Oleh: Oksa Bachtiar Camsyah.
Tidak terasa ramadhan tahun ini sudah mulai berganti hari, hari pertama telah kita lalui dengan cukup baik insyaAllah dan mudah - mudahan Allah menerima shaum dan ibadah kita di hari pertama ramadhan ini. Ramadhan memang bulan yang sangat istimewa, dimana tingkat religiusitas manusia beriman mengalami peningkatan secara signifikan, dan itu bisa kita rasakan di lingkungan tempat tinggal kita sendiri, dan semoga Allah senantiasa mengistiqomahkan kita semua.
Berbicara tentang ramadhan, maka proses perbaikan menjadi salah satu topik pembahasan yang tidak akan pernah terlepas dari momentum bulan yang suci ini. Dan itu semua didukung dengan fakta empiris yang mengatakan, banyak manusia yang secara disadari atau tidak, ketika dibulan ramadhan mereka mengalami peningkatan semangat dalam melakukan amal kebaikan, dan itu satu hal yang patut kita syukuri karena amal kebaikan adalah manifestasi dari keimanan seseorang.
Namun terkadang bila kita membicarakan sebuah perbaikan, maka sering muncul sebuah pertanyaan, dari manakah kita bisa memulai sebuah perbaikan ? Pertanyaan ini memang pertanyaan klasik yang mungkin kawan - kawan sering temukan di lingkungan tempat tinggal atau lingkungan aktivitas lainnya, sehingga dirasa perlu bagaimana kita membicarakan tahapan - tahapan perbaikan yang tepat dan bisa kita lakukan.
Bila kita membuat sebuah ilustrasi, dimana ada seorang pemuda berusia 20 tahun dan pemuda tersebut memiliki sebuah mimpi ingin merubah dan memperbaiki dunia, maka apakah hebat mimpi dari pemuda tersebut ? Tentu kita akan mengatakan bahwa pemuda tersebut memiliki mimpi yang luar biasa untuk ukuran pemuda berusia 20 tahun.
Seiring berjalannya waktu dan usia dari pemuda tersebut pun semakin hari semakin bertambah hingga akhirnya pemuda tersebut menginjak usia 30 tahun, namun disaat yang sama ternyata pemuda tersebut belum mampu untuk merubah dan memperbaiki dunia, alhasil pemuda tersebut menurunkan tingkat impiannya menjadi hanya ingin merubah dan memperbaiki negaranya saja, Indonesia, mengingat usianya yang semakin hari semakin bertambah tua.
Lalu ketika pemuda tersebut di usia 30 tahun memiliki mimpi untuk merubah dan memperbaiki Indonesia masih pantaskah kita sebut bahwa pemuda tersebut memiliki mimpi yang masih luar biasa? Saya rasa sebagian orang akan menjawab bahwa pemuda tersebut masih memiliki mimpi yang luar biasa dan mulia. Tapi sayang waktu terus berjalan dan usia pemuda tersebut pun semakin hari semakin bertambah, dan pada akhirnya usia pemuda tersebut menginjak 50 tahun, namun disaat yang sama lagi lagi pemuda tersebut belum mampu untuk merubah dan memperbaiki negaranya, sehingga pemuda tersebut kembali menurunkan tingkat mimpinnya menjadi hanya ingin merubah dan memperbaiki kota dan lingkungan sekitarnya.
Ketika pemuda tersebut di usia 50 tahun masih memiliki mimpi seperti itu, masihkah disebut suatu hal yang luar biasa ? Tentu sebagian besar orang akan berpikir bahwa pemuda tersebut masih memiliki mimpi yang luar biasa, dimana pada usia 50 tahun beliau masih memiliki semangat untuk merubah dan memperbaiki kota dan lingkungan sekitarnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, pada usia 70 tahun dan sebelum merubah dan memperbaiki kota dan lingkungan sekitarnya, takdir mengatakan bahwa pemuda tersebut harus kembali menghadap-Nya tanpa sempat mampu merubah dan memperbaiki apapun. Sebuah ironi yang dialami seorang pemuda yang memiliki mimpi dan semangat luar biasa ketika beliau masih berusia muda, namun akhir yang kurang baik yang beliau dapatkan.
Setelah kita menyimak ilustrasi tersebut, mari kita gunakan logika terbalik kita. Andai saja pada usia 20 tahun pemuda tersebut memiliki mimpi untuk merubah dan memperbaiki dirinya sendiri, maka akan ada kesempatan pada usia 30 tahun pemuda tersebut mampu merubah dan memperbaiki kota dan lingkungan sekitarnya.
Lalu apabila pada usia 30 tahun pemuda tersebut telah mampu merubah dan memperbaiki kota dan lingkungannya, maka tidak menutup kemungkinan pada usia 50 tahun pemuda tersebut mampu untuk merubah dan memperbaiki negaranya. Lalu apabila pada usia 50 tahun beliau telah mampu merubah dan memperbaiki negaranya, maka jikalaupun pada usia 70 tahun pemuda tersebut harus menghadap-Nya, maka pemuda tersebut telah memiliki jawaban apabila nanti Allah bertanya di gunakan untuk apa usiamu wahai pemuda ketika kamu hidup di dunia?
Itulah sebuah ilustrasi sederhana yang dimana dapat kembali mengingatkan kita semua bahwa proses perbaikan itu tidak akan pernah terjadi pada hal-hal yang besar sebelum dilakukan pada hal-hal yang kecil. Maka sangt tepat bila Imam Syahid Hasan Al-Banna mengatakan bahwa konsep perbaikan dunia itu tidak lain dan tidak bukan harus dimulai dari pada perbaikan terhadap diri sendiri terlebih dahulu.
Semoga bulan ramadhan menjadi momentum terbaik untuk kita semua agar menjadi manusia yang beruntung yang dimana tidak melewatkan momentum ramadhan ini dengan tidak melakukan perbaikan terhadap apapun, ya minimal mari kita mulai dengan memperbaiki diri kita sendiri.