“Siapa nama anda?”
“Syaefudin Simon”
“Apa pendidikanmu?”
“Aku lulusan Kimia, FMIPA UGM.”
“Ini Lembaga Studi Agama dan Filsafat.”
“Ya, aku tahu Pak Dawam. Justru karena studi agama dan filsafat itu, aku tertarik melamar kerja di sini”
Pak Dawam terdiam. Mungkin kaget mendengar jawabanku yang nekad itu. Orang kimia melamar kerja di kantor lembaga kajian agama dan filsafat. Aku sendiri senang berada di ruang Pak Dawam.
Mataku menyapu sekeliling ruang kerjanya. Banyak sekali buku terbaru, baik terbitan nasional maupun internasonal. Tema bukunya juga sangat beragam; ada filsafat, sosial, agama, politik, ekonomi, psikologi, dan lain-lain.
Seluruh ruangan Pak Dawam yang luasnya 6x6 meter penuh buku. Buku itu di susun di rak-rak dari lantai sampai menyentuh plafon. Ribuan buku berjajar di rak yang mengelilingi ruangannya. Kalau ambil buku yang paling atas, terpaksa pakai tangga. Pak Dawam minta bantuan karyawan LSAF untuk mengambilkannya.
Buku-buku itu tiap bulan terus bertambah.Karena Pak Dawam tiap bepergian keluar negeri pulangnya selalu membawa satu kopor besar buku-buku terbaru.Pak Dawam memang maniak buku.Juga kutu buku yang sangat rajin menelisik pemikiran-pemikiran baru dalam berbagai bidang ilmu seperti sosiologi, ekonomi,agama, filsafat,dan lain-lain.
Dengan bacaan yang sangat luas tersebut, Pak Dawam menjadi sumber ide. Beliau sering diundang menjadi pembicara seminar di dalam dan luar negeri dalam berbagai tema. Banyak ide Pak Dawam yang kini dipakai di Indonesia.
Antara lain, pembentukan Badan Musyawarah Desa, konsep tripartite dalam sistem pemerintahan desa, pembentukan badan penyangga pangan dan bank syariah yang mewujud dalam bentuk Bank Muamalat. Pak Dawam pula yang menginisiasi pembentukan ICMI dengan mendorong Habibie untukmenjadi ketuanya.
Tentu, ide-ide Pak Dawam ini mewujud karena networkingnya yang luas baik di kalangan LSM, pemerintahan, maupun pengusaha muslim. Aku tahu betul, sebelum ICMI terbentuk, Pak Dawam sering rapat di kantor LSAF berjam-jam dengan berbagai tokoh Islam dari berbagai disiplin ilmu untuk membidani ICMI. Pak Dawam pula yang menentukan tempat kelahiran ICMI di Universitas Brawijaya Malang.
Kenapa Unbraw dipilih? Alasan kecilnya, salah satu anak Pak Dawam saat itu kuliah di Unbraw. Alasan besarnya, Malang adalah kota yang menjadi pusat intelektual muslim di provinsi pesantren-yaitu JawaTimur. Sebab bagi Mas Dawam, masa depan Islam ituakan berpusat di pesantren-pesantren. Karena itu pesantren harus ditingkakan kualitas intelektualnya.
Salah satunya dengan menginsiprasi masyarakat pesantren untuk memacu kualitas pemikiran-pemikirannya. Karena itu, kota Malang yang berada di lingkungan pesantren, punya posisi strategis untuk melahirkan ICMI.
“Saudara‘kan dari kimia.Apa saudara mampu bekerja di
LSAF dan menjadi redaktur di majalah Ulumul Quran?”
“Aku akan berusaha,” aku tak menyerah.
“Coba aku lihat biodatamu.”
Aku sodorkan lembaran biodata dan kliping artikel-artikelku yang pernah dimuat Koran Kedaulatan Rakyat, Suara Merdeka, Kompas, Sinar Harapan, dan Pelita. Artikel-artikelku temanya macam-macam. Ada agama, sosial, filsafat, dansains. Harapanku, Pak Dawam akan memperhatikan kemampuanku dalam tulis menulis dan menerimanya sebagai staf di LSAF dan redaktur Ulumul Quran.
Lama Pak Dawam membolak-balik kliping-kliping artikelku. Beliau tampak memperhatikannya.
LSAF adalah lembaga yang menaungi majalah Ulumul Qur’an (UQ).Majalah ini, saat itu, tahun 1990-an, adalah majalah garda depan dalam kajian ilmiah dan filsafat. Penulis-penulisnya juga sangat selektif seperti Nurcholish Madjid, Imaduddin Abdul Rachim, Kuntowijoyo, Fachry Ali, Abdul Hadi WM, dan lain-lain. Redakturnya juga orang-orang hebat seperti Saiful Mujani, Ihsan Ali Fauzi, Budhy Munawar Rachman, dan lain-lain yang kebanyakan lulusan IAIN Ciputat dan STF Driyarkara dengan prestasi mengangumkan.
Nah aku, Syaefudin Simon? No body. Apalagi aku bukan ahli agama dan filsafat. Tapi aku nekad melamar di LSAF.
“Baik, aku terima kamu sebagai staf LSAF dan redaktur Ulumul Quran. Tugasmu yang pertama adalah menelusuri organisasi Rifa’iyah di Pekalongan,” katanya. Begitu Pak Dawam menerimaku di LSAF, kegemberiaanku meledak. Ini adalah pekerjaan yang juga obsesiku. Aku senang sekali. Aku seperti masuk sorga setelah lima tahun berada di “ruang pengap laboratorium” Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN).
Aku tidak suka di BATAN karena di samping penelitian radiasi bukan passionku; atasanku juga rewel dan sok tahu. Ia pernah menegurku ketika artikelku tentang Kasus Bhopal yang dimuat di Koran Kompas dianggap tidak sesuai dengan kebijakan BATAN. Sejak itu aku berpikir, BATAN bukan masa depanku. Titik.
Penugasan Pak Dawam kepadaku untuk menelusuri Gerakan Rifaiyah berhasil dengan baik. Gerakan Rifaiyah ini menjadi perhatian Pak Dawam setelah majalah Ulumul Quran memuat tulisan Dr.Kuntowijoyo tentangSeratCebolek. Aku juga antusias menelusuri organisasi Islam tertua di Indonesia itu. Apalagi setelah aku diberitahu oleh Prof. Sartono Kartodirdjo bahwa Kyai Ahmad Rifa’i adalah ulama abad 19 yang paling produktif menulis kitab. Bahkan sampai sekarang pun, KH Ahmad Rifa’i adalah ulama Indonesia paling produktif dalam berkarya. Pusat gerakan ini berada di Batang, Pekalongan, dan Kendal Jawa Tengah.
Kitab-kitab karya KyaiRifa’i, hampir semuanya berbahasa Jawa dengan huruf arab pegon. Kyai Rifa'i adalah ulama Indonesia seangkatan Kiai Nawawi Banten. Beliau nyantri di Mekah barengan dengan Kyai Nawawi. Kalau Kyai Nawawi memutuskan tetap tinggal di Mekah, Kyai Rifai pulang ke Indonesia. Ki Ripangi – demikian sebutan akrab beliau - adalah pendiri gerakan Tarjumah dan bersikap antikompromi terhadap Belanda dan antipriyayi yang berkolaborasi dengan Belanda.
Ki Ripangi berkata, lebih baik makan telo dari pada makan nasi tapi berkompromi dengan kompeni. Karena perlawanannya yang gigih kepada Belanda, Ki Ripangi ditangkap kompeni dan dibuang ke Mnado. Sampai saat ini, murid-murid Ki Ripangi masih eksis dengan membentuk organisasi Rifaiyah. Organisasi ini kadang disebut Tarjumah karena Ki Ripangi berusaha menerjemahkan Quran dan hadist dalam perspektif Jawa yang anti-kompeni dan priyayi yang menghamba pada kompeni.
Menarik, dalam penelusuranku terhadap gerakan Rifa’iyah, akhirnya majalah Ulumul Quran bekerja sama dengan Balai Penelitian Sejarah dan Gerakan Rifaiyah mengadakan seminar nasinal bertema Gerakan Rifaiyah dan Sumbangannya kepada NKRI. Dalam seminar itu, diusulkan agar Kyai Rifai mendapat gelar pahlawan nasional. Setelah 12 tahun usulan tersebut, KH Ahmad Rifa’i pun mendapat gelar Pahlawan nasional.
Sampai hari ini orang-orang Rifaiyah sangat berterima kasih kepada Pak Dawam Rahardjo yang telah berhasil menggali mutiara dari Batang itu. Jutaan orang Rifaiyah sampai hari ini masih tetap mengaji kitab-kitab karya Kiai Rifai yang berjumlah 10.000 bait pantun itu. Pantun-panun tersebut berisi pelajaran akidah, fikih, tasawauf, dansiyasah (politik). Luassekali. Dan kini, kajian-kajian atas ratusan kitab karya Kiai Rifai telah “menghasilkan” puluhan doctor dari berbagai universtas, baik di Indonesia maupun luar negeri.
Mas Dawam yang kreatif dan menemukan emas “Batangan” itu kini telah pergi untuk selaamanya. Selamat Jalan Pak Dawam. Ide-idemu dan karya-karyamu akan tetap menginspirasi umat dan bangsa Indonesia. Innalillahiwainnailaihirojiun.
Syaefudin Simon, muridmu!