Oleh: Rizka Agnia Ibrahim
Masih begitu hangat peristiwa pemakaman Firmansyah Akbar (43) salah satu warga Sukabumi yang menjadi korban insiden kecelakaan pesawat Lion Air. Ini menjadi kisah tragedi terparah dan paling buruk sepanjang sejarah industri penerbangan di Indonesia, dalam kurun dua dasawarsa.
Pesawat Boeing 737 Max 8 milik PT. Lion Mentari Airlines dengan kode penerbangan JT-610 hancur berkeping-keping di perairan dekat Karawang-laut Pulau Jawa. Tak menyisakan satu pun nyawa penumpangnya. Sebanyak 125 jenazah berhasil diidentifikasi hingga hari Rabu (23/11/2018).
Perusahaan penerbangan yang didirikan oleh Rusdi Kirana, seorang visioner yang berambisi tinggi, ia memiliki tagline, "We make people fly". Dengan upayanya, Lion Air menjadi maskapai penerbangan swasta terbesar di Indonesia-selama kurun 18 tahun-menguasai 14persen pangsa pasar domestik, mampu melakukan pengadaan pesawat lebih dari 200 unit pada sejumlah perusahaan pembuat pesawat terkenal.
Bagaimana tidak dicari, maskapai ini memberikan daya tarik dengan biaya terjangkau dan murah, akan tetapi tidak serta merta memberikan pelayanan yang nyaman dan aman, setiap kondisinya menuai banyak masalah, dari hal kecil hingga hilangnya nyawa ikut andil.
Pengusutan kerusakan elemen sampai lemahnya menejemen. Lion Air punya catatan delay paling tinggi, yang berujung pada terlantarnya penumpang, kondisi ini menjadikan hal mendasar untuk Kementerian Perhubungan memberikan sanksi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, Lion Air harus memberikan pendanaan ganti rugi kepada penumpang yang pesawatnya mengalami keterlambatan.
Tuntutan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, YLKI meminta Kemenhub memastikan Lion Air bertanggung jawab penuh terhadap hak-hak penumpang sebagai korban, khususnya terkait konpensasi dan ganti rugi. Begitupun permintaan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra- Arief Poyuono agar polisi memeriksa Rusdi. Menurutnya kecelakaan pesawat Lion Air bukan disebabkan oleh pesawatnya atau human error oleh pilotnya, tetapi akibat pengelolaan maintenance-nya itu sendiri.
Sepertinya semua takkan pernah memberi solusi yang pasti. Bukankah memang begitu? Insiden terjadi berkali-kali tapi tak menyiutkan nyali Rusdi untuk terus berinovasi. Sehingga ratusan nyawa hanya tinggal nama.
Rusdi berkata, "Penerbangan kami memang yang terburuk namun Anda tidak ada pilihan". Catatan insiden kecelakaan dari tahun 2002-2018 sudah sangat membuktikan betapa banyaknya peristiwa yang merenggut nyawa, dan kecelakan yang terjadi terakhir adalah deretan ke-20 menuai banyak protes dan tuntutan karena panjangnya daftar yang menjadi korban.
Akan tetapi, mengapa Lion Air seakan masih diminati? Perlu kita garisbawahi ucapan Rusdi tadi. Tentu karena peminat tersebut tidak ada pilihan, tergiur biaya murah, sehingga menyerah pada kondisi yang salah.
Dari pijakan tersebutlah kita bisa menelaah. Ada sebuah realitas yang perlu diusut dengan tuntas. Betapa penguasa tak berdaya ketika dihadapkan pada kaum pemilik modal, tunduk patuh dengan rezim neolib, tidak sama sekali mengistimewakan kualitas kesejahteraan umum, begitulah realitas neoliberalisme. Untuk sebuah perizinan tak perlu lagi sudut pandang atau bahkan fakta kelayakan hakiki, yang bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Cukup ada modal, semua bisa kekal, bukan?
Akankah kita terus statis di kondisi yang kritis? Padahal Islam dengan segala aturannya, bukanlah hal yang utopis. Kita perlu kembali membuka sejarah, bagaimana Islam mengutamakan kesejahteraan umat, membumikan risalah agar negara bukan sekadar memberi manfaat tetapi sebenar-benarnya sarana penjaga amanat, tak sedikit pun memberikan ruang pada kelalaian, karena abainya penguasa menjadi implikasi dosa. Apakah Islam bisa memberi solusi atas problematika umat saat ini? Tentu bisa, bukan hanya satu masalah saja tetapi untuk semua permasalahan.
Maka dari itu kita perlu menyadari bahayanya sekularisme, di mana Islam hanya dikesampingkan sebagai agama saja. Padahal Islam dihadirkan ke muka bumi ini sebagai rahmat untuk semua umat agar selamat. Takkan ada lagi singa udara yang kerap merenggut nyawa, jika semua lapisan umat kembali pada fondasi yang sempurna, yakni aturan Islam sebagai sistem terbaik untuk seluruh alam.
|[email protected]|faaghiyah tangguh