SUKABUMIUPDATE.com - Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas juga meminta Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat menghentikan penyidikan terhadap korban begal yang menjadi tersangka atas nama Amaq Sinta di Polres Lombok Tengah.
Mengutip berita tempo.co, anggota Kompolnas Yusuf Warsyim mengatakan, usulan penghentian ini juga telah disampaikan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto. Dia pun mengaku setuju terhadap pernyataan Kabareskrim tersebut.
"Saya setuju dan mendukung respon Kabareskrim agar penyidikan kasus tersebut dihentikan," ujar Yusuf melalui keterangan tertulis, Jumat, 15 April 2022.
Meski demikian, dia mengingatkan, penghentian penyidikan harus didasarkan atas alat bukti korban begal tersebut memang membela diri.
Penghentian penyidikan tersebut, kata Yusuf juga tetap tidak terhindar dari upaya hukum praperadilan. Bila dari pihak keluarga tersangka pelaku begal yang meninggal tidak menerima penghentian penyidikan tetap dapat melakukan upaya praperadilan.
"Saya sebagai anggota Kompolnas perlu juga menyarankan kepada penyidik dapat melihat kembali kasus serupa yang pernah terjadi sebelumnya," ujar Yusuf.
Yusuf menyebutkan, ada sejumlah kasus serupa yang perlu dicontoh polisi. Pertama, saat Pengadilan Negeri Kepanjen Kelas 1B, Kabupaten Malang memvonis ZL, seorang pelajar berumur 17 tahun yang terbukti melakukan penganiayaan yang menyebabkan korbannya meninggal, meskipun ZL telah bersaksi hal tersebut dilakukannya untuk membela diri.
Kronologi kejadian berawal pada Minggu malam, 8 September 2019. ZL berboncengan dengan kekasihnya menggunakan sepeda motor dan melintas di sekitar ladang tebu yang sepi. Kemudian ZL dihadang sejumlah begal yang akan merampas barang berharga dan sepeda motornya.
Tidak hanya meminta barang berharga, begal tersebut juga berniat untuk memperkosa kekasih ZL. Tidak terima, ZL mengambil pisau di jok motornya dan terjadi baku hantam yang menyebabkan seorang begal bernama Misnan tewas.
ZL divonis telah melanggar Pasal 351 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penganiayaan, dan dihukum dengan pembinaan selama satu tahun di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Aitam.
Kedua, kasus pembelaan yang pernah terjadi di Bekasi pada 2018. Pada kasus ini, Muhammad Irfan Bahri yang berumur 19 tahun juga terlibat perkelahian dengan dua pembegal, yang berupaya merebut telepon genggam miliknya dan temannya serta melukai Irfan dengan celurit.
"Namun, pada akhirnya satu pembegal terluka parah dan meninggal. Berbeda dengan kasus ZL, Irfan hanya sempat ditetapkan sebagai tersangka yang kemudian diklarifikasi oleh kepolisian sebagai saksi," ucap Yusuf.
Sebelumnya, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto turut menaruh perhatian terhadap kasus korban begal yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Satreskrim Polres Lombok Tengah.
Agus mengatakan, penetapan tersangka korban berinisial S ini pada dasarnya bertentangan dengan salah satu indikator keberhasilan fungsi pembinaan masyarakat (Binmas) Polri, yaitu salah satunya masyarakat mempunya daya lawan terhadap pelaku kejahatan.
"Binmas Polri salah satu keberhasilan tugasnya adalah masyarakat memiliki kemampuan daya cegah, daya tangkal, dan daya lawan terhadap pelaku kejahatan," kata dia saat dihubungi, Jumat, 15 April 2022.
Oleh sebab itu, dia menyarankan kepada jajaran reskrim menghentikan penetapan tersangka korban begal yang membela diri. Dia khawatir, jika kasus ini terus berulang akan menyebabkan masyarakat takut melawan kejahatan.
SUMBER: TEMPO.CO