SUKABUMIUPDATE.com - Sudah menjadi permakluman di momen menjelang akhir tahun anggaran, instansi pemerintah akan meningkatkan aktifitas kesibukannya untuk memenuhi target kinerja tahunan.
Dalam rangka memenuhi target dimaksud, instansi pemerintah yang direpresentasikan oleh satuan kerja kementerian/lembaga akan melakukan belanja menggunakan anggaran yang bersumber dari APBN.
Pelaksanaan keuangan negara menganut asas tahunan sehingga penggunaan anggaran dibatasi oleh tahun anggaran yang berakhir di bulan Desember setiap tahunnya. Kebijakan pelaksanaan tutup tahun anggaran dari waktu ke waktu mengalami perubahan menyesuaikan dengan dinamika perkembangan kebijakan dan teknologi yang digunakan.
Secara garis besar kebijakan pelaksanaan tutup akhir tahun anggaran mengatur beberapa hal, yaitu periode penyampaian dokumen, penerimaan negara, belanja negara dan pelaporan pertanggungjawaban anggaran.
Pada kesempatan kali ini akan dibahas tentang tata cara pembayaran belanja negara dengan fokus pada pembayaran tagihan atas pekerjaan yang diselesaikan pada akhir bulan Desember bahkan yang melampaui tahun anggaran.
Pada tahun tahun sebelumnya, pembayaran atas tagihan negara tersebut dilaksanakan dengan menggunakan bank garansi. Sesuai definisinya, bank garansi adalah sebuah jaminan tertulis yang diberikan bank kepada nasabahnya. Bank dalam hal ini berperan sebagai pemberi jaminan sedangkan nasabah merupakan pihak yang dijamin.
Dalam pelaksanaan fasilitas jaminan tersebut, umumnya melibatkan tiga pihak di dalamnya. Pihak pertama merupakan pihak penjamin yang merupakan bank untuk menerbitkan jaminan.
Pihak selanjutnya adalah pihak terjamin yang merupakan nasabah sebagai rekanan pemerintah. Sedangkan pihak ketiga merupakan penerima jaminan dalam hal ini Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada satuan kerja yang akan menerima jaminan dari pengajuan nasabah oleh bank.
Penerima jaminan memiliki hak untuk menerima jaminan dalam bentuk ganti atas adanya wanprestasi berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat oleh pihak terjamin.
Berdasarkan hasil analisis Direktorat Sistem Perbendaharaan dapat diketahui bahwa trend penggunaan bank garansi akhir tahun anggaran selama 4 (empat) tahun terakhir secara nasional mengalami peningkatan nilai yang cukup signifikan.
Pada tahun 2021 sebanyak 4.243 dengan nilai Rp5,9 triliun dan meningkat tajam di tahun 2022 dengan jumlah 4.226 dengan nilai Rp9,9 triliun. Sebanyak 86% bank garansi dikelola melalui eBG oleh bank interkoneksi, sedangkan sisanya 14% melalui bank noninterkoneksi.
Selanjutnya masih terdapat kegagalan klaim bank garansi yang diterbitkan oleh bank dengan nilai mencapai Rp11.1 miliar. Penyebab kegagalan klaim dimaksud karena total nilai klaim melebihi nilai net SP2D yang menjadi collateral bagi penerbit bank garansi dan nilai klaim dimaksud termasuk nilai denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawab penyedia.
Mekanisme bank garansi meskipun sudah dilaksanakan cukup lama dan telah dilakukan berbagai penyempurnaan, tetapi ini belum dapat menghilangkan risiko keterlambatan pencairan atau bahkan tidak dapat dicairkan bank garansinya sehingga menimbulkan kerugian negara.
Berdasarkan kondisi tersebut dan mempertimbangkan simplifikasi serta efisiensi, maka mulai tahun anggaran 2023 dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-109 tahun 2023 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Atas Pekerjaan Yang Belum Diselesaikan Pada Akhir Tahun Anggaran.
Dalam PMK tersebut diatur kebijakan pembayaran untuk pekerjaan pemerintah yang baru diselesaikan akhir bulan Desember dan/atau yang melampaui tahun anggaran. Pada kondisi demikian, pembayaran tidak lagi menggunakan mekanisme bank garansi, tetapi diubah melalui mekanisme Rekening Penampungan Akhir Tahun Anggaran yang disingkat RPATA.
RPATA merupakan rekening lain-lain milik Bendahara Umum Negara (BUN) yang dibuka khusus menampung dana atas penyelesaian pekerjaan yang direncanakan untuk diserahterimakan antara batas akhir pengajuan tagihan kepada negara sampai dengan tanggal 31 Desember tahun anggaran berkenaan.
Selain itu, juga digunakan untuk pembayaran atas pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran yang penyelesaiannya diberikan kesempatan untuk dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya.
Mekanisme RPATA sudah memungkinkan dilaksanakan dengan sistem aplikasi pelaksanaan anggaran yang berlaku saat ini serta mengakomodasi pencatatan akuntansi dan laporan keuangan sehingga tetap kredibel dan akuntabel.
Kebijakan RPATA ini memiliki beberapa manfaat, yaitu:
1. Menjaga prinsip periodisitas pelaksanaan anggaran;
2. Menjaga prinsip pengeluaran negara, yaitu pembayaran dilakukan setelah barang/jasa diterima;
3. Mengurangi risiko kerugian negara akibat bank garansi gagal dicairkan karena bank garansi palsu atapun terlambat diklaim;
4. Menghindari keterburu‐buruan dalam proses serah terima, sehingga SOP serah terima barang/jasa dapat dilakukan dengan baik;
5. Penyedia barang/jasa terbebaskan dari beban pembuatan garansi bank berupa kewajiban pembayaran fee/penyediaan jaminan (collateral)/pembayaran premi;
6. Terdapat potensi pendapatan negara atas pengelolaan saldo dana di Rekening RPL‐BUN BI (Rekening Escrow);
7. Satuan kerja dapat menghemat waktu dan tenaga untuk mengonfirmasi keaslian/keabsahan dan menatausahakan bank garansi.
Kebijakan RPATA menjadi terobosan kebijakan win win solution atas pembayaran tagihan negara yang secara prinsip belum diserahterimakan, tetapi sudah harus dibayar karena batas waktu pengajuan tagihan akan berakhir.
Rekanan pemerintah tidak perlu direpotkan lagi menyiapkan sejumlah dana untuk membuat bank garansi. PPK satuan kerja tidak perlu cemas bank garansinya gagal klaim apabila terjadi wanprestasi. Satu hal yang lebih penting lagi adalah berkurangnya risiko atas terjadinya kerugian negara.
Implementasi kebijakan RPATA saat ini baru sebatas pada satuan kerja kementerian/lembaga yang didanai APBN. Namun, tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti apabila kebijakan ini dirasa sangat efektif untuk mengatasi salah satu kendala pembayaran akhir tahun atas penggunaan bank garansi, skema RPATA akan diadopsi oleh Pemerintah Daerah pada satuan kerja perangkat daerah yang didanai APBD.
Di lain pihak, tantangan bagi kalangan dunia perbankan untuk melakukan inovasi baru terkait perbaikan mekanisme bank garansi yang diselaraskan dengan kemajuan teknologi informasi. Melalui perubahan tersebut, diharapkan mekanisme bank garansi menjadi lebih simpel dan akurasi validitas keasliannyapun mudah dikonfirmasi dan dipertanggungjawabkan.
Disclaimer: Tulisan ini merupakan opini pribadi, tidak mencerminkan kebijakan organisasi.
Penulis: Kepala Seksi Pencairan Dana pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Sukabumi, Sugih Harto