*|MCSiapa sih yang tidak mengenal Bowo Alpenliebe?Bagi para remaja, bahkan anak kecil sekalipun, -terutama para pengguna aplikasi Tiktok- namanya viral ketika Bowo mengadakan meet n greet. Tak ketinggalan, media Telivisipun ikut mempopulerkan Prabowo Mondardo (Bowo) yang masih duduk di kelas VIII SMP ini. Gempar layaknya selebritis dadakan, dengan jumlah followernya 400 ribuan. Sungguh fantastis, hanya dengan modal tampang dan video -video alay ala zaman now kini Bowo telah banyak membius para fansnya.
Aplikasi Tik Tok yang digunakan Bowo dan para remaja saat ini berasal dari China. Aplikasi ini bahkan mengalahkan aplikasi WhatsApp, messenger, FB dan yang lainnya. Aplikasi ini sangat mudah digunakan dengan memberikan efek spesial dengan membuat video pendek yang dapat dipamerkan ke semua penggunanya. Aplikasi ini dapat melakukan performanya dengan tarian gaya bebas dan lain-lain.
Pemerintah pun bereaksi setelah melihat dampak negatif aplikasi Tik Tok. Kementrian Komunikasi dan informasi memblokir aplikasi ini karena banyak disalahgunakan.
Dengan melihat kondisi akhir-akhir ini sungguh memprihatinkan. Banyak pengguna media sosial yang kebablasan. Secara tidak sadar, mereka telah melahirkan generasi alay terutama dengan aplikasi TIK Tok yang lagi nge-hits di Indonesia. Hal ini membuat para remaja tidak produktif, hanya joget-joget tidak jelas dan miskin manfaat.
Lebih menyedihkan, ketika melihat para fans Bowo. Mereka begitu fanatiknya dalam mengidolakan Bowo hingga terungkap ucapan yang nyeleneh seperti "Ambil saja keperawananku untuk Kaka Bowo aku ikhlas," "Bikin agama baru yuk, Kaka Bowo jadi Tuhannya kita semua umatnya. Yang mau jadi nabinya chat aku ya." "Tiada yang hebat selain Tuhan kita, Bowohuakbar" dan masih banyak lagi ungkapan yang nyeleneh bahkan menjurus ke dalam kemusyrikan. Hal ini tentu saja fenomena yang memprihatinkan, generasi yang sudah kebablasan. Apapun mereka lakukan demi bertemu Bowo dengan Sang Idola. Meet n greet yang dikenakan tarif 80.000 - 100.000 oleh Bowo, tak jadi halangan untuk para fansnya. Bahkan, mereka rela menjual ginjal, hanya untuk meet n greet dengan Bowo. Astaghfirullohal'adzim.
Bowo dan para selegram lainnya merupakan korban teknologi di era globalisasi. Adapun para fansnya adalah akibat dari rusaknya sistem kapitalis sekuler. Mereka mengalami krisis identitas. Tidak memahami tujuan hidup yang benar. Mereka tak peduli, apakah dengan memamerkan diri via aplikasi tik tok, bertentangan dengan norma-norma atau tidak.
Inilah akibat sistem sekuler. Agama hanya sebatas ritual. Dengan mudahnya, agama dihinakan, disepelekan dijadikan lelucon bahkan lambat laun ditinggalkan. Walhasil, kehidupan remaja zaman now -tak terkecuali remaja Islam- menjadi generasi yang bobrok, tidak maslahat bagi dirinya apalagi ummat. Melihat fenomena ini apabila dibiarkan, maka akan menimbulkan generasi penerus yang rusak tanpa aturan dari Alloh SWT dan akhirnya binasa.
Maka hal yang harus dilakukan agar generasi muda terselamatkan yaitu adanya peranan orang tua dengan membina fondasi akidah agama yang kuat. Dalam hal ini, ibu sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya, memiliki tugas utama dalam proses pendidikan pertama yang akan melahirkan generasi dambaan ummat. Orangtua harus senantiasa menjalin komunikasi dengan anak-anak terutama pada fase remaja agar tidak kehilangan identitas diri, dan mengenalkan arah tujuan hidup yaitu mencari ridho Alloh SWT. Dimana setiap perbuatan yang dilakukan senantiasa merasa diawasi dan kelak akan diminta pertanggungjawaban di akhirat. Sehingga para remaja akan memfilter setiap hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam termasuk dalam hal ini, dampak negatif dari aplikasi Tik Tok. Peranan yang tidak kalah penting adalah masyarakat, sebab kondisi lingkungan di sekitar remaja akan turut memberikan warna bagi perkembangan kepribadiannya. Sekalipun kita menyadari bahwa dimana pun saat ini hampir tak ada tempat yang steril dari teladan-teladan negatif. Buktinya banyak sekali tempat-tempat umum yang mempertontonkan berbagai aksi pelanggaran terhadap ajaran agama. Sudah selayaknya kita membangun masyarakat yang memiliki kontrol sosial, yang tidak cuek bebek bahkan mendukung kemaksiatan.
Peran yang sama sekali tak bisa diabaikan adalah peran penguasa. Karena bagaimana pun kerja keras orang tua, para guru di sekolah, dan juga masyarakat untuk menghindarkan remaja dari pengaruh buruk globalisasi, semuanya akan bagai pasir yang disapu ombak, tak bisa bertahan melawan gempuran sistem rusak dan merusak yang diterapkan penguasa.
Sudah jelas, sistem kapitalis-sekulerlah yang terbukti memproduksi kerusakan remaja sebagaimana yang terjadi pada para fans Bowo. Kita sebagai umat yang waras, sudah selayaknya mencampakkannya. Kemudian sudah sepatutnya kita beralih kepada sistem aturan yang berasal dari Sang Pencipta manusia dan alam semesta.
Wallahu a’lamu bi ashowab.
(Oleh Heni Andriani, Cikembar)