Oleh: Adiyana Slamet, Direktur Eksekutif Lingkar Kajian Komunikasi Politik (LKKP) Jawa Barat.
Menganalisis skenario di balik rencana people power, saya rasa hal itu akan menciderai konteks people's sovereignty, pasca pemungutan suara dan pra penetapan hasil Pilpres 2019. Alih-alih penetapan hasil rekapitulasi KPU pada tanggal 22 Mei 2019 yang rencananya akan ditolak kubu Prabowo Sandi, hal itu sangat menciderai demokrasi konstitusional, yang seharusnya menitik beratkan sengketa apapun harus diselesaikan secara damai dan terlembagakan, melalui institusi yang mempunyai tupoksi seperti Mahkamah Konstitusi.
Hal tersebut dikarenakan, hasilnya sudah terlihat melalui rekapitulasi yang dilakukan KPU RI, baik secara manual maupun di Situng KPU. Karena kubu Prabowo Sandi sangat susah mengubah hasil pemilu secara konstitusional, sehingga satu-satunya cara yaitu ditempuh dengan jalur inkonstitusional. Ada upaya-upaya untuk membuat suasana lebih mencekam, dan seolah-olah akan mengganggu Stabilitas politik, keamanan dan ekonomi sehingga timbul keresahan di publik.
Apa lagi di Jawa Barat, yang kemudian basis pendukung Prabowo Sandi ini kemungkinan mudah tersulut. Himbauan untuk masyarakat Jawa Barat untuk tidak ikut terprovokasi dan ikut aksi people power tersebut, sudah dilakukan oleh Kapolda Jawa Barat yang mewakili toll of The State dinilai sangat bagus. Karena himbauan tersebut, mengingatkan masyarakat Jawa Barat akan permasalahan tersebut. Apa lagi MUI Jawa Barat sudah mengeluarkan statment bahwa, bisa saja people power itu haram.
Masalah tersebut merupakan wujud people power akan menimbulkan keresahan dan akan merugikan masyarakat itu sendiri serta dalam mekanisme demokrasi juga akan terciderai. Menggunakan jalur kekuatan masa tidaklah mencerminkan Demokrasi yang Rasional, Normal dan Proprosional, sehingga untuk seluruh masyarakat Jawa Barat diharapkan untuk tetap menjaga silih asah, silih asuh dan silih asih dalam bingkai Kesundaan.