Catatan Kritis Terkait Infrastruktur dan Pengembangan Kabupaten Sukabumi

Sukabumiupdate.com
Selasa 08 Apr 2025, 19:20 WIB
Wahyu Ginanjar, Founder Teras Literasi (Sumber : Istimewa)

Wahyu Ginanjar, Founder Teras Literasi (Sumber : Istimewa)

Oleh: Wahyu Ginanjar/Founder Teras Literasi

Baru-baru ini, pernyataan Bupati Sukabumi yang menyebut bahwa kepala desa yang meminta bantuan dana CSR kepada UMKM "mungkin lupa/tidak tahu dan meminta saling memaafkan" menuai beragam respons dari masyarakat.

Pernyataan itu disampaikan di tengah sorotan tajam terhadap berbagai isu publik, seperti buruknya kondisi infrastruktur jalan dan perhatian terhadap pengembangan sektor pariwisata sesuai dengan janji politik Bupati dan Wakil Bupati Sukabumi terpilih periode 2025–2030. Salah satu poin penting dari janji politik tersebut adalah komitmen untuk memperkuat infrastruktur dasar pasca bencana dan membangkitkan sektor pariwisata daerah secara terintegrasi. Hal ini diperkuat pula dengan sikap mereka yang secara terbuka menyatakan tidak ada target program prioritas 100 hari kerja, melainkan fokus pada pembangunan yang lebih substansial dan berkelanjutan.

Sebagai orang yang mencintai Kabupaten Sukabumi, izinkan saya memberikan beberapa catatan reflektif.

Pertama, kita tentu memahami bahwa setiap pemimpin adalah manusia biasa, yang tak luput dari kekhilafan. Namun dalam konteks kepemimpinan publik, terutama yang menyangkut tata kelola pemerintahan dan etika jabatan, istilah "lupa" dan "tidak tahu" bukanlah alasan yang cukup untuk menghapuskan akuntabilitas.

Kepala desa bukan individu pribadi semata; mereka adalah pejabat publik yang mewakili negara di tingkat desa. Maka tindakan mereka harus sesuai aturan dan pantas untuk diawasi serta dievaluasi.

Ketika seorang kepala desa meminta CSR kepada pelaku UMKM yang sejatinya adalah pihak yang justru membutuhkan sokongan dari pemerintah hal ini menunjukkan kekacauan dalam skala prioritas kebijakan.

Apakah kita sedang membalik logika keadilan ekonomi? Di sinilah seharusnya pemimpin hadir untuk menegaskan standar dan membenahi sistem, bukan sekadar meminta untuk memaafkan dalam narasi personal. Maaf boleh, tapi sistem harus diperbaiki.

Kedua, terkait dengan keluhan masyarakat atas jalan-jalan rusak yang sempat viral, kita patut bertanya: mengapa masyarakat harus menempuh jalur media sosial untuk didengar? Apakah saluran aspirasi formal selama ini tak cukup efektif atau tertutup? Fenomena ini menunjukkan ada kegentingan komunikasi antara rakyat dan pemimpinnya. Masyarakat bukan sedang mengeluh tanpa dasar, mereka berteriak karena merasa diabaikan.

Ketiga, sektor pariwisata memang penting. Kabupaten Sukabumi memiliki potensi besar dari laut hingga gunung, dari budaya hingga kuliner. Namun pembangunan pariwisata yang tidak diiringi oleh pembangunan infrastruktur dasar dan ekonomi rakyat hanya akan melahirkan ketimpangan. Jalan berlubang tidak hanya merusak mobil wisatawan, tapi juga memperlambat ekonomi rakyat kecil.

Maka dari itu, izinkan saya menyampaikan beberapa masukan:

  1. Perkuat Etika Pemerintahan Desa: Buat regulasi tegas yang melarang praktik meminta bantuan pada UMKM atau pelaku ekonomi lemah. Edukasi kepala desa secara berkala tentang peran dan batas kewenangan mereka.
  2. Bangun Saluran Aspirasi Rakyat yang Efektif; Hadirkan aplikasi atau sistem informasi yang bisa digunakan masyarakat untuk menyampaikan keluhan dengan cepat, transparan, dan ditindaklanjuti dengan jelas.
  3. Prioritaskan Infrastruktur Dasar; Sebelum bicara peningkatan potensi pariwisata, pastikan kebutuhan dasar warga terpenuhi. Jalan adalah urat nadi pembangunan. Jangan biarkan masyarakat menunggu viral untuk diperhatikan, tugas Bupati terpilih sangatlah berat apalagi dihadapkan pada pasca bencana yang terjadi di Kabupaten Sukabumi. Maka prioritas program pasca bencana harus di ketahui oleh masyarakat terutama dalam bidang infrastruktur.
  4. Komunikasi Publik yang Bijak; Narasi pemimpin adalah cermin sikap terhadap rakyat. Gunakan bahasa yang membangun, merangkul, namun juga tegas dalam prinsip. Maaf adalah bagian dari kebaikan, tapi keadilan dan ketegasan adalah bagian dari kepemimpinan.
  5.  Buatkan peraturan yang tegas terkait praktik premanisme dari berbagai pihak (ormas, preman, dan atau aparat) kepada pelaku usaha dan pariwisata. Kegagalan banyak investasi dan usaha, karena banyak pungutan liar yang tidak bertanggung jawab. Dan itu merugikan pemerintah daerah dan masyarakat secara umum.

Akhir kata, Kabupaten Sukabumi adalah rumah bersama, dan rumah yang baik dibangun dengan komunikasi, perbaikan, dan keberanian mengambil tanggung jawab.

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini