SUKABUMIUPDATE.com - Pemilu dan Pemilukada (Pilkada) merupakan instrumen pokok dalam menerapkan prinsip-prinsip demokrasi. Pemilu atau Pilkada tidak saja sebagai sarana untuk mengekspresikan kebebasan rakyat dalam memilih pemimpinnya, tetapi juga sarana untuk menilai dan menghukum para pemimpin yang tampil di hadapan rakyat.
Namun, pengalaman di berbagai tempat menunjukkan bahwa pelaksanaan pemilu maupun pilkada seringkali hanya berupa kegiatan prosedural politik belaka, sehingga proses dan hasilnya menyimpang dari tujuan sekaligus mencederai nilai-nilai demokrasi.
Kenyataan tersebut mengharuskan dilakukannya usaha yang tak henti untuk membangun dan memperbaiki sistem pemilihan yang adil, yakni pemilihan yang mampu menampung kebebasan rakyat dan menjaga kedaulatan rakyat.
Para penyelenggara dituntut memahami filosofi Pemilu/Pilkada, memiliki pengetahuan dan keterampilan teknis penyelenggaraan, serta konsisten menjalankan peraturan pemilihan, agar proses pemilihan berjalan sesuai dengan tujuannya. Begitupun pengawas sebagai bagian dari penyelenggara harus tertanam nilai-nilai moral pengawas selama menjalankan tugas-tugas pengawasan, serta pengetahuan dan keterampilan tentang pelaksanaan dan pengawasan Pemilu/Pilkada.
Menjelang Pilkada yang secara resmi telah ditetapkan pada tanggal 27 November 2024, KPU sebagai lembaga penyelenggara teknis dan Bawaslu sebagai lembaga penyelenggara pengawasan telah melaksanakan salah satu tahapan yang harus dipersiapkan, yaitu pembentukan badan Ad Hoc. Badan Ad Hoc sebagai ujung tombak dalam gelaran pemilihan mempunyai peran penting untuk menjaga kualitas demokrasi.
Baca Juga: Razia Perut Lapar, Cara Kritis Mahasiswa Sukabumi Protes Kebijakan Pemerintah
Menilik kembali perekrutan badan Ad Hoc baik dari lembaga KPU maupun Bawaslu, baik di Kota maupun Kabupaten Sukabumi animo masyarakat untuk berpartisipasi menjadi penyelenggara belum begitu terbangun secara merata di beberapa tempat, hal ini bukan hanya alasan kesibukan masyarakat, namun harus kita sadari banyak orang yang mengurungkan niatnya untuk berpartisipasi dengan alasan permainan didalamnya. Kita tidak bisa menafikan hal tersebut, walaupun banyak alasan lainnya yang dengan terpaksa harus dimaklumi.
Pilkada merupakan sarana untuk memfasilitasi proses perebutan mandat rakyat untuk memperoleh kekuasaan. Rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara memilih pemimpin yang akan menentukan nasibnya untuk lima tahun ke depan. Dan tujuan penyelenggaraan pilkada 2024 ini yaitu untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan damai; dan terlaksana juga prinsip hak-hak asasi warga negara.
Tercapai atau tidaknya tujuan tersebut akan sangat tergantung pada lembaga penyelenggara yang melaksanakan dan memiliki kemandirian. Kemandirian lembaga penyelenggara mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap proses penyelenggaraan pilkada yang demokratis.
Kedudukan lembaga penyelenggara pemilihan kuat bahkan lebih kuat dari lembaga lain, mengingat penyelenggaraan Pemilu/Pilkada sangat rawan akan intervensi politik maupun kekuasaan. Frasa kata mandiri dimaknai bahwa keanggotaan penyelenggara pemilu harus bebas dari partai politik. Pemberian maksud tersebut sangat jelas dan didukung dengan prinsip-prinsip internasional penyelenggara pemilu yang demokratis.
Salah satu faktor penting bagi keberhasilan penyelenggaraan Pemilu atau Pilkada yang akan dihadapi beberapa bulan mendatang ini terletak pada kesiapan dan profesionalitas penyelenggara itu sendiri yaitu Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu dan DKPP sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilihan. Ketiga institusi ini telah diamanatkan oleh undang-undang untuk menyelenggarakan pemilihan menurut, fungsi, tugas dan kewenangannya masing-masing.
Pemilihan kepala daerah sebagai perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang demokratis maka harus dipastikan adanya lembaga penyelenggara yang memiliki kemandirian dengan anggota penyelenggara yang mempunyai kapasitas, moralitas yang baik dan profesional. Peningkatan kualitas personal penyelenggara sebagai orang yang profesional dalam melaksanakan pilkada juga tidak bisa terlepas dengan integritas pribadi, dengan penyelenggara yang mempunyai integritas yang baik akan mendukung terwujudnya pilkada yang demokratis.
Baca Juga: Menggugat Kebijakan PTN BH: Mewujudkan Pendidikan Tinggi Terjangkau bagi Semua?
Kualitas personal penyelenggara berupa sikap kejujuran, ketulusan berupa adanya kesesuaian antara ucapan dan tindakan. Dalam konteks penyelenggara, integritas dapat diartikan sebagai kesesuaian antara tindakan dan perilaku seorang penyelenggara dengan tanggung jawabnya.
Dengan demikian maka penyelenggara akan mendapatkan kepercayaan publik, pemilih maupun kandidat atau partai politik yang berkepentingan langsung dengan pilkada. Menjadi salah satu faktor penting bagi keberhasilan penyelenggaraan pilkada terletak pada kesiapan dan profesionalitas penyelenggara sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilihan.
Prinsip profesionalisme ini penting untuk menjaga independensi institusional lembaga penyelenggara. Independensi penyelenggara tidak hanya timbul dan dikondisikan oleh independensi struktural atau independensi fungsional tetapi juga tergantung kepada independensi personal anggota penyelenggara. Independensi personal bukan hasil rekayasa melainkan terletak pada seseorang yang memiliki kebersihan moral sedari awal sebelum dan selama menjadi anggota penyelenggara yang memiliki integritas yang baik. Secara singkat independensi personal sangat menentukan integritas dan kewibawaan lembaga.
Penyelenggara pemilu/pilkada di tingkat Ad Hoc merupakan ujung tombak dan peran paling besar dalam pelaksanaan pemilihan. Namun, potensi pelanggaran baik itu pidana maupun etik paling besar berada di tingkat Ad Hoc. Oleh karena itu, perbaikan rekrutmen penyelenggara di tingkat Ad Hoc secara menyeluruh harus menjadi prioritas KPU maupun Bawaslu. Bukan hanya sebatas administrasi. Tetapi perbaikan penyelenggara Ad Hoc harus menyentuh aspek substantif yang paling mendasar karena pemilihan yang sebenarnya ada di Ad Hoc.
Hari ini menjadi sebuah perbincangan di kalangan masyarakat baik pemerhati pilkada dan stakeholder yang lain dengan pertanyaan utama apakah KPU maupun Bawaslu sebagai lembaga penyelenggara bisa menyelenggarakan pemilihan berdasarkan azas yang jujur dan adil?
Jika proses rekrutmen badan Ad Hoc terdapat banyak indikasi permasalahan yang kemudian berlalu begitu saja tanpa ada tindak lanjut dari para pihak yang mempunyai kapasitas untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Maka dipertanyakan integritas lembaga penyelenggara teknis juga pengawasan yang hari ini seolah menutup mata dan enggan mendengar tanggapan masyarakat yang masuk dengan segala temuannya.
Sejauh ini lembaga independen ini bisa dikatakan eksklusif dalam perekrutan badan Ad Hoc, hanya tertutupi dengan tahapan yang terstruktur hingga terlihat inklusif. Mari kita deskripsikan sendiri melihat fenomena yang terjadi pada perekrutan badan Ad Hoc sejauh mana demokrasi di Indonesia khususnya Sukabumi berjalan dengan baik?
Penulis : Oleh : Rika Juniarti (Bendahara Umum PB HIMASI)