SUKABUMIUPDATE.com - Penerapan pasal pembelaan terpaksa atau Noodwer pada KUHP saat ini banyak dibicarakan, pasca kasus korban begal di Lombok Tengah NTB yang jadi tersangka karena membunuh dua pelaku kejahatan tersebut. Kekinian, penanganan kasus tersebut diambil alih oleh Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB).
"Sekarang penanganan kasusnya ditangani penyidik Ditreskrimum Polda NTB," kata Kepala Polda NTB Inspektur Jenderal Polisi Djoko Poerwanto dikutip melalui keterangan tertulisnya, Kamis 14 April 2022 dikutip dari tempo.co.
Namun, Polda NTB belum memberikan penjelasan detail soal penarikan kasus ini dari Polres Lombok Tengah.
Korban begal dalam kasus ini berinisial AS, pria asal Kabupaten Lombok Tengah. Sedangkan terduga pelaku begal yang diduga tewas di tangan AS, berinisial OWP dan PE. Menurut hasil visum, mereka tewas dengan luka tusuk di bagian dada dan punggung hingga menembus paru-paru.
Berdasarkan kronologis yang disampaikan melalui keterangan tertulisnya, mereka dikatakan tewas ketika beraksi di Jalan Raya Dusun Babila, Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah. Aksi mereka dilakukan dengan cara menghadang dan memaksa AS untuk menyerahkan kendaraan roda dua yang dikendarainya.
Sedangkan nasib dua rekan lainnya berinisial HO dan WA, yang disebut bertugas memantau situasi dari belakang, melarikan diri setelah mengetahui dua rekannya, OWP dan PE tewas.
Hasil penyidikan sementara, dalam kasus ini, polisi telah menetapkan AS sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 338 KUHP subsider Pasal 351 ayat 3 KUHP juncto Pasal 49 ayat 1 KUHP.
Pasal 338 KUHP subsider Pasal 351 ayat 3 KUHP tersebut mengatur tentang perbuatan pidana pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain. Namun kedua pasal tersebut dikaitkan dengan Pasal 49 ayat 1 KUHP tentang Pembelaan Terpaksa (Noodweer) yang menyatakan AS tidak dapat dipidana.
"Memang pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain merupakan perbuatan pidana yang dapat dihukum, akan tetapi dalam kasus ini ada alasan pemaaf karena situasi tertentu (pembelaan terpaksa), sebagaimana diatur pada Pasal 49 KUHP," ujarnya.
Namun untuk kepastian hukum kasus ini, Djoko dalam keterangannya mengingatkan kembali bahwa hal tersebut seutuhnya ada pada kewenangan hakim pengadilan.
"Jadi Polri dalam kasus ini hanya melaksanakan penyidikan tindak pidana, sedangkan yang menilai atau memutuskan apakah perbuatan tersebut sebagai pembelaan terpaksa adalah majelis hakim. Oleh karena itu, pembuktiannya haruslah dilakukan di muka persidangan," ujar dia pula.
Sedangkan untuk dua terduga pelaku begal yang selamat, karena disebut melarikan diri, yakni HO dan WA telah ditetapkan sebagai tersangka.
Untuk statusnya, HO dan WA disangkakan Pasal 365 ayat 1 KUHP yang mengatur tentang perbuatan pidana pencurian dengan kekerasan dan dilakukan pada malam hari oleh dua orang atau lebih.
Sedangkan Pasal 53 KUHP yang menjadi pengait dari pasal yang dituduhkan itu mengatur soal percobaan pidana.
SUMBER: TEMPO.CO