Oleh: Dr. H. Mulyawan SN, M.Ag., M.Pd
(Direktur Research and Literacy Institute (RLI)
Harus diakui bahwa pesona menjadi anggota legislative (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) masih tetap bersinar. Hal ini dibuktikan dengan lengkapnya Daftar Calon Sementara (DCS) yang diajukan partai politik dan hasilnya diumumkan oleh KPU untuk diberikan tanggapan dari masyarakat. Ada sejumlah calon yang incumbent (petahana) dan ada juga wajah baru yang tengah mencoba mengundi nasib dan peruntungan di Pemilu 2019.
Selama kurun waktu 2014-2019, anggota legislatif tidak pernah sepi dari pro – kontra. Ada yang lantang menyuarakan suara rakyat di parlemen hingga diperingatkan oleh fraksi dan partai pengusung, ada anggota legislatif yang bertindak asusila, melanggar hukum hingga berakhir di penjara. Sepertinya perlu ada kajian mendalam untuk meninjau keberadaan fraksi yang selama ini justru yang menjadi penghambat suara rakyat, Karena lebih mendahulukan kepentingan politik partai dan politik kepentingan. Apalagi jika sudah bicara partai koalisi.
Dalam kehidupan kita, paling sulit menentukan perilaku orang di masa depan jika orang tersebut memegang jabatan dan amanah tertentu. Yang biasa dipakai oleh kita untuk dijadikan indikator adalah track record atau sepak terjang yang bersangkutan di masa lalu. Sama halnya di dunia investasi dan perbankan, kinerja perusahaan di masa depan tidak dapat diprediksi dengan pasti, kecuali kinerja perusahaan atau kinerja investasi sebelumnya.
Rakyat harusnya cakap dan cerdas memilih siapa dan dari partai mana orang itu diusung. Bagaimana kapasitasnya, bagaimana kompetensinya, bagaimana sepak terjangnya, bagaimana perilakunya, bagaimana keadaan ekonomi dan kehidupan sosialnya, bagaimana sikapnya dalam membela rakyat lemah dan seterusnya. Pertanyaan ini harus dikemukakan sebagai bukti dari kepedulian rakyat terhadap calon yang akan mewakili suara mereka di parlemen.
Yang harusnya menjadi prioritas anggota legislatif adalah melaksanakan tupoksinya dengan benar. Seperti diketahui, anggota legislatif memiliki kewajiban menyusun regulasi, penganggaran, dan pengawasan. Yang terjadi hari ini, caleg berbagi visi misi. Layaknya pilkada.
Kapasitas tiap calon legislative haruslah penting untuk dipertimbangkan. Termasuk sikapnya dalam meraih simpati masayarakt daerah pemilihnya. Tiap caleg harus jadi teladan. Kampanye dan sosialisasinya harus yang mencerdaskan rakyat. Bukan menyebar berita bohong atau Hoax. Dulu istilahnya dengan black campaign.
Mengapa? Karena rakyat makin cerdas. Mungkin saja hoax yang disebar, mampu memengaruhi rakyat. Tapi itu tidak lama. Ketika diketahui bahwa informasi yang disebarkan ternyata bohong, rakyat akan memberikan penilaian. Seorang caleg akan susah payah jika di lima tahun mendatang akan bertarung kembali di pileg. Jejak digitak hoax atau kebohongan, termasuk fitnah, ujaran kebencian dan lain sebagainya, tidak akan bisa hilang.
Pesan moralnya, jangan sekali-kali berbohong. Berlaku Jujurlah. Karen hal itu akan lebih menenangkan. Jangan sampai setelah menang dan terpilih, justru direpotkan dengan tagihan pihak pihak yang pernah diberi janji mnis saat kampanye.
Jika sebelumnya, berbohong dan berkhianat telah menjadi bumbu dalam politik, saat ini telah bergeser. Kejujuran tidak akan pernah bisa hilang dan dihilangkan. Disembunyikan mungkin bisa, walau untuk sementara waktu. Tetapi menjadi seorang yang jujur serta amanah dalam melaksanakan tugas yang diemban, akan menjadi penilaian tersendiri di hati rakyat.
Semoga.