bisa menyayangkan dan terkesan menyalahkan pihak pemerintah Desa dalam kasus yang merugikan banyak pihak ini. Padahal ia adalah pimpinan tertinggi dalam struktur pemerintah Kabupaten Sukabumi, yang tentu memiliki seluruh instrumen penyelenggaraan pembangunan di daerah yang dipimpinnya. Karena jelas dikatakan dalam UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan, Pasal 29 (3), Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota memiliki kewenangan mengenai izin kepada perusahaan peternakan. Artinya, ketika terjadi pelanggaran seperti ini, Bupati jangan hanya menyayangakan, karena hal seperti itu sudah bisa dilakukan oleh masyarakat biasa, bahkan jauh sebelum kasus ini mencuat ke permukaan. Bupati harus bertindak tegas, tunjukkan keberpihakannya kepada masyarakat, bukan kepada kaum korporat. Lakukan penghijauan kembali di lokasi itu, dan berikan ganti rugi kepada para petani, bila memang kekeringan berlebih yang dialami petani ini disebabkan oleh proyek kandang ayam tersebut.
Selain itu, muncul permasalahan lain yang juga masih berkaitan dengan proyek kandang ayam itu, yaitu izin jalan yang digunakan untuk akses keluar masuk lokasi proyek. Diketahui bahwa jalan yang digunakan untuk akses masuk dan keluar lokasi proyek kandang ayam, adalah milik Perhutani. Artinya, bila memang perusahaan tidak memiliki izin untuk menggunakan jalan tersebut, maka Perhutani pun harus bertindak tegas. Dan betul saja, pihak Perum Perhutani KPH Sukabumi, mengatakan perusahaan tersebut tidak memiliki izin untuk menggunakan jalan tersebut, sebagai akses keluar masuk lokasi proyek. Bahkan, pihak Perhutani telah memasang portal di jalan tersebut, agar kendaraan berat tidak bisa masuk. Namun nyatanya, ada sekitar 4 Bachoe terlihat di lokasi pembangunan proyek. Lagi lagi, kemanakah rakyat harus mengadu ?
Persoalan ini adalah persoalan yang sangat besar, terutama bagi usaha masyarakat dalam memenuhi kebeutuhan hidupnya, dan para petani yang seharusnya tidak mengalami gagal panen separah ini. Apalagi kita ingat, salah satu janji Bupati hari ini adalah mencetak lebih banyak lahan sawah baru dalam lima tahun, memperbaiki Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sumber air, serta mambangun jaringan irigasi. Lalu apakah dengan adanya kasus ini kita bisa melihat representasi dari janji Bupati ? Belum lagi janji lainnya, yaitu pelaksanaan Sukabumi Go Green. Saya rasa, sudah saatnya Bupati serius memandang persoalan ini, jangan bermain pingpong diatas meja penderitaan rakyat. Hadirkan negara dalam kondisi seperti ini.
Sukabumi, 1 Juli 2019.