SUKABUMIUPDATE.com - Di era digital yang tengah berkembang pesat, tidak menutup kemungkinan telah memainkan peran utama dalam banyak aspek kehidupan sehari-hari sebagian dari kita, tidak terkecuali dengan cara kita memperoleh pengetahuan.
Memang benar akan ada banyak pengetahuan yang kita dapatkan melalui pergeseran
besar dalam cara kita memperoleh informasi. Hal ini disebabkan oleh akses yang lebih cepat dan luas serta memberikan fleksibilitas bagi kita untuk belajar, berbagi, dan terhubung dengan dunia luar tanpa mengenal batasan ruang atau pun waktu.
Namun, perlu kita sadari juga bahwa informasi yang beredar tidak semuanya berpeluang menjadi sebuah pengetahuan. Sebab, kehadirannya tidak menjamin informasi tersebut berupa sebuah kebenaran.
Baca Juga: 12 Ciri Anak Stres Akibat Psikologis Bermasalah, Bunda Perhatikan Sikapnya!
Terkadang informasi yang beredar bersifat menyesatkan. Misalnya bisa saja orang yang dengan sengaja menyajikan informasi hanya untuk memenuhi kepentingannya atau juga suatu bentuk doktrinisasi yang dilakukan pihak tidak bertanggung jawab dengan tujuan membuat kegaduhan publik.
Kemudian juga merancang atau mengarahkan keyakinan tertentu sehingga mereka dapat mengontrol opini publik, memengaruhi pilihan politik sehingga mengancam persatuan dan kesatuan. Oleh karenanya, penting untuk kita menjadi seseorang yang lebih cerdas dan menjadi teliti serta berhati-hati dalam mengolah suatu informasi yang didapat sehingga menjadi sebuah pengetahuan.
Informasi yang tersebar di berbagai media digital, tergolong sebagai salah satu jenis pengetahuan testimonial yang diperoleh secara tidak langsung.
Dalam arti sederhana, pengetahuan testimonial merupakan sebuah pengetahuan yang berasal dari laporan, cerita, atau keterangan seseorang atas apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar atau pengalaman yang mereka alami secara pribadi. Ini kemudian dibagikan secara langsung melalui lisannya atau dibagikan secara tidak langsung melalui sebuah tulisan.
Baca Juga: 10 Ciri Anak Depresi Berat Akibat Psikologis Bermasalah, Bunda Perhatikan Sikapnya!
Duncan Pritchard (2018) seorang Professor filsafat dalam bukunya “What is this thing called Knowledge” mengatakan, bahwa pengetahuan semacam ini memiliki kelemahan karena sifatnya yang bersandar pada apa yang dikatakan orang lain. Contohnya, manakala keterangan yang diberikan merupakan sebuah kepalsuan dan menyesatkan.
Maka dari itu, terlalu bergantung pada perkataan orang lain tanpa menjadi kritis terhadap informasi, dapat menjadi bumerang bagi diri sendiri karena membuka pintu bagi penyebaran berita hoax yang merugikan. Salah satu solusi dalam mengatasi kelemahan tersebut adalah dengan mencari bukti atau fakta tambahan yang mendukung kebenaran tersebut.
Artinya, jika seseorang bersikeras mempertahankan keyakinan berbasis keterangan orang lain adalah suatu kebenaran untuk kemudian disebarkan, maka belum cukup bukti jika alasan kebenaran berita tersebut hanya didasarkan pada cerita yang kita dengar dan berdasarkan pengakuan orang tersebut. Akan tetapi, membutuhkan pembuktian lebih lanjut, seperti mencari dan mengumpulkan data atau informasi dari sumber yang terpercaya, menganalisis isi berita, serta melihat kehandalan dari informan apakah memang dapat dipercaya atau kredibel. Cara memahami pembuktian kebenaran seperti ini disebut reduksionisme.
Baca Juga: 10 Ciri Orang yang Suka dengan Kita, Perhatikan Tatapan Matanya
Reduksionisme mengacu pada kemampuan untuk memilah, menganalisis, dan mengidentifikasi informasi yang valid. Reduksionisme termasuk memverifikasi rekam jejak si pemberi keterangan yang merupakan langkah penting untuk memeriksa keakuratan atau kehandalan suatu informasi yang diberikan.
Menariknya, konsep yang ditawarkan reduksionisme dalam konteks penanganan berita hoax sejalan dengan apa yang sudah termaktub berabad-abad lamanya dalam sebuah pedoman hidup utama umat muslim yakni Alquran. Konsep ini dikenal dengan istilah Tabayyun, suatu pendekatan dalam menghadapi informasi yang tidak benar atau berita palsu yang serupa dengan prinsip-prinsip Reduksionisme. Coba perhatikan ayat berikut ini:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seorang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6).
Baca Juga: Oki Setiana Dewi di Cibadak Sukabumi: Orang Fasik dalam Q.S Al Hujurat Ayat 6
Istilah tabayyun (check and recheck) dalam ayat tersebut adalah memeriksa dengan teliti, berhati-hati dan tidak tergesa-gesa, melihat dengan keilmuan yang dalam terhadap sebuah informasi atau berita yang datang sampai menjadi jelas dan terang benderang. Terlebih berita yang kita peroleh dari media digital dan bersandar pada apa yang dikatakan orang lain kemungkinan berisi penggiringan opini dan tidak menutup kemungkinanan cenderung mengarah kepada propaganda.
Dengan kata lain, konsep tabayyun menyuruh kita untuk menjadi pribadi yang lebih cerdas dalam mengevaluasi informasi yang datang dengan melakukan penelitian lebih lanjut, memeriksa sumber, dan mengembangkan kemampuan kritis untuk dapat membedakan antara berita fakta, opini serta memahami potensi adanya bias dari suatu berita yang disajikan.
Dalam konteks penanganan berita hoax, Reduksionisme dan Tabayyun memiliki kesamaan dalam hal pendekatan analitis terhadap berita atau informasi yang diterima. Keduanya menekankan pentingnya analisis terhadap informasi yang diberikan sebelum membuat kesimpulan dan kemudian disebarluaskan.
Selain daripada itu, keduanya juga menekankan pentingnya verifikasi fakta atau informasi yang diberikan sebelum mempercayainya sebagai sesuatu yang memiliki nilai kebenaran. Seseorang tanpa dibekali kecakapan reduksionisme dan tabayyun ini rentan terperangkap dalam aliran informasi palsu yang dapat membentuk persepsi yang keliru tentang dunia bahkan berpotensi menimbulkan fitnah.
Inilah mengapa penting untuk mendorong pendekatan kritis terhadap setiap testimonial yang disajikan. Karena di samping akan merugikan orang lain, ternyata kerugian dari apa yang ditimbulkan juga berdampak pada si penyebar berita itu sendiri sebagaimana ditegaskan dalam ayat tersebut.
Baca Juga: 14 Ciri-Ciri Orang yang Baik Hati, Apa Kamu Salah Satunya?
Kesadaran akan pentingnya reduksionisme dan tabayyun dalam memahami setiap berita yang datang adalah kunci untuk menghindari jebakan berita hoax. Cara ini juga digunakan untuk memastikan setiap penerima berita menjadi agen perubahan yang cerdas, kritis, dan memiliki pengetahuan yang memadai tentang sumber informasi yang dapat dipercaya.
Mengembangkan kemampuan analisis dan dilengkapi dengan alat pemikiran kritis dalam menyongsong era informasi yang semakin kompleks bukan hanya membantu kita menyaring informasi dan penting untuk melawan penyebaran hoax. Akan tetapi, hal ini juga berperan dalam mencetak generasi yang lebih sadar akan implikasi dari setiap informasi yang diterima.
Melalui pendekatan-pendekatan ini pengetahuan testimonial dapat diintegrasikan secara bijaksana dalam pemahaman kita tentang dunia, mengetahui dan membedakan mana informasi yang berkualitas dan dapat dipercaya. Sehingga setiap informasi yang didapatkan disamping menambah pengetahuan bagi kita juga kehadirannya memberikan kebermanfaatan bagi orang lain.
Penulis : Solehudin