Oleh: Heni Andriani
Menjadi seorang guru adalah profesi yang sangat mulia, karena dari sosok seorang guru, lahirlah generasi penerus bangsa. Guru adalah sosok pahlawan tanpa tanda jasa yang rela mengorbankan tenaga dan fikirannya demi terciptanya generasi unggul. Puluhan kilo rela ditempuhnya, perjalanan menuju sekolah terutama bagi guru-guru yang di pelosok. Hujan dan panas terus ditempuh sungguh suatu jasa yang tidak bisa ditukar dengan banyak materi apapun.
Namun sangat disayangkan, di sistem kapitalis sekarang, sosok seorang guru seperti buah simalakama. Satu sisi, mereka harus loyal dengan profesi sebagai seorang guru. Sisi lain, bagi seorang guru honorer, mereka tak mendapatkan ganjaran yang sebanding. Upah yang diberikan kadang tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok hidup. Banyak yang jadi guru honorer harus menyambi dengan profesi lain apalagi sebagai kepala keluarga, misalnya menjadi tukang ojek, berdagang di hari ketika tidak mengajar yang pada akhirnya harus menyiapkan tenaga ekstra.
Tak hanya itu, beban mereka sekarang ditambah dengan perlakuan anak-anak didik jaman now yang kadang kurang sopan dan tak menghargai jasa seorang guru. Berbagai kasus terjadi di beberapa wilayah tentang perlakuan murid terhadap guru hingga menghilangkan nyawa karena masalah sepele.
Kadang pengabdian begitu lama bahkan hampir menghabiskan usia, tetapi belum diangkat menjadi guru PNS. Jabatan ini menjadi impian bagi setiap guru honorer karena menjanjikan dari segi ekonomi terlebih berbagai tunjangan diberikan.
Seperti yang dilansir beberapa media, tentang demo guru honorer yang datang ke istana untuk meminta pengangkatan sebagai PNS, sayangnya mereka ketika demo tidak ditemui oleh Bapak Presiden Jokowi. Sampai-sampai mereka harus bermalam di depan Istana demi mengetahui nasib mereka kelak.
Islam agama yang paripurna telah memberikan solusi dari berbagai masalah yang dihadapi oleh setiap manusia. Di masa kholifah Umar bin Khattab nasib seorang guru sangat sejahtera. Bahkan diperlakukan mulia hingga akhirnya lahirlah generasi cemerlang. Gaji yang mereka terimapun tak disepelekan. Menembus angka 15 dinar, atau setara Rp 33.870.000.
Generasi yang dihasilkanpun tak sembarangan. Sebut saja para ilmuwan kenaan seperti lbnu Rusydi, Ibnu Sina, bahkan, para imam madzhab pun lahir karena didikan para guru yang mulia.
Tentu kit masih ingat dengan sang pendobrak Konstantinopel Muhammad Al Fatih, beliau lahir dari didikan para guru yang mulia. Suatu keadaan yang sangat jauh sekali dengan kondisi guru -guru masa sekarang. Sehingga guru masa sekarang kehilangan idealisme. Tak dihargai. Tak dipenuhi hak-haknya.
Mari, kita akhiri kondisi ini dengan kembali kepada sistem yang sudah Allah buat. Sebagaimana yang termaktib dalam Al-quran surat Almaidah ayat 50.