Oleh: Heni Andriani
Sesungguhnya simbol menunjukkan ciri khas tertentu. Hal inilah menjadi penentu untuk bisa menyebutkan arti dan makna dari simbol itu sendiri.
Simbol, menurut beberapa pengertian salah satunya adalah apapun yang diberikan arti dengan persetujuan umum dan atau kesepakatan kebiasaan. Simbol ini akan mudah dikenal oleh siapapun karena sifatnya yang khas dan unik.
Sebagai contoh, simbol muslimah adalah mengenakan jilbab dan khimar. Seperti halnya dengan agama Islam, yang baru-baru ini simbolnya yang amat sakral telah ternodai oleh sebuah oknum salah satu Ormas di Garut.
Beberapa waktu silam, telah terjadi pembakaran bendera Tauhid dimana tulisan bendera tersebut "Laa illaha illalloh Muhammad ar Rosulullah". Hal ini terjadi pada saat Hari Santri Nasional pada tanggal 22 Oktober yang terjadi di kota Garut.
Tentu saja hal ini mengundang reaksi dari kalangan umat Islam sendiri. Baik di Indonesia maupun mancanegara. Oknum Ormas tersebut berdalih membela dan menyelamatkan bendera yang tercecer. Sayangnya, aktivitas penyelamatannya, justru dengan cara membakar.
Dengan diiringi nyenyanyian terkesan penuh suka cita bahkan puas dengan aksi pembakaran tersebut.
Padahal tentu saja masyarakat awam pun faham, ini merupakan bendera yang merupakan simbol pemersatu umat islam yaitu kalimat syahadat. Bukti keimanan seseorang, serta merupakan pembeda antara Islam dan kafir.
Simbol yang terdapat di Bendera Tauhid ini yaitu ar royah (dasar hitam tulisan putih) dan al liwa (dasar putih tulisannya hitam) seperti dalam hadist (HR. At-Tirmidzi, al Baigaqi, ath-tabrani dan abu Ya'la) Rayah Rosulullah SAW berwarna hitam dan liwanya berwarna putih) bendera ini sering dibawa ketika perang oleh komandan perang dan bahkan pembangkit semangat dan penggentar bagi musuh.
Dari sini dapat difahami bahwa simbol tauhid ini memiliki makna mendalam bagi kaum muslimin. Adanya penodaan bendera tauhid ini mengundang reaksi dari kalangan umat Islam dengan Aksi Bela Tauhid 211.
Namun sangat disayangkan, pihak yang telah membakar justru tidak meminta maaf terhadap peristiwa pembakaran. Bahkan pihak pembakar hanya dihukum dengan masa kurungan 10 hari saja. Sebuah putusan hukum yang sangat mengecewakan kaum muslimin bahkan melecehkan umat Islam itu sendiri.
Saat ini umat Islam hanya menanti keadilan agar simbol umat islam tidak ternodai oleh orang yang tidak faham Islam yang sebenarnya hanya mengikuti hawa nafsu dan taklid buta.
Sejatinya, kasus serupa akan terus terulang jika hukum bagi pelaku pelecehannya tidak menimbulkan efek jera.
Salah satu yang dapat kita lakukan sebagai individu, mari terus mengkaji Islam lebih mendalam agar umat islam tidak mudah diadu domba dan persatuan ummat Islam semakin kuat.