Kesederhanaan Pemimpin Negeri Kaya
Penulis : Dr. Abdul Aziz, M.Ag. / Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said, Surakarta
Seorang pensiunan eselon dua di sebuah kementerian geleng-geleng kepala. Kesal. Kenapa? Ia bercerita, sekarang ini, pejabat eselon dua inventaris mobilnya Fortuner atau Mitsubishi Pajero.
Itu kan mobil mahal? Ujarnya. Ia membandingkan dirinya waktu masih eselon dua di kementerian yang sama 10 tahun yang lalu. Mobil inventarisnya Kijang Innova. Jauh sekali kan?
Kebayang, apa inventaris eselon satu sekarang, tukasnya. Pasti mobil yang lebih mahal dari Mitsubishi Pajero. Mungkin Toyota Land Cruiser yang harganya lebih dari satu milyar rupiah. Ini artinya, pemborosan luar biasa. Biasanya, pejabat eselon satu, di garasinya ada tiga atau empat mobil. Belum termasuk Toyota Land Cruiser tadi.
Di Indonesia, pejabat identik dengan kemewahan. Rumah dinasnya besar. Perabotan rumah tangganya mewah. Kendaraan dinasnya mobil premium. Tugas luar kota naik pesawat kelas bisnis. Hotel tempat menginapnya bintang lima. Wah.
Nah, baru-baru ini, ada cerita mundurnya PM Belanda Mark Rutte (karena gagal mencapai kesepakatan dalam kebijakan imigrasi), Selasa 2 Juli lalu. Rutte yang menjadi PM sejak tahun 2010, ternyata waktu menyerahkan jabatannya kepada PM baru Dick Schoof Senin 8 Juli lalu di Den Haag, pulang dengan naik sepeda.
Lebih mengejutkan lagi, ternyata selama ini, Rutte pulang/pergi ke kantor PM di Torentje Den Haag, biasa naik sepeda.
Baca Juga: Paradigma Pemilihan Pemimpin Daerah
Baca Juga: Firli dan Korupsi
Naik sepeda -- meski mungkin Rutte juga dapat fasilitas kendaraan dinas yang mahal karena ia pejabat tertinggi di pemerintah Belanda -- menunjukkan sikap kesederhanaan seorang pemimpin yang "sudah selesai" kepentingan pribadinya. Ia menyatakan dirinya bukan siapa-siapa. Ia jadi PM karena tugas dari rakyat. Dan Rutte menjalankan tugas itu apa adanya, sesuai hukum yang berlaku. Tidak korupsi uang dan undang-undang, tidak korupsi dan kolusi jabatan. Rutte hidup sederhana dan bersih korupsi.
Rutte dikabarkan tiap hari naik sepeda ke tempat kerjanya di kantor PM. Ia juga naik sepeda saat menemui raja dan pemimpin negara asing. Kadang hanya mengenakan celana jins dan kemeja kasual sambil makan apel. Dia tinggal di apartemen yang sederhana.
Rutte sering datang ke kafe sendirian tanpa staf, tanpa pengawal, untuk sekedar minum kopi dan makan pai apel. Rutte pernah menumpahkan kopi di kantornya dan ia bersikeras mengepelnya sendiri.
Di Swedia -- negeri yang presidennya lebih suka naik kereta api dari pada mobil mewah, ada cerita menarik: kehidupan Elva Johansen, menteri tenaga kerja yang sangat sederhana. Meski menteri, ternyata Elva tidak punya mobil dan di rumahnya tidak ada pembantu. Padahal, Swedia adalah negara kaya.
Cerita lain, kehidupan mantan PM Jerman Angela Merkel. Kanselir Jerman periode 2005-2021 itu, diketahui hidup sangat sederhana. Ia tinggal di apartemen bersama suaminya dan memasak sendiri. Ketika mundur sebagai Kanselir Jerman setelah 18 tahun menjabat, orang nomor satu di negara terkaya Eropa itu, tetap tinggal di apartemen sederhana, tanpa pembantu. Orang yang dinobatkan majalah Time sebagai wanita paling berpengaruh di dunia itu, melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga sendiri bersama suaminya.
Mobil mewah dan tumpukan harta untuk tujuh turunan serta mewariskan dinasti kekuasaan, sepertinya tak ada dalam kamus hidup Merkel. Jabatan, kata Merkel, adalah sebuah tugas suci yang harus dilaksanakan dengan serius, hati-hati, dan untuk kepentingan rakyat.
Kolumnis Elza Peldi Taher, dalam sebuah tulisannya, mencoba membandingkan gaya pemimpin Indonesia dengan pemimpin Eropa yang negerinya kaya raya.
Di Indonesia, tulis Elza, jika ada pejabat naik transportasi publik, apa lagi tanpa pengawalan, akan jadi berita besar. Di Indonesia, para pemimpin pulang pergi terbiasa dikawal dengan banyak petugas, memakai mobil mewah dengan sirine yang memaksa siapapun untuk minggir di jalan raya. Mereka terbiasa dimanjakan dengan fasilitas yang didapat dari negara.
Menarik untuk dikaji, tulis pengarang buku "Manusia Gerobak" itu -- mengapa pejabat di negeri ini bangga hidup mewah? Padahal, Indonesia adalah salah satu negara di mana para pemimpinnya dulu hidup sederhana.
Beberapa tokoh besar Indonesia seperti Mohammad Hatta, Jenderal Hoegeng, Jenderal Sudirman, dan PM Mohammad Natsir, misalnya, terkenal dengan gaya hidup sederhananya. Mereka dihormati karena menjadi teladan dalam menjalani kehidupan yang sederhana.
Lalu, bagaimana sekarang? Jauh panggang dari api. Kemewahan hidup seperti dilombakan. Makin mewah, makin prestisius. Makin dihormati dan dikagumi. Bahkan mereka suka flexing di sosial media menunjukkan kekayaannya. Naudzubillah min dzalik!
Di negeri Pancasila yang Berketuhanan Yang Maha Esa, seharusnya pilihan hidup sederhana diutamakan. Kenapa? Semua nabi panutan spiritual penduduk Indonesia adalah figur-figur sederhana. Bagi mereka kesederhanaan adalah kebahagiaan.
Nabi Muhammad menambal bajunya sendiri yang sobek. Nabi Isa sepanjang hidupnya tidak punya rumah pribadi. Nabi Daud dan Sulaiman, meski jadi raja, tapi hidup sederhana -- seperti halnya Rutte dan Merkel. Seperti halnya Bung Hatta dan Pak Dirman.
Mereka adalah pribadi-pribadi yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Yang mereka pikirkan bagaimana rakyat hidup aman dan sejahtera. Itulah para pemimpin sejati. Semoga kisah di atas, menginspirasi para pemimpin kita di Indonesia.
Sebagai catatan, Indonesia punya konsep hidup Pancasila yang sangat baik. Kita bangsa Indonesia tinggal melaksanakan konsep hidup Pancasila tersebut. Insya Allah, jika itu dilaksanakan, negeri ini akan damai, aman, dan sejahtera.