Oleh R. E. Febrianti Periwi, A.Md., S.AP
(Founder SLB Gratis Sukaraja-Sukabumi, Pemerhati Sosial)
Jika ada yang mengatakan: "Jangan hubungkan bencana dengan dosa" maka segeralah buka Al-Qur'an dan pelajari Islam lebih mendalam lagi. Dalam salah satu hadits termaktub; Suatu kali di Madinah terjadi gempa bumi. Rasulullah SAW lalu meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan berkata:,
"Tenanglah, belum datang saatnya bagimu.'' Lalu, Nabi SAW menoleh ke arah para sahabat dan berkata, "Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian, maka jawablah (buatlah Allah ridha kepada kalian)!"
Nampaknya lokalisasi maksiat di wilayah Petobo, Sulawesi Tenggara yang kini telah tertelan bumi tak menjadi bahan intropeksi bagi sebagian orang. Belakangan ini ramai mewarnai isu pemberitaan mengenai kaum Luth yang kembali "gentayangan". Di Sukabumi saja sudah tertera nama Group FB "Gay Sukabumi, Nyalindung, Purabaya, Cibaregbeg, Sagaranten, Cidollog".
Fakta lain disebutkan oleh KPA Kota Sukabumi, bahwa jumlah Gay di Sukabumi tahun 2017 berjumlah 1.080 orang. Kita tak bisa hanya mengurut dada menyebut Astaghfirulohal adzhim saja seraya berkata "Semoga tak menimpa keluarga kita".
Namun ini adalah tugas kita bersama untuk paling tidak-menunda azab Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa masyarakat umum karena perbuatan orang-orang tertentu hingga masyarakat umum melihat kemungkaran di hadapan mereka sedang mereka mampu mengingkarinya tetapi mereka tidak mengingkainya. Jika mereka berbuat demikian maka Allah akan menyiksa masyarakat umum dan orang-orang tertentu itu.â€(H.R. Ahmad dan at-Thabrani)
Paling tidak, hal pertama yang bisa kita lakukan adalah menjaga pertahanan dalam keluarga. Berikan pemahaman kepada anggota keluarga, bahwa perbuatan demikian adalah perbuatan haram. Yang dimurkai dan dapat mengundang azab Allah. Selalu terpa keimanan anggota keluarga kita dengan aktivitas-aktivitas yang mendekatkan diri kepada Allah.Â
Kedua, Kontrol Sosial dari Masyarakat. Masyarakat jangan hanya diam menyaksikan kemaksiatan yang ada. Jangan besikap egois karena pelakunya bukan keluarganya. Ingat, Azab Allah dapat menimpa kita yang tak mau melakukan amar-ma'ruf nahyi mungkar. Masyarakat harus memiliki pandangan yang sama atas perilaku haram kaum Luth. Hadits yang dieiwayatkan oleh Tirmidzi; "Demi Allah yang jiwaku ada ditangan-Nya, kamu harus menganjurkan kebaikan dan mencegah kemungkaran, atau kalau tidak pasti Allah akan menurunkan siksa kepadamu, kemudian kamu berdoa, maka tidak diterima doa dari kamu."
Masyarakat harus mau merangkul dan memberikan nasihat kepada kaum Gay bahwa perilakunya dapat membahayakan dirinya dan juga masyarakat. Inilah cara meraih kaum Gay. Bukan mengakui keberadaannya dan mendukung hak-haknya. Tapi mengingatkan mereka untuk kemabli menjadi normal dan bertaubat kepada Allah dengan sebaik-baiknya taubat. Masyarakat juga harus jeli dan cerdas menanggapi kebijakan-kebijakan pemerintah yang justru memberi ruang untuk virus LGBT yang malah menjamur.
Ketiga, langkah pemerintah yang harus tegas dalam menyikapi masalah Gay. Islam menghukumi pelaku LSL (Lelaki Suka Lelaki) yang enggan taubat dengan hukuman mati, yaitu dijatuhkannya pelaku dari tempat tertinggi di kota tersebut. Inilah hukuman yang memberikan efek jera. Dengan cara ini, pengidap LSL tak akan mewabah.
Sebagai seorang Muslim yang taat, harusnya pemerintah kita mengambil hukum dari Islam. Bukan malah mengadopsi nilai-nilai liberal Barat yang sudah terbukti gagal. Alih-alih megadopsinilai Islam, pak Mentri malah menghimbau menghargai hak-hak mereka. Jika sudah begini, masyarakat harus cerdas. Jangan sampai azab seperti d Sulawesi, menimpa tanah kita Jawa Barat. Na'udzu Billahi min Dzalik.