Oleh: Milna Hijriani
Asing dan aseng semakin dimanjakan di bumi pertiwi. Kebijakan ekonomi jilid 16 yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution bersama Gubernur BI Perry Warjiyo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, serta Perwakilan OJK Nurhaida di Kantor Presiden, hari Jumat 16 November 2018 lalu, memuat 3 kebijakan baru, salah satunya adalah relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI).
Daftar Negatif Investasi mengeluarkan 54 bidang dari daftarnya yang artinya, Penanaman Modal Asing (PMA) yang semula harus menjalin kemitraan dengan Usaha Kecil Menengah (UKM) atau koperasi dengan kepemilikan saham hingga 60 persen, kini bisa dimiliki penuh 100 persen oleh PMA.
Muncullah tanda tanya besar, siapa yang akan lebih diuntungkan jika pemodal asing datang? Walaupun pemerintah menilai hal ini dilakukan karena belum optimalnya pelaksanaan DNI sejak 2016, namun nyatanya bidang-bidang usaha yang ditawarkan 100 persen kepada asing ini sebenarnya usaha-usaha yang mampu dilakukan oleh rakyat yang tentu saja akan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia.
Maka pemerintah telah meliberalkan ekonomi, mempersembahkan ekonomi untuk asing dan aseng. Pemerintah kehilangan hakekatnya sebagai pemimpin yang harus melayani (rain) dan melindungi (junnah) rakyatnya. Pemerintah seharusnya memberi ruang yang lebih banyak bagi rakyatnya.