Melihat Pilkada Sukabumi yang Kering Gagasan
Penulis : Wahyu Ginanjar, Pengamat Sosial Politik Lokal Sukabumi, Direktur Skala Institute
Kurang lebih empat bulan lagi, tepatnya pada tanggal 27 November 2024, masyarakat Kabupaten Sukabumi akan memilih Bupati dan Wakil Bupati yang baru. Namun, meski waktu pemilihan semakin dekat, para bakal calon masih terlihat miskin gagasan dan visi yang jelas.
Pilkada seharusnya menjadi momentum penting bagi para calon kepala daerah untuk mengadu gagasan dan visi mereka dalam memimpin daerah. Hal ini diharapkan berdampak positif pada indeks pembangunan daerah.
Sehingga muncul kekhawatiran, ketika Pilkada hanya dijadikan sekadar agenda demokrasi prosedural dan transisi kekuasaan politik semata tanpa adanya perubahan politik yang mendasar. Kondisi ini berpotensi menyuburkan politik yang feodal dan koruptif.
Yang lebih mengkhawatirkan, calon kepala daerah Kabupaten Sukabumi tampak lebih fokus pada politik elitis yang menyampingkan permasalahan masyarakat. Kampanye yang dilakukan masih terkesan sebagai politik gimmick dan pencitraan semata. Baliho yang terpampang di sepanjang jalan dan flayer di media sosial lebih banyak memunculkan pencitraan personal kandidat tanpa narasi dan gagasan yang jelas mengenai apa yang akan dilakukan.
Baca Juga: Lokomotif Institute: Kandidat Pilkada Sukabumi Dinilai Kurang Mengusung Gagasan Besar
Para kandidat, tim sukses, maupun relawan hanya melontarkan jargon-jargon yang tidak spesifik dan tidak menggambarkan kebutuhan atau permasalahan yang harus diselesaikan di masyarakat. Hal ini membuat kontestasi Pilkada di Kabupaten Sukabumi terkesan monoton dan hambar, dengan masing-masing pihak saling mengklaim bahwa calon mereka adalah yang terbaik tanpa memperlihatkan gagasan konkret yang akan dilakukan.
Media sosial yang seharusnya menjadi sarana diskursus penting terkait permasalahan Kabupaten Sukabumi malah dipenuhi oleh klaim dan celaan antar tim sukses dan relawan. Padahal, Pilkada seharusnya menjadi ajang diskursus gagasan antara para calon dan pendukungnya demi pembangunan Kabupaten Sukabumi.
Jika kondisi ini terus berlanjut, Pilkada hanya akan menjadi demokrasi prosedural semata, tanpa adanya ide dan gagasan untuk pembangunan Kabupaten Sukabumi ke depan. Meski demikian, masih ada waktu bagi para calon untuk menyerap aspirasi dari masyarakat dan menjadikannya sebagai gagasan serta program yang jelas jika terpilih nanti. Dengan demikian, Pilkada bisa menjadi momentum perubahan nyata bagi Kabupaten Sukabumi.
Pilkada seharusnya tidak hanya menjadi rutinitas lima tahunan, tetapi juga menjadi momen perubahan yang nyata. Masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam demokrasi memiliki peran penting untuk memastikan Pilkada benar-benar menghasilkan pemimpin yang mampu membawa daerah ke arah yang lebih baik. Dengan komitmen bersama, Pilkada dapat menjadi alat transformasi sosial dan politik yang efektif demi kesejahteraan dan kemajuan bersama.