Oleh: Didim Dimyati
Ibadah tak seberapa, namun selalu menghitung upah dari apa yang telah kita kerjakan, mendikte Tuhan dengan segundang keinginan kita dalam hidup. Memohon dengan tangis sambil sujud agar hidup lebih baik. Segala bentuk perintah Tuhan dikerjakan dan menjauhi larangannya sambil berharap Tuhan ngasih apa yang kita minta.
Ketika sedang dalam kesempitan hidup, kita rajin ibadah, bangun tengah malam, ibadah sunnah dikerjakan, lagi-lagi sambil mengerjakan kita memohon agar hidup kita diperbaiki, agar jangan sempit, Tak lain kita meminta hidup senang, meminta materi yang belum kita miliki dan dijauhkan atas kepedihan dan kesedihan hidup.
Kita masih menganggap bahwa kita rajin ibadah, mengerjakan perintahNya, agar Tuhan baik kepada kita, mengabulkan perintah kita, kadang kalau tidak dikabul kita menuntut bahkan menyalahkan dengan hitung-hitungan dengan Tuhan dengan ibadah kita.
"yaa Tuhan, kan hamba sudah ibadah, sudah mengerjakan apa yang Kau perintah, mengapa tak dikabul, apa salah hamba".
Ketika dalam kelapangan/kesenangan, seolah kita bersyukur, padahal kita menginginkan penambahan kenikmatan yang sudah dinikmati sekarang, bahkan tidak boleh hilang atas kelapangan/kesenangan yang sudah ada.
Ibadah kita masih berkecimpung seperti seorang yang bekerja pada majikannya, yaitu ketika sudah bekerja maka imbalan harus sekarang juga terbayarkan. Ternikmati bahkan harus terasa secara materi.
Kita sebenarnya tak begitu mengenal Tuhan, kita hanya pura-pura, pura-pura dalam ibadah, pura-pura dalam mengerjakan perintah Tuhan. Kita pura-pura mengenal Tuhan, Kita hanya ketakutan dalam menjalani hidup ini, tak pernah begitu dengan yakin atas apa yang benar-benar kita kerjakan.
Wallohualam...
|[email protected]|didim dimyati