Oleh: Didim Dimyati.
Tentang cara pandang kita terhadap bencana yang pada saat ini menimpa negeri. Semuanya dikait-kaitkan dengan hal yang diluar nalar, artinya suudzon mulu fikirannya. Bukan malah simpati terhadap mereka yang sedang tertimpa musibah malah bertepuk tangan diatas musibah tersebut.
Setiap kejadian alam yang terjadi adalah rahasia dari sang Maha pencipta alam itu sendiri. Ironis memang manusia seolah menjadi tuhan yang bisa seenaknya menghukumi sesuatu "Sekarep we Dewek". Menyalahkan bencana itu atas dosa/maksiat orang lain.
Sebegitu mudahkah Allah menurunkan azab kepada manusia itu, apa alasannya yang menjadi dasar diturunkan azab? Adakah kekasih Allah yang disakiti? Sehingga Allah itu geram. Siapakah orangnya? Ulamakah? Kiyai kah? Siapa namanya? Lantas bagaimana dengan sifat Arrahman dan Arrahim nya Allah. yang Maha pengampun terhadap dosa hambanya. Kalau setiap kali bencana selalu dikaitkan dengan dosa dan maksiat, mungkin Alam ini sudah hancur lembur oleh Allah, saking banyaknya manusia berbuat dzolim dimuka bumi.
Bagaimana kalau bencana yang turun ini adalah akibat dari diamnya para Ulama, diamnya kekasih Allah, diamnya orang-orang saleh. Membiarkan kemaksiatan itu terjadi. Atau jangan-jangan ini bukan Azab, ini adalah bentuk kasih sayangnya Allah kepada manusia. Lagi-lagi kita tidak bisa menerka itu semua, hanya menjadi spekulasi saja.
Kanjeng Nabi saja kekasih Allah, ketika didzolimi oleh kaumnya, lantas tidak serta merta langsung diturunkan azab itu bagaikan hujan dari langit turun seketika, suatu kejadian, ketika itu Jibril menanyakan kepada kanjeng Nabi, kira-kira perkataannya gini "Yaa Rosul perlukan saya turunkan Azab bagi mereka" Rosul menjawab "Jangan Jibril mereka hanya belum tahu akan kebenaran".
Contoh Ketika dahulu jaman sahabat Rosul, ketika ada bencana datang, mereka tidak menyalahkan orang lain, tetapi menyalahkan dirinya sendiri karena merasa dirinya banyak dosa padahal semua orang tahu pada waktu itu sahabat tersebut adalah orang yang saleh sering melakukan kebaikan.
Karena datangnya bencana adalah hal yang tidak bisa diterka dan dikaitkan dengan hal diluar nalar, meskipun ummat muslim tahu bahwa kejadian bencana itu adalah akibat tangan manusia sendiri. Tetapi menyalahkan orang lain karena bencana itu datang seolah mempunyai otoritas tuhan.
Masalah dosa atas perbuatan manusia tak bisa dikaitkan dengan bencana yang turun, secara hakikat apa yang terjadi memang sudah menjadi Takdir Allah, manusia tak mampu menembus apa yang akan diturunkan Allah, kecuali manusia-manusia pilihan-Nya.
Dalam Alquran memang banyak diceritakan ketika jaman para Nabi terdahulu, banyak kaum yang ditimpa musibah karena dosanya, mengapa kita tahu itu? Karena Allah menginformasikan itu kepada utusannya yaitu Nabi pada jaman itu dan Allah mewahyukan juga Kepada Nabi Muhammad Alquran sehingga kita tahu kejadian itu sekarang. Lantas siapa yang memberi tahu, atau alasan bencana itu turun sekarang, sebab apa?
Lalu apakah sekarang Allah juga menginformasikan kejadian bencana itu juga kepada kita? Melalui siapa? Seolah diri kita ini paling tahu sehingga mampu menerjemahkan bencana yang diturunkan Allah.
Ayolah, introspeksi diri itu lebih penting daripada diri kita selalu menghukumi manusia lain seperti tuhan. Persoalan kejadian alam atau bencana alam yang terjadi adalah tanggung jawab kita bersama, karena mungkin saja bencana itu hadir karena ada tangan kita juga menyumbangkan untuk merusak alam didalamnya, atau diri kita juga yang penuh dengan dosa, hanya saja kita tidak legowo mengakui terhadap dosa kita sendiri.
Mari manusia-manusia yang penuh dosa, kita ngopi hari ini, kita syukuri Tuhan masih memberikan waktu kepada kita bahwa tiap pagi kita bisa merasakan seduhan kopi panas dan hisapan sigarett.
SALAM LITERASI
|[email protected]|didim dimyati