Oleh: Oksa Bachtiar Camsyah
Pada hari kamis, 3 Januari 2019, Bapak Bupati telah melantik pejabat pegawai Pemerintahan Daerah Kabupaten Sukabumi hasil dari rotasi dan mutasi yang dilakukan oleh Bapak Bupati melalui Surat Keputusan yang dikeluarkan pada tanggal 2 Januari 2019. Ada satu pertanyaan yang muncul dalam benak kami, ada apa dengan Bapak Bupati?
Karena bila kami melihat daftar hasil dari rombakan jabatan tersebut, ada beberapa nama yang patut diduga tidak ditempatkan di bidang yang sesuai dengan latar belakang disiplin ilmu yang dimilikinya. Sebagai contoh adalah, ada satu orang nama yang memiliki latar belakang disiplin ilmu di bidang manajemen, akan tetapi ditempatkan di Bidang Pekerjaan Umum. Selain itu, ada pula satu nama lain yang memiliki disipilin ilmu di Bidang transportasi dan Lalu Lintas, akan tetapi ditempatkan menjadi Staff Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik. Tentu ini lagi lagi memunculkan pertanyaan, ada apa dengan Bapak Bupati?
Padahal, salah satu misi Bupati Sukabumi adalah Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih dan Profesional, lalu apakah itu akan tercapai bila hari ini Bapak Bupati sendiri tidak menempatkan seseorang sesuai dengan disiplin ilmunya? Padahal salah satu prinsip dasar dalam organisasi adalah _right man on the right place_. Ada apa dengan Bapak Bupati?
Selain itu, kami juga menyoroti kebijakan Bapak Bupati dalam pemilihan pejabat BUMD Kabupaten Sukabumi. Dimana, pada 21 Desember 2018, Panitia Seleksi (PANSEL) mengumumkan hasil seleksi Calon Dewan Pengawas Perumda Air Minum Tirta Jaya Mandiri Kabupaten Sukabumi melalui Surat Pengumuman Nomor 019/PANSEL-DEWAS/XII/2018, dan dalam pengumuman tersebut dicantumkan nilai yang diraih oleh tiga calon yang mengikuti seleksi.
Ketiga calon tersebut adalah RS dengan perolehan nilai 7,32, DH dengan perolehan 7,19, dan IG dengan perolehan 6,70. Dan dari pengumuman tersebut dikatakan bahwa Saudara RS akan segera dilantik menjadi Anggota Dewan Pengawas Perumda AM TJM.
Terpilihnya RS menambah daftar pejabat BUMD Kabupaten Sukabumi yang berasal dari kalangan politisi. Sebelumnya, pada Juli 2017, Bupati Sukabumi telah melantik Saudara AR sebagai Direktur Utama Perumda Pesona Pariwisata, dan SM sebagai Direktur Utama Perumda Aneka Tambang dan Energi.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa RS merupakan Wakil Ketua DPC Partai Demokrat, walaupun di dalam keterangan disampaikan bahwa sejak Juli 2018, RS telah mengundurkan diri dari partainya tersebut. Begitupun dengan AR dan SM, beliau berdua berasal dari Partai Golkar.
Tentu ini menjadi hal yang kontradiktif dengan Permendagri No. 37 Tahun 2018 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Pengawas atau Anggota Komisaris dan Anggota Direksi Badan Usaha Milik Daerah. Dalam BAB III Pasal 6 Huruf K Permendagri tersebut dikatakan bahwa, salah satu syarat untuk menjadi Anggota Dewan Pengawas adalah tidak sedang menjadi pengurus partai politik, calon Kepala Daerah, atau calon Wakil Kepala Daerah, dan/atau calon Anggota Legislatif.
Memang dalam kasus terbaru ini, yaitu terpilihnya RS sebagai anggota Dewan Pengawas Perumda Air Minum Tirta Jaya Mandiri terjadi setelah RS mengundurkan diri dari posisi jabatan partai yang sebelumnya ia duduki.
Namun, dalam kasus ini menggambarkan bahwa Bupati Sukabumi kembali terjebak dalam memilih pejabat BUMD yang berasal dari orang yang memiliki rekam jejak pernah menjadi pengurus partai politik. Lagi lagi pertanyaan itu muncul, ada apa dengan Bapak Bupati?
Disini, kami melihat bahwa Bupati Sukabumi terjebak dalam _inner circle_ dan patut diduga tidak memiliki _political will_ untuk mengangkat pejabat BUMD dari kalangan non partai dan/atau orang yang tidak memiliki rekam jejak pernah menjadi pengurus partai politik. Itu semua dapat dilihat dari terpilihnya RS sebagai Anggota Dewan Pengawas Perumda Air Minum Tirta Jaya Mandiri Kabupaten Sukabumi, yang notabene ia merupakan mantan pengurus suatu partai politik.
Tentu, ini menjadi hal yang sangat penting karena keberadaan BUMD sangat strategis dalam proses pembangunan disuatu daerah, termasuk di Kabupaten Sukabumi. Dan dengan masuknya orang-orang yang memiliki rekam jejak pernah menjadi pengurus partai politik, tentu hal tersebut menjadikan publik menilai bahwa patut diduga ada unsur politis dalam pengambilan keputusan tersebut.
Disisi lain, apabila keputusan Bapak Bupati tersebut adalah sebagai bentuk dari "politik balas budi", lantas kemanakah nasib dari partai koalisi lainnya yang sampai saat ini belum terlihat ada kadernya yang ditempatkan di posisi strategis? Yang dimana kita mengetahui bahwa ada lima partai yang tergabung dalam koalisi Marwan - Adjo tersebut, yang diantaranya adalah Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Gerindra, PKB, dan PPP.
Namun, jika memang ini bukanlah bagian dari "politik balas budi" Bapak Bupati, sampai kapankah Bapak Bupati akan _"move on"_ dari _inner circle_ tersebut dalam memilih pejabat BUMD Kabupaten Sukabumi? Karena kami pun terus bertanya-tanya, ada apa dengan Bapak Bupati?