Oleh: Oksa Bachtiar Camsyah
Hari ini kita masih bisa merasakan pagi dengan udaranya yang segar dan membawa aroma kebebasan bagi seriap orang yang menghirupnya, dan hari ini pun kita masih bisa merasakan hangatnya mentari yang senantiasa menyinari jiwa - jiwa yang merindukan sebuah kejayaan untuk bangsa dan negaranya.
Tepat 20 tahun yang lalu, kelelahan masyarakat terhadap rezim otoriter negeri ini mencapai nadirnya, semua elemen masyarakat negeri ini berhimpun dan bersatu untuk sebuah perubahan. Buruh, tani, dan mahasiswa, serta rakyat bersatu padu turun ke jalan untuk menyampaikan apa yang mereka inginkan, karena pada saat itu hanya jalanlah yang menjadi ruang kelas yang tepat untuk belajar arti dari sebuah perjuangan.
Ada enam tuntutan yang saat itu disuarakan oleh seluruh elemen masyarakat, yang diantaranya adalah 1) Adili Soeharto dan kroni - kroninya; 2) Amandemen UUD 1945; 3) Penghapusan dwifungsi ABRI; 4) Otonomi daerah yang seluas - luasnya; 5) Supremasi Hukum; dan 6) Pemerintah yang bersih dari KKN. Dan dengan keenam tuntutan tersebut, maka berakhirlah rezim Soeharto dari kursi kepresidenannya dan kemudian diganti oleh B.J. Habibie pada tanggal 21 Mei 1998. Dan setelah peristiwa bersejarah itu terjadi, Indonesia kembali menjadi bayi, kembali belajar untuk merangkak dan berjalan.
Namun perlu kita sadari bersama bahwa cita - cita tertinggi dari reformasi bukanlah sekedar menggulingkan rezim otoriter pada waktu itu, tapi ada sebuah cita - cita mulia bagaimana reformasi ini bisa menjadi gerbang awal untuk terlahirnya kesejahteraan bagi masyarakat.
Dan hari ini, tepat 20 tahun reformasi itu terjadi, ada sebuah renungan untuk kita semua, apakah cita cita reformasi yang dulu diperjuangkan oleh para pendahulu kita sudah terlaksana atau tidak. Mengingat masih banyak hari ini rakyat yang di kategorikan berada dibawah garis kemiskinan, selain itu kita pun masih menyaksikan bagaimana budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme terjadi di negeri ini bahkan cendrung meningkat, dan masih banyak lagi cita - cita reformasi yang hingga hari ini tak kunjung menemukan jalan terangnya. Namun disini saya tidak akan membahas kesenjangan tersebut, karena memang itu sudah menjadi tanggungjawab kita semua untuk menyelesaikannya.
Ada sebuah pesan tersirat dalam proses reformasi yang telah terjadi 20 tahun yang lalu, yaitu bagaimana semua elemen masyarakat merasa memiliki satu kepentingan yang sama sehingga mampu melahirkan sebuah gelombang gerakan yang kuat dan membawa pengaruh besar bagi terjadinya sebuah perubahan. Dan itulah yang hari ini tidak kita miliki, sehingga perlu adanya sebuah kesamaan berpikir bahwa arah reformasi ini harus diselesaikan secara bersama - sama oleh kita selaku penerus generasi sebelumnya, tidak perlu memandang siapa dari golongan mana atau siapa dari latar belakang apa, karena selama anda berjuang untuk kebaikan negeri ini maka kita harus bersama. Karena dengan rasa kebersamaan dan persatuan itulah kita akan kembali mampu melahirkan sebuah gerakan besar dan memiliki pengaruh yang kuat dalam proses perbaikan bangsa ini. Dan teruntuk para mahasiswa, perlu juga kita renungkan bersama bahwa pentingnya hari ini kita menguasai disiplin ilmu yang kita pelajari di Perguruan Tinggi, karena dengan itulah kita akan memiliki modal yang cukup besar untuk dikemudian hari mengisi pos - pos strategis bangsa ini, karena dengan mengisi pos - pos strategis bangsa ini maka disanalah tercipta sebuah kesempatan untuk kembali memperjuangkan dan menjaga cita - cita reformasi namun dengan cara yang berbeda.
Terakhir saya ingin mengatakan, sudah tidak ada tempat untuk kita memperdebatkan sebuah perbedaan, biarlah itu semua menjadi salah satu karunia Tuhan yang kita syukuri sebagai satu kesatuan bangsa, saatnya hari ini kita bersama dan bersatu demi satu kepentingan, yaitu kepentingan untuk kebaikan dan kejayaan Indonesia.
Sukabumi, 21 Mei 2018.