SUKABUMIUPDATE.com - Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 poin 1 menyatakan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Selanjutnya, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, demikian bunyi pada pasal 3.
"Dari paparan undang-undang tersebut, jelaslah bahwa tujuan pendidikan sendiri adalah menciptakan generasi yang tidak hanya pintar dalam pengetahuan, tetapi generasi yang memiliki sikap spiritual, berakhlak mulia, dan keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara,"Â jelas Teguh Eka Prahara, Kepala SMA Doa Bangsa.
Ditambahkannya, untuk mengetahui apakah peserta didik sudah mencapai optimal sesuai tujuan pendidikan atau sebaliknya, maka perlu ada penilaian terhadap proses pembelajaran peserta didik.
BACA JUGA:
Doa Bangsa: SMA Baru dengan Sistem Unik dan Beragam Prestasi Membanggakan
Penilaian autentik merupakan penilaian secara langsung, di mana yang dinilai guru merupakan hal yang benar-benar dibutuhkan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, penilaian autentik juga harus berpusat pada apa yang dilakukan peserta didik.
"Karenanya, guru harus senantiasa menilai peserta didik melalui kinerjanya di dalam kelas. Penilaian autentik sangat baik dilakukan di seluruh tingkatan pendidikan. Namun permasalahannya, banyak guru merasa kesulitan dalam penerapan teknik penilaian autentik tersebut," ujar Teguh lebih jauh.
Hal ini disebabkan penilaian autentik sangat sulit dijalankan ketika murid terlalu banyak, sedangkan waktu pembelajaran sangat singkat, ditambah minimnya sarana, seperti internet, surat kabar, dan lainnya, dalam menyelesaikan suatu projek.
“Sistem co-teacher atau pendamping guru yang diterapkan SMA Doa Bangsa, merupakan salah satu solusi ampuh menanggulangi permasalahan kesulitan menerapkan penilaian autentik. Sistem ini telah berhasil memberi dampak positif terhadap proses penilaian menjadi lebih objektif,†tambah Teguh lagi.
Masih menurut Teguh, pendamping guru bertugas mendampingi guru melakukan pengamatan terhadap kegiatan belajar mengajar siswa, terutama melakukan pengamatan terhadap afektif dan psikomotor siswa di sekolah yang berlokasi di Jalan Karang Tengah KM 14, Sesa Karang Tengah, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi tersebut.
Hasil pengamatan, kemudian dikonsultasikan dengan guru mata pelajaran bersangkutan. "Co-teacher hanya membantu mengamati siswa saja, selebihnya adalah tanggungjawab guru dalam memberikan penilaian kepada siswa,†pukas Teguh.
Diakui para guru di SMA Doa Bangsa, sistem co-teacher sangat membantu terhadap proses penilaian autentik di kelas. Dijelaskan Hazar Widiya, salah seorang guru SMA Doa Bangsa, ia sangat terbantu dengan adanya co-teacher.
"Saya rasa ini terobosan hebat, terutama dalam hal bagaimana kita memberi penanganan lanjutan dari hasil pengamatan siswa di kelas. Jangan sampai kita salah memberikan obat kepada siswa. Dengan adanya sistem co-teacher, kami menjadi lebih tepat dalam memberi penanganan kepada siswa,†jelas Hazar. adv