Oleh: Agnia Malika
Home Schooler
Menurut Top Ten, Populasi Umat Islam Terbesar di Dunia mengatakan bahwa sekitar 222 juta penduduk Indonesia adalah muslim. Berarti sekitar 87 persen adalah penganut agama Islam. Sebuah jumlah yang bukan sedikit, seharusnya kita sebagai umat Islam semakin kokoh dalam segala hal. Namun pemandangan hari ini tidaklah sesuai harapan. Saya sebagai remaja mencoba memerhatikan banyak sekali kerusakan yang terjadi di tubuh generasi. Mungkin sering timbul pertanyaan di benak kita, mengapa dengan jumlah umat Islam yang besar ini, tidak menjadi jaminan bahkan tidak melahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mencerminkan nilai-nilai Islami?
Ada apa sesungguhnya? Mari kita cermati satu demi satu. Seks bebas terjadi di mana-mana, banyak remaja yang tertular virus HIV, L9BT kian subur dan menjamur, narkoba semakin menggila di kalangan para remaja. Mengapa sih mesti remaja yang dibidik? Sudah pasti karena generasi adalah estafet perjuangan, jika anak mudanya hancur, otomatis lebih memudahkan musuh untuk bisa melemahkan langkah Islam. Hari ini, jangankan kaum muda, orang dewasa sekalipun masih salah dalam mempersepsikan Islam.
Seharusnya dari sejak dini, para remaja pun perlu paham bahwa Islam adalah agama yang syamil. Namun yang terjadi banyak sekali hal yang rancu, beragama Islam tetapi penganut kebebasan, lihat saja bagaimana bebasnya para remaja masa kini, dari kasus pacaran berujung kehamilan, tawuran berakhir pembunuhan, hingga guru yang tak luput jadi bahan bully-an. Tentu ini akibat dari invasi intelektual atau perang pemikiran yang dilakukan oleh musuh Islam.
Sedihnya lagi, Islam dengan segala kesempurnaannya semakin dianak-tirikan. Pemuda Islam yang kritis dianggap serangan. Mengapa bisa begitu? Ternyata sistem yang ada saat ini telah mengopinikan bahwa kebangkitan Islam adalah ancaman yang nyata. Bela negara saja dipersepsikan terbatas, tidak pernah melibatkan Islam. Bahkan sebulan yang lalu ungkapan dari Menkopolhukam, atas pengibaran bendera tauhid yang dikatakan sebagai bendera salah satu ormas. Ia mengatakan bahwa aksi tersebut adalah pengkhianatan ideologi Indonesia.
"Ya gak boleh, itu kan sudah menduakan merah-putih. Menduakan Pancasila," ujarnya.
Hingga terjadinya pembakaran bendera tauhid yang mengakibatkan kekisruhan. Sungguh sangat disayangkan. Anggota Dewan Pembina Front Pembela Islam (FPI), Habib Muchsin Alatan menekankan Wiranto harus bertaubat karena pernyataannya selama ini menunjukkan bahwa dia anti terhadap kalimat tauhid. Padahal kalimat tersebut, tidak sama sekali bertentangan dengan isi dari Pancasila.
Itu hanya sekelumit bukti bahwa terlalu banyak pihak yang takut dengan Islam. Semua bertentangan dengan fakta yang ada. Islam sudah begitu besar memberi andil pada kemerdekaan negeri ini. Pekik takbir yang menjadi jargon perjuangan para pahlawan di masa perjuangan, bukanlah kisah fiksi.
Sudah begitu banyak generasi yang tak mengenal bahkan tak mau tahu, bahwa Syariat Islam bisa menjaga mereka dari monster kebebasan yang akan merusaknya. Seharusnya tak ada masalah yang tak tertanggulangi, jika Islam dijadikan solusi. Paham kebebasan tak bisa membuat manusia semakin cerdas, namun kian rusak dan meranggas.
Kita tak boleh diam di zona nyaman, jadikan Syariat Islam tetap menjadi pilihan dalam berkehidupan. Jangan sampai terlena dan terbelenggu penjajahan gaya baru. Jika hanya mencari aman, maka muslim ibarat makanan yang senantiasa diperebutkan oleh musuh sepanjang zaman. Kenalilah Islam sebagai agama dan aturan hidup yang melahirkan keberkahan, sudah saatnya kita berpijak pada Islam secara kaffah.