Pembangunan merupakan suatu perubahan yang terjadi ke arah yang lebih baik, perubahan tersebut dilakukan secara sadar dan terencana. Sedangkan perkembangan ialah proses perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak dari adanya pembangunan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Semakin meningkatnya tingkat kompleksitas kehidupan masyarakat yang menyangkut berbagai aspek dalam era modern ini, semakin meningkat pula pemikiran berkaitan dengan solusi dari kesulitan-kesulitan yang ditimbulkan oleh kompleksitas kehidupan. Oleh karena itu lahirlah pemikiran tentang modernisasi yang mencakup beberapa aspek kehidupan masyarakat, sehingga modernisasi dapat diartikan sebagai proses transformasi dan perubahan dalam masyarakat yang meliputi berbagai aspek seperti, ekonomi, sosial, budaya, industri, dan lain sebagainya.
Di dalam proses modernisasi terjadi suatu proses perubahan yang mengarah pada perbaikan, para ahli menganggapnya sebagai suatu proses pembangunan yang di mana terjadi proses perubahan dari kehidupan yang tradisional menjadi modern.
Dalam sosiologi sendiri, pembangunan merupakan cara menggerakan masyarakat untuk mendukung pembangunan, karena masyarakat tersebut merupakan tenaga dari pembangunan dan dampak dari pembangunan itu sendiri. singkatnya, masyarakat merupakan subjek dan objek dalam sosiologi pembangunan.
Secara teoritis, pembangunan dapat dijelaskan dalam dua paradigma, yaitu teori modernisasi dan imperialisme (Elly M. Setyadi, 2011: 677-678). Pada artikel ini, saya hanya akan menjelaskan teori modernisasinya saja.
Jika mengkaji tentang pembangunan di Indonesia, maka teori modernisasi merupakan teori yang paling dominan menentukan wajah pembangunan di Indonesia. Ada dua teori besar yang mempengaruhi teori modernisasi, yaitu teori evolusi dan teori fungsional. Asumsi teori modernisasi merupakan hasil dari konsep dari metafora teori evolusi.
Menurut teori teori evolusi, perubahan sosial bersifat linear, terus maju dan perlahan, yang membawa masyarakat berubah dari tahapan primitive menuju ke tahapan yang lebih maju. Berdasarkan asumsi tersebut, maka para teoritikus perspektif modernisasi membuat kerangka teori dan tesis dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1). Modernisasi merupakan proses bertahap.
2). Modernisasi sebagai proses homogenisasi.
3). Modernisasi merupakan proses ke barat-baratan.
4). Modernisasi merupakan proses yang tidak mundur.
5). Modernisasi merupakan perubahan progresif.
6). Modernisasi memerlukan waktu panjang.
Jika tilikan modernisasi didasarkan atas teori fungsional, maka teori modernisasi mengandung asumsi bahwa modernisasi merupakan proses sistematik, transformasi, dan terus-menerus. 1). Sebagai proses sistematik. 2). Sebagai proses transformasi. 3). Sebagai proses terus-menerus.
Dalam artikel ini saya akan mencoba menjelaskan kasus yang relevan dengan masa sekarang dengan menggunakan teori modernisasi.
Perkembangan teknologi dan komunikasi yang kian pesat menyebabkan perubahan pola hidup bahkan karakter individu. Perubahan pola hidup dan bahkan karakter individu tersebut diantaranya semakin cepatnya informasi diterima dan semakin mudahnya individu untuk berkomunikasi dengan sesamanya.
Yang jauh bisa menjadi dekat dan interaksi bisa dilakukan kapanpun dimanapun serta tidak perlu bertemu dalam satu ruang atau tempat yang sama.
Salah satu contoh dari dampak perkembangan teknologi dan komunikasi tersebut adalah perubahan pembayaran secara tunai atau langsung menjadi pembayaran non-tunai dengan menggunakan uang elektronik atau e-money. Penggunaan e-money ini sudah menjadi hal biasa di masyarakat indonesia, namun ada juga masyarakat yang memilih tidak menggunakan uang elektronik seperti ini karena lebih memilih menggunakan uang tunai sebagai alat transaksi.
Padahal e-money sendiri ini sudah sangat banyak digunakan dan juga sangat mudah praktis untuk dibawa dan digunakan.
E-money atau uang elektronik sendiri merupakan sebuah alat pembayaran yang berbentuk elektronik di mana nilai uangnya itu disimpan dalam media elektronik tertentu. Sasaran dari penggunaan e-money sendiri adalah seluruh masyarakat terkhusus masyarakat yang tinggal di perkotaan.
Karena pada era globalisasi ini semuanya sudah serba modern. Dengan e-money maka seorang tidak harus membawa uang tunai karena e-money ini sudah bisa digunakan sebagai alat bertransaksi terutama di kota-kota besar. Bentuk dari e-money sendiri ini seperti kartu ATM.
Umumnya e-money ini sudah dilengkapi dengan kartu chip yang tertanam di dalamnya untuk kegiatan bertransaksi dan juga dikeluarkan oleh lembaga institusi perbankan.
Untuk menggunakan uang elektronik atau e-money tersebut maka pengguna dari e-money itu harus menyetor atau mengisi uang (top up) terlebih dahulu kepada penerbit dari e-money tersebut baru setelah itu pengguna dari e-money bisa melakukan transaksi dengan e-money yang sudah berisi uang tadi. Jika saldo dalam uang elektronik atau e-money nya habis, maka si pengguna dapat melakukan pengisian ulang dengan saldo yang diinginkan.
Di indonesia sendiri, sudah banyak jenis e-money yang dikeluarkan oleh beberapa bank, seperti kartu FLAZZ dari bank BCA, kartu dengan nama e-money dari Bank Mandiri, kartu Brizzi dari bank BRI, TapCash dari Bank BNI, dan lainnya. Walaupun uang yang tersimpan di dalam kartu e-money tersebut sama nominalnya dengan uang tunai atau uang cash yang digunakan dalam bertransaksi, namun nominal yang terdapat dalam e-money ini tidak bisa lagi di uangkan atau ditukarkan dengan uang tunai (cash). Karena hal tersebut sesuai dengan tujuan dari diterbitkannya kartu e-money sendiri yaitu hanya untuk kepentingan bertransaksi secara elektronik saja.
Dalam penggunaan uang elektronik atau e-money tentu saja terdapat kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan menggunakan e-money salah satunya yaitu lebih simple, dengan menggunakan e-money maka seseorang tidak harus selalu membawa uang tunai yang membuat dompet menjadi tebal, kartu e-money juga tidak harus menggunakan pin ataupun tanda tangan seperti hal nya ATM. Jadi, ketika pengguna akan bertransaksi menggunakan e-money maka ia hanya perlu menempelkan kartunya pada mesin pembaca saja.
E-money juga akan memudahkan penggunanya dalam bertransaksi. Contohnya seperti membayar tol pada masa sekarang ini. jika sebelumnya pembayaran tol menggunakan uang tunai sehingga membuat pengendara harus menyiapkan uang tunai yang pas agar tidak membuat kemacetan akibat dari harus menunggu kembalian dalam pembayaran tol, namun sekarang pembayaran tol sudah memakai e-money sehingga lebih memudahkan pengendara dan juga membuat waktu lebih efisien.
Atau contoh lainnya seperti misalnya kita sedang bepergian menggunakan KRL, untuk membeli tiket KRL maka kita harus mengantri di loket, sedangkan jika kita menggunakan e-money maka kita tidak harus mengantri di loket hanya untuk membeli tiket melainkan kita dapat langsung menempelkan kartu e-money pada mesin yang sudah disediakan sehingga tidak perlu repot mengantri di loket.
Namun, disamping kelebihan dari penggunaan e-money adapula kekurangannya. Pertama, e-money ini hanya dapat digunakan pada mesin yang spesifik atau mesin tertentu saja, kartu e-money ini tidak dapat digunakan untuk berbelanja online seperti hal nya kartu debit atau ATM. Uang yang terdapat dalam e-money juga tidak dapat di transfer atau dicairkan menjadi uang tunai.
E-money juga tidak dapat diisi uang terlalu banyak, tidak seperti ATM, e-money biasanya hanya memiliki limit sampai dengan satu juta saja, kekurangan lainnya pada kartu e-money tidak harus menggunakan PIN seperti hal nya ATM, sehingga jika hilang, maka siapapun yang menemukannya dapat menggunakannya.
Penggunaannyapun terbatas pada fasilitas-fasilitas tertentu yang sudah teraplikasi dengan chip yang terdapat pada kartu e-money tersebut, yang pada umumnya hanya terdapat di kota-kota besar. Sementara itu wilayah Indonesia yang luas dan beragam masih memerlukan warung-warung tradisional, nah, itu e-money tidak dapat digunakan di warung-warung tradisional, padahal masih banyak masyarakat yang masih bertransaksi di warung-warung tradisional
Dengan demikian, E-money merupakan salah satu bentuk modernisasi yang terjadi dalam perubahan sosial di Indonesia. E-money membawa perubahan yang positif walaupun masih ada yang negatif.
Namun, e-money adalah suatu model transformasi transaksi dari yang awalnya menggunakan uang tunai beralih menjadi menggunakan kartu elektronik. Ketika kita bertransaksi menggunakan uang tunai dan kita membayar dengan nilai yang lebih, maka kita akan mendapatkan kembalian dari nilai yang kelebihan tersebut.
Dalam hal penggunaan menggunakan e-money, pengguna tidak akan mendapatkan kembalian karena kita akan membayar sesuai dengan jumlah yang harus dibayar walaupun jumlah nilai uang yang dibayarkan tidak genap (misalnya 3.998) maka dengan itu kita akan membayarnya sejumlah tersebut.
Sisa penggunaan dana yang tidak terpakai akan menjadi saldo, saldo tersebut akan tersimpan menjadi sejumlah dana sesuai dengan jumlah nominal sisa penggunaan, jika di isi atau di top up kembali, jumlahnya akan menjadi akumulasi antara saldo dan top up. Satu hal yang menarik dari penggunaan E-money adalah pengguna tidak lagi mendapatkan pengembalian berupa ‘permen’ dengan alasan tidak ada uang kecil.
Penulis: Rifda Adibatul Fadhilah
Mahasiswa Jurusan Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Daftar Pustaka
Ni Made Dwi Aksami, I. M. (2019). Analisis Minat Penggunaan Layanan E-Money pada Masyarakat Kota Denpasar. E-JURNAL EKONOMI PEMBANGUNAN UNIVERSITAS UDAYANA, Vol.8.No.9, 2439-2470.
Seokanto, S. (2009). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Situngkir, R. (2018). Penggunaan e-money berdasarkan undang-undang no 7 tahun 2011 tentang mata uang. DE LEGA LATA Jurnal Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UMSU Volume 3 Nomor 1, 52-59.
Sulistyo Seti Utami, B. K. (2017). Faktor-faktor yang mempengaruhi minat penggunaan e-money. Balance Vol. XIV No. 2, 29-41.
Tazkiyyaturrohmah, R. (2018). Eksitensi Uang Elektronik Sebagai Alat Transaksi Keuangan Modern. Muslim Heritage, Vol. 3, No.1, 21-39.
Wahyuni. (2017). Teori Sosiologi Klasik. Maksar: Carabaca.