Oleh: Ruslan Raya, Mata Sosial
Masih adanya kegiatan-kegiatan teror di negeri ini seperti bom bunuh diri pada Senin (3/6/2019) di Surakarta, Solo. Ini menandakan, paham-paham terorisme dan radikalisme masih bergentayangan dan bercampur baur dalam kehidupan sosial kita sehari hari, para pelaku teror ini kebanyakan telah di 'cuci otaknya' untuk melakukan hal-hal yang di luar nalar dengan mengatasnamakan agama dan Tuhan, sungguh sesat dan dangkal sekali.
Hal ini tentu ada aktor-aktor intelektual dibalik layar, mereka merubah sedemikian cara pandang dan cara nalar terhadap agama dan esensi agama, bahkan tak tanggung mengedepankan Tuhan sebagai tameng dalam menyebarkan paham-paham terorisme dan radikalisme ini.
Ada semacam 'sales agama' di sini, mereka menawarkan agama pada kaum intelektual dan juga kaum marjinal serta ke berbagai status sosial mereka dengan lihai menyasar berbaur dan 'mencuci otak' setiap pengikutnya. Tentu hal ini perlu ada penangan yang lebih ekstra dari pemerintah dan berbagai elemen stakeholder masyarakat dan warga negara ini. Pendekatan-pendekatan preventif harus terus dijalankan pada setiap perkumpulan atau perorangan yang terkontaminasi atau terkena ideologisasi paham-paham terorisme dan radikalisme tersebut. Serta pemantuan-pemantauan dunia maya pun harus lebih gencar mengindenfikasi virus-virus radikalisme dan terorisme itu.
Salah satunya, pemerintah melakukan formula deradikalisasi untuk mengatasi dan mencegah paham-paham terorisme dan radikalisme di negeri ini. Karena terorisme dan radikalisme adalah ancaman dan permasalahan seluruh dunia di mana akan menjadi ancaman serius dalam kestabilan dan keamanan negaranya masing masing.
Deradikalisasi itu sendiri mengandung arti menurut Wekipidia adalah: "Mengacu pada tindakan preventif kontraterorisme atau stratregi untuk menetralisir paham-paham yang dianggap radikal dan membahayakan dengan cara pendekatan tanpa kekerasan. Tujuan dari deradikalisasi ini adalah untuk mengembalikan para aktor terlibat yang memiliki pemahaman radikal untuk kembali kejalan pemikiran yang lebih moderat".
Terorisme telah menjadi permasalahan serius bagi dunia internasional karena setiap saat akan membahayakan keamanan nasional bagi negara maka dari itu program deradikalisasi dibutuhkan sebagai formula penanggulangan dan pencegahan pemahaman radikal seperti terorisme. Selain dengan formula deradikalisasi pemerintah juga melakukan pendekatan dengan nilai-nilai Pnacasila dan mendirikan BPIP (Badan Pembinaan Ideiologi Pancasila dan Peraturan Menristekdikti Nomor 55/2018 tentang Pendirian Unit Kegiatan Mahasiswa Pembinaan Ideologi Bangsa (UKM-PIB).
Yang tentunya BPIP dan UKM-PIB harus terus saling berkolaborasi dan bersinergi untuk melakukan deradikalisasi di setiap tempat-tempat strategis dari mulai kampus, tempat ibadah hingga ketempat tempat tongkrongan. Untuk terus memantau dan menyentuh dengan Soft agar formula deradikalisasi bisa masuk dan 'menguasainya'.
Deradikalisasi ini sangat sejalan dengan falsafah sunda di mana pesan-pesan prabu siliwangi yaitu saling asih saling asuh saling asah saling wangi. Formula ini jika diterapkan dan di mix dengan formula deradikalsisi akan sangat soft dan beraroma khas di mana akan banyak diterima dengan hati yang terbuka oleh setiap target deradikalisasi itu sendiri.
Falsafah sunda ini sudah tertanam di bumi nusantara ini dari jaman kerajaan kerajaan kuno di nusantara ini. Yang disebut dengaan kerajaan sunda nusantara. Dulu waktu saya SD tahun 1990-an ada yang namanya sunda besar dan sunda kecil dalam ilmu geografi dan sejarah. Di mana sunda besar termasuk Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Sedangkan sunda kecil termasuk Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku.
Namun berbicara tantanan kesundaan tidak lepas, mau tidak mau pasti berhubungan dengan negara Belanda, di mana banyak sumber yang menjelaskan buku buku dan literatur tentang kesundaan masih tersimpan utuh dan rapih serta terpelihara baik di negara Belanda. Hal ini seperti yang disampaikan dalam tulisannya oleh HENRY H LOUPIAS Staf Pengajar Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan. kompas.com (7/3/2019) "Menelusuri Sejarah Sunda Belanda".
Tidak menutup kemungkinan menurut hemat Mata Sosial. Dalam hal ini Belanda pun banyak mengadopsi nilai-nilai luhur falsafah kesundaan sebagai tatanan kehidupan yang universal namun damai dan aman seperti masa-masa kerajaan sunda nusantara. Hal ini bisa dilihat betapa hebatnya Belanda hingga kekurangan penjahat dan dinyatakan pengelola penjara bangkrut. Salah satunya dalam berita kompas.com (1/6/2017) "Kekurangan Penjahat, 24 Penjara di BelandaTutup Sejak Tahun 2013".
Menurut Hemat Mata Sosial, dengan menerapkan formula sundanisme untuk mencegah dan menangkal paham-paham radiklisme dan terorisme sangatlah efesien karena memiliki 'DNA' yang sama pada Falsafah Pancasila dan formula kontemporer yaitu deradikalisasi. Dengan konsep SUNDANISME Saling Asih, Saling Asah, Saling Asuh, Saling Wangi. Hal ini juga termasuk falsafah welas asih yang sangat fundamental sebagai esensi kehidupan Sosial, Berbangsa, dan Bernegara tentunya.
SALING ASIH atau menyayangi, menghormati, menjaga dalam berbagai hal untuk menjadi lebih baik, lebih dewasa dan lebih erat antara hubungan emosional sosial atau terjadinya pola kehidupan yang positif dalam psikologi sosial secara bersahaja dan tanpa tendensius dari unsur golongan apapun. Jika fenomena sosial sudah menerapkan saling asuh, maka nilai-nilai persaudaran dan persatuan antar lingkungan dan nilai-nilai emosional kolektif, akan cendrung kepada perdamaian dan ketentraman. Di mana hal ini akan sulit diterobos oleh 'agen-agen' penjual radikalisme dan terorisme.
SALING ASAH atau saling mengingatkan, saling menajamakan nalar dan logika, saling menyamakan persepsi, saling memberikan advice. Tentu hal ini akan tercipta tatatan kehidupan sosial atau suatu kelompok sosial akan menjadi cepat respon dan tidak apatis dalam menghadapi isu-isu strategis baik yang bersifat konstriktif atau destruktrif. Masyarakat sosial akan lebih tajam dan peka menggunakan nalar dan logikanya. Agar tidak mudah terjebak pada hal-hal yang merugikan dirinya, keluarganya, agamanya dan bangsanya tentunya. Setelah 'menetasnya' rasa saling asih tadi, ini juga akan mempermudah untuk terciptanya saling asah. Karena kesadaran-kesadaran yang tumbuh akan pentingnya nalar dan logika yang sehat serta dengan nasionalisme yang tinggi. Tentu ini juga sangat sulit sekali disusupi paham-paham radikalisme dan terorisme.
SALING ASUH atau saling bimbing, saling rawat, saling mengayomi, saling peduli. Adalah salah satu nilai-nilai luhur kesundaan di mana ketika sosial budaya kesundaan dan tatanan kesundaan diterapkan dengan serius dan berkelanjutan dalam sistem sosial kita sehari hari maka akan nyaman damai teduh dan saling tanggung jawab satu sama lainnya. Dari mulai asih, asah, asuh tentu ini merupakan tatanan kepedulian terhadap sesama yang sangat luar biasa adanya. Falsafah Sundanisme dan Falsafah Pancasilaisme mempunyai ideologi yang sama yaitu seperti yang tertuang dalam lima sila Pancasila secara inversal sebagai falsafah bangsa dan negara ini. Jika lingkungan sosial sudah kuat dengan kontruksi kontruksi dan instrumen instrumen kesosialan yang tinggi dengan salin asah atau saling jaga. Tentu secara psikologi sosial ini merupakan pertahanan moral dan nalar yang kuat. Sehingga bisa menangkal dan menghadang paham-paham radikalisme dan terorisme yang terstruktur itu.
SALING WANGI atau saling menghargai, saling menghormati, saling mengapresiasi dan saling merangkul. Hal ini dapat menjaga keamanan dan kenyaman kondusifitas kehidupan sosial berbangsa dan bernegara. Karena tidak ada celah sedikit pun untuk paham-paham radikalisme dan terorisme masuk dan tumbuh dalam tatanan kehidupan soaial yang sudah terkunci oleh saling asih, saling asah, saling asih dan saling wangi tadi. Falsafah Sunda dan faham Sundanisme tadi tidak bertentangan dengan agama manapun dan tidak pula bertentangan dengan ideologi Pancasila kita. Karena kedua nilai-nilai luhur tadi adalah ramuan yang diracik dengan penuh kesadaran tinggi serta kesucian hati para leluhur-leluhur dan orang tua kita di zaman dahulu kala.