Oleh: Oksa Bachtiar Camsyah
Dalam kehidupan di negara demokratis, tentu akan sangat banyak instrumen yang ikut terlibat dalam proses pengelolaan negara. Salah satunya adalah partai politik. Terutama untuk negara multipartai seperti di Indonesia, partai politik menjadi salah satu elemen penting yang harus diperhatikan.
Sebelum membahas lebih lanjut, saya cukup tertarik dengan pernyataan Dr. Yusuf Qardhawy yang dimana beliau mengatakan dalam bukunya yang berjudul _Fiqh Negara_ bahwa partai adalah mazhab dalam berpolitik, sedangkan mazhab adalah partai dalam beragama. Artinya, mari kita sepakati bahwa partai hanyalah pilihan jalan untuk mengantarkan kita pada puncak kepemimpinan, yang dengan kepemimpinan itulah kita mengartikulasikan seluruh nilai yang kita anut ke dalam paket kebijakan yang akan diberlakukan di tengah-tengah masyarakat.
Namun, sekarang ini tak sedikit pula yang berasumsi bahwa lembaga partai politik adalah suatu entitas yang sedikit "menjijikan" untuk didekati. Stigma buruk tentang partai politik memang sudah cukup menggurita di masyarakat. Hal tersebut tidak sepenuhnya salah, dan tidak pula sepenuhnya benar.
Partai politik seharusnya mendapatkan legitimasi yang kuat dari masyarakat untuk dapat menjalankan amanat demokrasi melalui berbagai instrumen pelaksanaannya. Namun lagi dan lagi, realitas sering tidak seiring sejalan dengan idealitas yang yang seharusnya. Tidak sedikit partai politik yang mengalami delegitimasi dari masyarakat, yang dimana kondisi tersebut merupakan residu dari akumulasi kekecewaan publik terhadap berbagai coretan gelap yang dilakukan oleh partai politik itu sendiri. Berangkat dari situasi itulah opini negatif publik terhadap partai politik kian meruncing.
Namun, ada pula sebagian masyarakat yang sudi menjadi sahabat karib suatu partai dan bahkan ikut terlibat dalam mendukung kesuksesan agenda partai tersebut, tapi apakah itu benar-benar murni atas dasar ideologis ? Atau hanya berhenti pada ruang transaksional semata? Saya rasa pertanyaan tersebut hanya akan melahirkan berbagai jawaban diplomatis, bukan jawaban yang akan mengantarkan kita semua pada suatu muara kejujuran.
Berangkat dari kondisi tersebut, mari kita renungkan kembali bagaimana seharusnya partai politik itu menentukan _positioning_ dirinya di tengah-tengah masyarakat. Posisi yang seharusnya diduduki oleh partai politik adalah posisi paling yang paling vital dan menentukan arah suatu negara, ya tentunya negara yang demokratis dan mengakui keberadaan lembaga partai politik sebagai entitas legal dalam proses pengelolaan negaranya.
Partai politik pada idealitanya harus mampu menjadi industri kepemimpinan yang terus menerus melakukan aktivitas kaderisasi guna menghasilkan para politisi yang memiliki kemampuan untuk mengelola urusan-urusan negara. Partai politik harus melakukan purifikasi makna politik agar dapat kembali meneguhkan identitasnya sebagai elemen paling penting dalam keberlangsungan proses demokrasi di suatu negara. Selain itu, partai politik pun harus mampu menjadi industri pemikiran yang akan dijadikan sumber rujukan oleh masyarakat ketika mengalami stagnasi pemahaman. Partai politik harus mampu menjadi "sang pencerah" bagi kehidupan masyarakat yang terkadang sering diwarnai oleh hasrat-hasrat emosional semata.
Memang itu bukanlah hal yang mudah dan akan menjadi pekerjaan rumah bagi setiap partai. Namun, harapan tentang kondisi ideal negara demokratis selalu mengisi ruang dialog imajinatif masyarakat kita.
Dan untuk sebagian masyarakat yang hari ini masih anti atau membenci partai politik, coba kita renungkan kembali bagaimana apabila kita mencintai partai politik ? Bagaimana bila rasa benci itu kita ganti dengan rasa cinta, dan dengan rasa cinta itulah kita akan menemukan semangat perbaikan bagi tubuh demokrasi negara kita. Karena pada hakikatnya, partai politik hanyalah entitas yang tak bersifat, dan baik atau buruknya partai politik akan sangat bergantung kepada siapa yang menjalankan roda partai tersebut. Dan semoga kita semua bisa sedikit menggeser pola pikir kita, bahwa membenci partai politik bukanlah suatu pilihan, karena dengan rasa benci kita akan semakin menjauh. Namun marilah kita sama-sama cintai partai politik itu dengan cara yang mungkin berbeda, tetapi ada pada semangat yang sama. Ya, semangat untuk melakukan perbaikan dalam tubuh demokrasi kita.
Sukabumi, 2019.