Oleh: Ulfah Novianti, S.T
Kita sudah tidak asing dengan istilah Tenaga Kerja Wanita (TKW) atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI). TKW khususnya, telah menjadi incaran untuk diberangkatkan ke luar negeri sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT). Berbondong – bondong perempuan mendaftarkan diri untuk pergi bekerja ke luar negeri. Kebanyakan alasannya tentu saja karena faktor ekonomi.
Kurangnya kesejahteraan dan penghasilan yang minim jika bekerja di dalam negeri menjadi alasan mereka memilih bekerja di luar negeri. Mereka sering disebut pahlawan devisa. Dengan gelar tersebut, mereka termotivasi.
Bahwa keberangkatan mereka ke luar negeri adalah untuk menjadi pahlawan bagi bangsa dan keluarganya. Padahal di samping itu, mereka sebagai perempuan yang rata-rata sudah berumah tangga, berstatus seorang ibu dan istri. Mereka meninggalkan kewajiban yang besar, yaitu mengurusi suami dan anak-anak.
Namun, harapan tak sealamanya seindah kenyataan. Berbagai permasalahan dialami TKW di luar sana. Mulai dari penipuan, eksploitasi jam kerja, kekerasan oleh majikan, percobaan pemerkosaan hingga pembunuhan. Kasus terbaru adalah seorang TKW asal Majalengka, Tuti Tursilawati yang mengalami hukuman mati di Saudi Arabia sana. Permasalahan yang dihadapi Tuti sebenarnya masih bisa dipelajari secara hukum. Namun, pihak Arab Saudi justru memenjarakannya dan langsung menjatuhkan hukuman mati tanpa pemberitahuan kepada pemerintah Indonesia.
Menurut para pakar hukum internasional, ini jelas melanggar kode etik hukum internasional. Kasus ini bukan hanya sekali namun berkali-kali. Kemiskinan telah mendorong kaum perempuan ikut ambil bagian untuk mencari nafkah. Pemerintahpun dinilai gagal mensejahterakan masyarakat karena menerapkan system hidup yang tidak sesuai fitrah. Sistem kapitalisme mendorong perempuan untuk turut bekerja bahkan hingga ke luar rumah demi mencukupi kebutuhan. Kapitalisme telah menghancurkan benteng terkecil dari kehidupan, yaitu keluarga. Kenapa bisa begitu?
Kita lihat saja dampak yang terjadi pada keluarga yang istrinya pergi ke luar negeri untuk menjadi TKW. Suaminya tidak bekerja, anak- anaknya terlantar, kehidupun perekonomiannyapun tidak banyak berubah. Ini harus menjadi perhatian kita karena mengandung bahaya bagi perempuan. Bekerja bagi perempuan adalah mubah. Islam tidak memaksa perempuan untuk menjadi tulang punggung. Karena dalam Islam tugas utama perempuan adalah sebagai ummu wa robbatul bait . Ibu adalah manager bagi rumah tangganya. Mencari nafkah adalah kewajiban seorang suami. Tanggung jawab seorang istri adalah terhadap anak-anak, suami dan harta suaminya.
Itu artinya peran seorang perempuan begitu besar di dalam rumah, yaitu fokus mendidik generasi dan bertanggung jawab atas seisi rumah. Jika seorang ibu tersebut terpaksa bekerja pun harus tetap memperhatikan tugas dan kewajiban yang utama. Ini berarti seorang perempuan harus memilih pekerjaan yang tidak meninggalkan suami dan anak dalam jangka waktu yang lama.
Setiap kita nantinya akan dimintai pertanggungjawaban. Mari kita siapkan laporan pertanggungjawaban kita dengan sebaik-baiknya.
Sistem kapitalisme memang memaksa kita untuk mendapatkan penghasilan yang lebih guna memenuhi hajat hidup. Sistem ini mengarahkan setiap orang pada kebutuhan materi tanpa mempedulikan hukum syariat. Demi kesejahteraan di dunia, setiap orang rela berkorban dengan apapun dan mengorbankan segalanya. Padahal dalam Islam kesejahteraan rakyat adalah kewajiban pemerintah untuk memenuhinya. Seharusnya pemerintah mampu meringankan beban rakyatnya, menggratiskan pendidikan, pelayanan kesehatan, dan tidak menaikkan harga bahan pokok dengan begitu tinggi. Tidak mengizinkan asing menguasai perekonomian bangsa dan membuka lapangan pekerjaan untuk rakyatnya, sehingga memudahkan kaum pria untuk mendapatkan pekerjaan sebagai bentuk
pelaksanaan kewajiban menafkahi keluarga. Dengan diterapkannya syariat Islam, suami dan istri dapat menjalankan perannya dengan tenang sesuai syrariat, yang mengundang ridho Allah serta keberkahan dalam hidup. Siapa yang tidak mau? Wallahu A'lam Bishawab.
|[email protected]|faaghiyah tangguh